Hal yg terindah dalam hidupku adalah ketika ibu bisa tersenyum bangga dengan apa yg kulakukan. Kesucian cinta telah terukir dari airmatanya. Kesejatian cinta telah terpancar dari belaianya. Senyum dan tawa adalah untaian do'a yang terindah.
Sabtu, 27 Juli 2013
Jumat, 26 Juli 2013
UNTUKMU YANG INGIN MENNJADI BIDADARI DUNIA
Syaikh Albani mengatakan dalam bukunya Jilbab Wanita Muslimah hal :45
Penelitian kami terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah Nabi dan atsar-atsar Salaf dalam maslah yang penting ini memberikan jawaban kepada kami bahwa seorang wanita keluar dari rumahnya, maka ia wajib menutup seluruh anggota badannya dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya kecuali wajah dan dua telapak tangannya (bercadar lebih utama bila mau) maka ia harus menggunakan pakaian yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menutupi seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan
Sebagaimana yang telah dibahas diatas tentang penafsiran surat An-Nuur ayat 31 dan Al-Ahzaab ayat 59 tentang keharusan menutupi seluruh tubuhnya dengan jilbab maka akan saya jelaskan beberapa tambahan secara terperinci diantaranya Firman Allah Ta’ala: Dan janganlah mereka itu memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan
Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla (II:216) mengatakan: Ini merupakan nash bahwa kedua kaki dan betis itu termasuk anggota tubuh yang harus disembunyikan (ditutup) dan tidak halal untuk ditampakkan? Sedangkan dari As-Sunnah, hal ini dikuatkan oleh hadist Ibnu Umar bahwa ia berkata:
Rasulullah bersabda :
Barangsiapa menghela pakaiannya lantaran angkuh, maka Allah tidak akan sudi melihatnya pada hari kiamat. Lantas Ummu Salamah bertanya:”Lalu, bagaimana yang mesti dilakukan oleh kaum wanita denngan bagian ujung pakaiannya. Beliau menjawab: hendaklah mereka menurunkan satu jengkal!Ummu Salamah berkata:Kalau begitu telapak kaki mereka terbuka jadinya. Lalu Nabi bersabda lagi:Kalau begitu hendaklah mereka menurunkan satu hasta dan jangan lebih dari itu! HR.Tirmidzi (III/47) At-Tirmidzi berkata hadits ini Shahih
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 :
Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi sesuatu yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.
juga berdasarkan sabda Nabi :
Ada 3 golongan yg tidak akan ditanya (karena mereka sudah termasuk orang-orang yang binasaatau celaka): Seorang laki-laki yang meninggalkan jama’ah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita/ laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, serta seorang wanita yang ditinggal pergi oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya namun setelah itu ia berhias/bertabarruj (berhias diluar rumah
bukan untuk suaminya ) HR.Hakim (1/119) dan Ahmad (6/19) dari hadits Fadhalah bin Ubaid dengan
sanad shahih
Tabarruj adalah perilaku wanita yg menampakkan perhiasan dan kecantikan-nya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki (Fathul Bayan 7/274)
Yang dimaksud dengan perintah mengenakan jilbab adalah menutup perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jika jilbab itu sendiri berfungsi sebagai perhiasan. Seperti kejadian yang sering kita lihat sendiri yaitu jilbab trendy model masa kini.
3. Kainnya harus tebal tidak tipis
Yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Sebagaimana sabda Rasulullah :
Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang.Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum yang terkutuk (HR. Ahmad 2/223.Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih)
Ibnu Abdil Barr berkata:
Yang dimaksud Nabi adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya akan tetapi hakekatnya telanjang (Dikutip oleh Imam As-Suyuti dalam Tanwirul Hawalik 3/103)
Dari Hisyam bin Urwah bahwasanya Al-Mundzir bin Az-Zubair datang dari Iraq, lalu mengirimkan kepada Asma binti Abu Bakar sebuah pakaian Marwiyah (nama pakaian terkenal di Iraq) dan Quhiyyah (tenunan tipis dan halus dari Khurasan). Peristiwa itu terjadi setelah Asma mengalami kebutaan. Asma pun menyentuh dengan tangannya kemudian berkata: Kembalikan pakaian ini kepadanya. Al-Mundzir merasa keberatan lalu berkatauhai Bunda, sesungguhnya pakaian itu tidak tipis. Ia menjawab : Memang tidak tipis akan tetapi ia dapat menggambarkan lekuk tubuh Harus ditaati ummatnya khususnya wanita muslimah. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita untuk mampu melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Amin. Wallahu a’lam bishawwab
Anti wahai mutiara yang terpelihara, perkenankan aku bertanya kepadamu pantaskah anti yang memiliki sifat-sifat diatas membuka wajah anti ?? pantaskah anti berparfum ?? Pantaskah anti mengenakan kerudung pendek ??atau pantaskah anti suka berbicara dengan laki-laki ?? berbicara …… tertawa ………. bercanda dengan teman-teman anti hingga melupakan majelis ilmu ?
Tidak !!!………
Sama sekali tidak pantas !!……….
Demi Allah tidak pantas bagi anti wanita muslimah melakukan ini semua !……
Wahai ukhti muslimah …………………..
Sadarkah anti bahwa Allah senantiasa mengawasi dan melihat anti dimanapun anti berada. Relakah anti Allah melihat anti yang sedang melakukan apa yang dilarangNya atau dilarang rasulNya ??
tidakkah anti mendengar firman Allah :
“Wahai nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak wanitamu dan wanita-wanita
kaum mukminin agar mereka menjulurkan jilbabnya”(Al-Ahzab:59)
Tidakkah anti mendengar sabda Rasulullah Saw junjungan kita :
“Wanita mana saja yang berparfum, kemudian ia keluar melewati suatu kaum agar mereka mendapatkan
baunya maka ia adalah seorang pezina”(lihat Shahihul jami’ : 2701)
Ukhti muslimah …………………..
Yakinkah anti bahwa setiap tindakan anti baik kecil maupun besar selalu dicatat oleh Allah.
Jika itu kebaikan akan dicatat kebaikan dan jika keburukan akan dicatat keburukan.
Ingatlah firman Allah :
“Allah mengetahui mata yang khianat dan mengetahui apa yang disembunyikan di dalam dada”
(Al-Mukmin : 19)
Ya Ukhti, relakah anti menjadi alat setan ? tidak sedihkah anti jika menjadi alat-alat musuh Allah, mereka pernah berkata :”satu orang wanita yang membuka aurat akan lebih jitu mengalahkan kaum mukminin dari pada seribu mortir”.
Relakah anti jika anti menjadi sebab terjerumusnya seorang muslim kepada perbuatan haram,
mendapat murka dzat yang Maha Rahman dan masuk ke dalam neraka ?…
Ukhti yang mulia ………..
Allah yang telah melimpahkan nikmat kepada anti, kesehatan, bentuk yang indah, kecantikan, kecerdasan dan lain-lain. “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya” (An-Nahl : 1), Karena itu tidakkah anti khawatir jika ada diantara nikmat-nikmat itu yang ditarik kembali oleh Allah lantaran anti berbuat maksiat atau dosa ??
ingatlah Allah maha kuasa untuk itu.
Ya ukhti Mukminah …………..
Kuburan bisa menjadi taman surga dan lubang neraka, lalu kira-kira keadaan kuburan seperti apa yang anti inginkan ?. Apakah anti menghendaki Nur (cahaya) …. apakah anti menghendaki kelapangan ataukah anti menghendaki kenistaan.
Ya ukhti…………
Surga terbuka untuk anti, apakah anti menginginkannya ? jangan heran jika ada orang yang enggan memasukinya ?
tidak percaya ………….
“semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan !!
Para sahabat bertanya : siapakah yang enggan wahai Rasulullah ?,
Beliau menjawab: siapa yang taat kepadaku ia akan masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku
berarti dia enggan (masuk surga).”
Apakah anti salah satunya ??
Diantara perbuatan maksiat adalah tidak memakai hijab (penutup aurat) dengan benar.
Karenanya agar anti dapat menjauhkan diri dari perbuatan durhaka (maksiat) itu,
maka anti harus memenuhi syarat-syarat mengenakan hijab syar’i yaitu:
1. Hijab hendaknya menutupi seluruh tubuh
2. Tidak mencolok/berwarna gelap
3. Hijab harus tebal dan tidak transparan
4. Tidak menampakkan lekuk tubuh
5. Tidak ditaburi wangi-wangian
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki (memakai celana panjang)
Suatu hal yang aneh jika anti enggan terhadap surga dan hanya mengambil nikmat yang sesaat..?
Ukhti yang jujur ……..
Renungkanlah firman Allah :
“Maka barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, berarti sungguh
ia telah menang, dan bukanlah kehidupan dunia melainkan hanya kenikmatan yang menipu “
(Ali-Imron : 185)
PUTRI RASULULLAH
Fatimah Az- Zahra Binti Muhammad SAW, Penderitaan dan Hidup Yang Serba Kekurangan Tak Menggoyahkan Hati
Fatimah
Azzahra Binti Muhammad SAW, Dia adalah puteri yang mulia dari dua
pihak, yaitu puteri pemimpin para makhluq, yaitu Rasulullah SAW, Abil
Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Dia juga
digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau
tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan
nasab.
Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi‘ dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :”Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]
Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil’aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata : “Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya berkata : “Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka dengan sebersih-bersihnya.” ["Siyar A'laamin Nubala', juz 2, halaman 88]Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata : “Datang Fatimah kepada Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : “Ucapkanlah : “Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkaulah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawahMu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan.” (HR. Tirmidzi)
Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya dengan air, sehingga darah semakin banyak yang keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar.” (HR. Syaikha dan Tirmidzi).
Dalam kancah pertarungan yang dialami, tampaklah peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini.
Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra’, puteri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman- tikaman tombak dan pukulan-pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit. Inilah gambaran lain dari puteri sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepada para pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat dipenuhi.
Ali r.a. berkata :”Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari.
Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu. ” Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), beliau mengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi.
Fatimah menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra’, ibu kedua cucu Rasulullah SAW : Al-Hasan dan Al-Husein.
Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, “ibu ayahnya, Muhammad”, Al-Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra’ (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah’ r.a. dia berkata :
“Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata : “Selamat datang, puteriku. ” Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata kepada Fatimah : Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!” Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya :”Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?” Fatimah menjawab :”Aku tidak akan menyiarkan rahasia RasulAllah SAW.”
Aisyah berkata : “Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya : “Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?” Fatimah pun menjawab : “Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaannya terhadap Al Qur’an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memeriksa bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu.” Fatimah berkata :”Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata : “Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu’min atau ummat ini ?” Fatimah berkata : “Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat.”
Inilah dia, Fatimah Az-Zahra’. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingga berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia berkata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim : “Bantulah pekerjaan puteri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia akan mencukupimu bekerja di dalam rumah : yaitu membuat adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum.”
Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, “Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya.” Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya : “Apa sebabnya engkau datang, wahai anakku ?” Fatimah menjawab :”Aku datang untuk memberi salam kepadamu. ” Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya : “Apakah keperluanmu ?” Fatimah diam.
Ali r.a. lalu berkata : “Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya.”
Kemudian Nabi SAW bersabda : “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka.”
Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menutupi kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda : “Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta dariku ?” Keduanya menjawab : “Iya.” Nabi SAW bersabda: “Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali.”
Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan : “Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali.”
Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata : “Aduh, susahnya Ayah !”
Nabi SAW menjawab : “Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari ini.” Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata : “Wahai, Ayah, dia telah memenuhi panggilan Tuhannya. Wahai, Ayah, di surga Firdaus tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya.”
Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata : “Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah.”
Fatimah pernah mengeluh kepada Asma’ binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata : “Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?” Asma’ menjawab : “Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan.” Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda itu, maka dia berkata : “Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian.” [Imam Adz- Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala'. Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said ...dari Ummi Ja'far]
Ibnu Abdil Barr berkata : “Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam. “Dia dimandikan oleh Ali dan Asma’, sedang Asma’ tidak mengizinkan seorang pun masuk.
Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata : Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu tidak kekal.
Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah ’ibu dari ayahnya’, orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka- lukanya, Fatimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya.
Betapa indah situasi di mana hati Nabi Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan- akan kulihat Az-Zahra’ a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra’, puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu’minin r.a. dan mengangkut air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum Mu’minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.
Semoga kita semua, dan tentunya kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia tersebut terlebih Fatimah Binti Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Amin yaa Robbal’aalamiin.
Renungan:
Saudara – saudariku yang dirahmati ALLAH dalam nikmat Iman dan islam, bagaimanakah keadaan dirimu?? Adalah aku berharap agar nikmat dan karunia ALLAH Ta’ala senantiasa padamu. Saudara – saudariku, adakah telah sampai kepadamu perkabaran orang – orang shalih (Shalafush Shalih) terdahulu layaknya seperti kisah putri Rasulullah yang mulia “Fatimah Binti Muhammad” yang terkabarkan di atas??
Lihatlah gerangan mereka itu, penuh derita dan air mata. Akan tetapi didikan Rasulullah telah menanamkan kedalam qalbu-qalbu mereka untuk lebih banyak berasabar, hidup zuhud dan tawadhu dalam menghadapi dunianya. Sedang kamu pada masa sekarang ini hanya senantiasa bersuka ria dengan gemerlap duniawi yang melalikan kamu dari mengingat ALLAH Ta’ala, apakah didikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiada sampai daripadamu? Lalu apakah gerangannya yang lebih engkau kehendaki? Sesungguhnya..barang siapa yang mengkehndaki dunia, maka dunia inilah baginya sedang ia tiada akan beroleh apa-apa di negeri akhirat kelak.
Renungilah olehmu wahai saudara – saudariku..ALLAH Ta’ala telah memberikan suatu ajaran yang paling manis hukum-hukumnya serta demikian indah akan pelaksanaannya melalui tangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ahlul ba’it serta para salafush shalih pada masa nabi hingga sesudahnya yang penuh derita demi engkau wahai para mukminin lagi mukminah seluruhnya untuk menjadi tauladan bagimu agar engkau lebih zuhud dijalan rabbmu. Maka jika ALLAH Ta’ala menyerui kamu melalui firman-Nya (al-Qur’an) serta seruan sunnah Rasulullah (Al-Hadist), maka..janganlah kamu berkata “ya..kami patuh dan kami tunduk..” sedang kemudian kamu berpaling.
Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi‘ dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :”Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]
Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil’aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata : “Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya berkata : “Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka dengan sebersih-bersihnya.” ["Siyar A'laamin Nubala', juz 2, halaman 88]Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata : “Datang Fatimah kepada Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : “Ucapkanlah : “Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkaulah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawahMu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan.” (HR. Tirmidzi)
Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya dengan air, sehingga darah semakin banyak yang keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar.” (HR. Syaikha dan Tirmidzi).
Dalam kancah pertarungan yang dialami, tampaklah peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini.
Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra’, puteri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman- tikaman tombak dan pukulan-pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit. Inilah gambaran lain dari puteri sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepada para pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat dipenuhi.
Ali r.a. berkata :”Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari.
Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu. ” Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), beliau mengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi.
Fatimah menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra’, ibu kedua cucu Rasulullah SAW : Al-Hasan dan Al-Husein.
Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, “ibu ayahnya, Muhammad”, Al-Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra’ (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah’ r.a. dia berkata :
“Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata : “Selamat datang, puteriku. ” Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata kepada Fatimah : Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!” Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya :”Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?” Fatimah menjawab :”Aku tidak akan menyiarkan rahasia RasulAllah SAW.”
Aisyah berkata : “Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya : “Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?” Fatimah pun menjawab : “Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaannya terhadap Al Qur’an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memeriksa bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu.” Fatimah berkata :”Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata : “Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu’min atau ummat ini ?” Fatimah berkata : “Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat.”
Inilah dia, Fatimah Az-Zahra’. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingga berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia berkata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim : “Bantulah pekerjaan puteri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia akan mencukupimu bekerja di dalam rumah : yaitu membuat adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum.”
Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, “Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya.” Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya : “Apa sebabnya engkau datang, wahai anakku ?” Fatimah menjawab :”Aku datang untuk memberi salam kepadamu. ” Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya : “Apakah keperluanmu ?” Fatimah diam.
Ali r.a. lalu berkata : “Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya.”
Kemudian Nabi SAW bersabda : “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka.”
Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menutupi kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda : “Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta dariku ?” Keduanya menjawab : “Iya.” Nabi SAW bersabda: “Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali.”
Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan : “Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali.”
Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata : “Aduh, susahnya Ayah !”
Nabi SAW menjawab : “Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari ini.” Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata : “Wahai, Ayah, dia telah memenuhi panggilan Tuhannya. Wahai, Ayah, di surga Firdaus tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya.”
Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata : “Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah.”
Fatimah pernah mengeluh kepada Asma’ binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata : “Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?” Asma’ menjawab : “Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan.” Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda itu, maka dia berkata : “Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian.” [Imam Adz- Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala'. Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said ...dari Ummi Ja'far]
Ibnu Abdil Barr berkata : “Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam. “Dia dimandikan oleh Ali dan Asma’, sedang Asma’ tidak mengizinkan seorang pun masuk.
Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata : Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu tidak kekal.
Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah ’ibu dari ayahnya’, orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka- lukanya, Fatimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya.
Betapa indah situasi di mana hati Nabi Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan- akan kulihat Az-Zahra’ a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra’, puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu’minin r.a. dan mengangkut air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum Mu’minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.
Semoga kita semua, dan tentunya kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia tersebut terlebih Fatimah Binti Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Amin yaa Robbal’aalamiin.
Renungan:
Saudara – saudariku yang dirahmati ALLAH dalam nikmat Iman dan islam, bagaimanakah keadaan dirimu?? Adalah aku berharap agar nikmat dan karunia ALLAH Ta’ala senantiasa padamu. Saudara – saudariku, adakah telah sampai kepadamu perkabaran orang – orang shalih (Shalafush Shalih) terdahulu layaknya seperti kisah putri Rasulullah yang mulia “Fatimah Binti Muhammad” yang terkabarkan di atas??
Lihatlah gerangan mereka itu, penuh derita dan air mata. Akan tetapi didikan Rasulullah telah menanamkan kedalam qalbu-qalbu mereka untuk lebih banyak berasabar, hidup zuhud dan tawadhu dalam menghadapi dunianya. Sedang kamu pada masa sekarang ini hanya senantiasa bersuka ria dengan gemerlap duniawi yang melalikan kamu dari mengingat ALLAH Ta’ala, apakah didikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiada sampai daripadamu? Lalu apakah gerangannya yang lebih engkau kehendaki? Sesungguhnya..barang siapa yang mengkehndaki dunia, maka dunia inilah baginya sedang ia tiada akan beroleh apa-apa di negeri akhirat kelak.
Renungilah olehmu wahai saudara – saudariku..ALLAH Ta’ala telah memberikan suatu ajaran yang paling manis hukum-hukumnya serta demikian indah akan pelaksanaannya melalui tangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ahlul ba’it serta para salafush shalih pada masa nabi hingga sesudahnya yang penuh derita demi engkau wahai para mukminin lagi mukminah seluruhnya untuk menjadi tauladan bagimu agar engkau lebih zuhud dijalan rabbmu. Maka jika ALLAH Ta’ala menyerui kamu melalui firman-Nya (al-Qur’an) serta seruan sunnah Rasulullah (Al-Hadist), maka..janganlah kamu berkata “ya..kami patuh dan kami tunduk..” sedang kemudian kamu berpaling.
IBU
Jalannya sudah tertatih-tatih,
karena usianya sudah tua, sehingga kalau tidak perlu
sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai
seorang anak perempuan, ia harus tinggal di rumah jompo,
karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa
berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari
anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab
atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut agar ia
menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu
mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap
mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.
"hari ibu"Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat
di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak
ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis
maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya
cemohan, karena telahelahirkan seorang bayi haram tanpa bapa. Walaupun
demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari
Tuhan di mana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan
memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya
seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love – Kasih. Siang ia
harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus menjahit
sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia
bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai jam 2 pagi, tidur
lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah
ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan
restaurant. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun
biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena
ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya
akan datang balik kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau
memberikan ayah tiri kepada putrinya. Sejak ia melahirkan putrinya ia
menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu
terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli,
ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau
membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas
pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik
dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan.
"pengorbanan ibu"Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di
luaran sangat dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin
menjelang hari Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda
sebagai hadiah Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah
dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya,
maka dari itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan
sakit dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan
bekerja. Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering
sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan
putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun untuk
ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak sakit ia
tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi
putrinya yang tercinta. Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya
putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Di sana putrinya jatuh
cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken.
Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua.
Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia
merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu
pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon
suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Pada saat
putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya
pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak diundang, bahkan
kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi paling
belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan
memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia
tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh
menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya
telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar
berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat
mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi
ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk
ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan
kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena
keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya,
ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah
keluarga putrinya. "hari ibu"Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya
diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa
dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya
melainkan hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima
kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan. Di
rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan
binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya daripada
dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan dimaki oleh
putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya
bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di belakang
dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa
agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman
itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang
mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit
dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada
pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk
menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo. Puluhan tahun ia tidak bisa
dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pension
yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan
pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya. Pada
tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit lagi,
tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia
merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia
dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh
melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan seluruh
uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah
terakhir untuk putrinya. Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di
bawah nol dan salujupun turun dengan lebatnya, jangankan manusia
anjingpun pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran
sangat dingin, tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke
rumah putrinya. Ia ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang
terakhir kali. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu
datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena
jarak rumah jompo tempat di mana ia tinggal letaknya jauh dari rumah
putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nenek
tua yang berada dlm keadaan sakit. "kasih ibu"Setiba di rumah putrinya
dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata
purtinya sendiri yang membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya
tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah
rasa bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor:
“Kamu sudah bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah
kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di
belakang rumah!” “Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya
ingin memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali
lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja,
karena di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak
kuat lagi nak!” kata wanita tua itu. “Maaf saya tidak ada waktu, di
samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat
tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu,
jangan sembarangan datang begitu saja!” ucapan putrinya dengan nada
kesal. Setelah itu pintu ditutup dengan keras. Ia mengusir ibu
kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang pengemis. Tidak ada
rasa kasih, jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada. Setelah
beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau
pinjam telepon di rumah putrinya “Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami
pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab di
halte bus di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati
kedinginan!” "hari ibu"Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan
jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali
kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah
ia dapatkan selama hidupnya. Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan
anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga.
Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi
anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada
perkataan lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun.
Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit
dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari
tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah
kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja “Mother’s Day” sedangkan
di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan
hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu. Kita akan bisa lebih
membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita
untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun
hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita
terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu
jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis
dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir
kali berdoa untuk Ibu kita? Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita
masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu
telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
PESAN PESAN TERAKHIR RASULULLAH SAW
Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah meninggal dunia. Air
mata pun bercucuran, hati menjadi sedih dan tersiksa, dunia menjadi
gelap, dan orang-orang Mukmin mengingkari diri mereka sendiri.
Kekasih yang dicintai dan disenangi, sosok yang mulia dan seorang pendidik dan pengajar yang penuh rasa kasih sayang terhadap orang-orang Mukmin, telah pergi meninggalkan dunia
Perhatian orang yang kehilangan kekasih yang dicintai dan disenanginya adalah dengan cara menyegarkan kembali relung hatinya dengan kenang-kenangan …
Di sanalah dulu beliau duduk
Di sanalah dulu beliau berdiri
Beliau pernah berkata begini dan begitu
Beliau pernah melakukan ini dan itu
Perhatian orang yang kehilangan kekasih yang dicintainya adalah dengan merenungi kata-kata yang pernah diucapkannya dan ungkapanungkapan yang pernah dilontarkannya.
Perhatiannya adalah dengan mentadabburi wasiatnya dan menghadapkan seluruh jiwa kepadanya dengan melaksanakan apa yang di tuntut oleh kekasih yang telah pergi tersebut dengan penuh keikhlasan dan kejujuran.
Ia merenungi kata demi kata dan menjadikan huruf-hurufnya sebagai amal yang nyata.
Wahai orang-orang yang terluka hatinya lantaran kematian Nabi kalian, bergegaslah menuju wasiatnya.
Menghadaplah kepadanya dengan qalbu yang luluh, hati yang khusyu’, serta merendahkan diri.
Bacalah riwayat dari al-’Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu anhu, yaitu perkataannya: “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menasihati kami dengan nasihat yang begitu membekas, hingga hati bergetar dan air mata ber cucuran karenanya. Lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat dari seseorang yang
akan pergi, karenanya berwasiatlah kepada kami.’ Beliau Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, taat, dan patuh, sekalipun
yang memerintahkan kalian adalah seorang budak (Habasyi). Dan sesungguhnya barang
siapa (nanti) dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak perselisihan. Maka
wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin
yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.(1) Hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.”(2)
Disebutkan dalam satu riwayat: “Lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh ini adalah nasihat orang yang berpamitan, karenanya apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau Shalallallahu alihi wa sallam bersabda(3)
‘Sungguh aku telah meninggalkan kalian diatas agama (dan hujjah-ed) yang sangat jelas,
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat darinya setelahku kecuali orang yang
binasa. Barang siapa dari kalian yang masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak
perselisihan. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada apa yang telah
kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapatkan
petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.
Wajib atas kalian untuk taat, sekalipun kepada se orang budak dari negeri Habasyah,
karena seorang Mukmin itu laksana unta yang di cocok hidung nya,(4) ke mana saja dia
dituntun, maka dia akan mengikuti.’”
II NILAI WASIAT TERSEBUT
Sesungguhnya ia adalah wasiat dari se seorang yang berpamitan akan segera pergi dan wasiat dari orang yang dicintai. Bagaimana perasaan seorang ibu yang penyayang
ketika dia berpamitan dengan putranya yang sangat dicintai?
Bagaimana perasaan seorang ayah yang begitu pengasih ketika dia berpamitan dengan belahan hatinya?
Sungguh, situasi yang ada lebih besar dari itu dan permasalahannya lebih dahsyat darinya. Sesungguhnya Rasulullah berpamitan dengan para Sahabat dan ummat beliau, lalu apa yang akan beliau katakan kepada mereka?
Apakah beliau menjelaskan kepada mereka tentang hukum-hukum fiqih? Ataukah beliau menerangkan kepada mereka tentang pemasalahan-permasalahan aqidah yang belum pernah beliau jelaskan sebelumnya, ataukah masalah akhlak yang belum sempat beliau
bicarakan? Masalahnya lebih besar dari itu semua.
Sungguh agama ini telah sempurna dan kenikmatan telah lengkap. Sehingga wasiat ini pastilah merupakan wasiat yang paripurna, dan katakanlah jika engkau mau, itulah Ummul Washaayaa, induk dari seluruh wasiat.
Wasiat ini menghimpun semua kebaikan dan mencakup segala hal yang baik.
Wasiat ini memperingatkan dari segala kejahatan dan keburukan.
Wasiat ini memberimu (pemahaman tentang-ed) Islam, iman, dan ihsan dalam ungkapan-ungkapannya yang ringkas.
Wasiat ini mengeluarkanmu dari kebingungan dan kegelisahan, serta menunjukimu ke jalan yang lurus. Dan hal itu tidaklah mengherankan, karena sesungguhnya beliau n telah dianugerahi Jawaami’ul Kalim (ungkapan-ungkapan singkat yang mengandung makna luas-pent).
Wahai engkau yang mencari kebaikan, tujulah sumber mata air yang menyegarkan, agar
engkau dapat menghirup dari mata air yang jernih dan sumber air yang bening.
• “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menasihati kami dengan nasihat yang membekas”
Sesungguhnya nasihat itu merupakan respon atas perintah Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا…
“… dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisaa’: 63)
Dan firman-Nya:
…ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …”
(QS. An-Nahl: 125)
Ibnu Rajab rohimahullah berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam(5) “Balaaghah dalam nasihat (nasihat yang berbekas di hati-pen) adalah sesuatu yang dianggap baik, karena dia lebih dekat untuk dapat diterima oleh hati dan lebih memiliki daya tarik terhadapnya.
Balaaghah adalah menghantarkan kepada pemahaman makna-makna yang dimaksud
dan menyampaikannya kepada hati orang-orang yang mendengar dengan bentuk yang paling indah, dan tinjauan lafazh-lafazh yang menunjukkan hal itu, dengan bentuk yang paling fasih dan paling manis untuk didengar, serta membekas di dalam hati.
Beliau Shalallallahu alaihi wa sallam sendiri mempersingkat khutbah dan tidak memanjangkannya, namun beliau membuatnya begitu membekas dan ringkas.”
Disebutkan dalam kitab Shahiih Muslim (no. 866) dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu , dia berkata:
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam, shalat beliau itu sedang(6) dan khutbah beliau pun cukup sederhana.”
Muslim juga meriwayatkan(7), dari hadits Abu Wa-il, dia berkata: “’Ammar telah berkhutbah di hadapan kami, maka dia meringkas dan membuatnya membekas (di hati). Tatkala dia turun (dari mimbar), kami bertanya: ‘Hai Abu Yaqzhan, sungguh engkau telah membuatnya membekas (di hati) dan meringkas(nya). Seandainya saja tadi
engkau bernafas.(8) Dia berkata: ‘Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‘Sesungguhnya lamanya shalat seorang lakilaki dan singkatnya khutbahnya merupakan
Tanda(9) kedalaman ilmunya. Maka per panjanglah shalat dan persingkatlah khutbah. Dan sesungguhnya sebagian dari al-bayaan (bahasa yang fasih-ed) adalah sihir.”
Diriwayatkan dari Abu Zhabiyyah, bahwa pada suatu hari ‘Amr bin al-’Ash berkata—ada
se orang laki-laki berdiri (berkhutbah) dan memperbanyak omongannya lalu ‘Amr berkata:
“Seandainya dia menyederhanakan khutbahnya, niscaya hal itu lebih baik baginya. Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Sungguh aku telah mengetahui atau diperintahkan agar aku mempersingkat pem-
bicaraan, karena pembicaraan yang singkat itu adalah lebih baik.”(10) Bukankah kita telah kenyang dengan perkataan- perkataan yang indah dan khutbah yang bergema, namun di mana kedudukan kita saat ini?
Dimanakah posisi kita di antara ummat-ummat lain? Sesungguhnya kita berada pada zaman yang banyak para penceramahnya, namun sedikit orangorang yang dalam pemahamannya (tentang agama-ed).
Oh, Alangkah menyedihkannya! Sesungguhnya kita berada pada zaman (ketika
orang-ed) lebih banyak berbicara, namun sedikit berbuat. Oh, Alangkah meruginya!
• “Hingga hati bergetar dan air mata bercucuran karenanya”
Hati yang bergetar dan khusyu’ serta mata yang menangis hingga meneteskan air mata.
Sesungguhnya getaran jiwa tersebut benar-benar menunjukkan keimanan, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah, gemetarlah hati mereka …” (QS. Al-Anfaal: 2)
Mata yang seperti inilah yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (al-Qur-an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka Begitulah kiranya keadaan orang-orang Mukmin yang jujur dan khusyu’:
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” (QS. Al-Israa’: 109)
Hati mereka dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat dan (hal-hal yang dapat-ed) melembutkan hati dan mereka tidak menyikapinya seperti orang yang tuli dan buta.
Hal itu dikarenakan mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan mau beramal. Mereka beriman, jujur, patuh, dan selalu memohon ampunan. Hati mereka itu laksana hati burung.(11) Di antara buah dari kebeningan dan kelembutan hati, serta rasa takut dan cucuran air mata ini, adalah mereka meminta sebuah wasiat, mereka berkata:
“Seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka berwasiatlah kepada
kami.”(12)
Mungkin mereka telah melihat tanda-tanda bahwa kekasih yang paling mereka cintai akan segera pergi meninggalkan mereka. Dan tidak ada yang aneh dalam hal itu, karena mereka adalah para pemimpin bagi orang-orang yang mendalam pengetahuan (agamanya-ed), paham, dan panglima bagi para ulama.
Mereka tidak berhenti hanya dengan nasihat, kelembutan hati, faedah, hukum-hukum, dan khutbah-khutbah yang telah disampaikan, tetapi mereka menginginkan yang lebih dari itu.
Sesungguhnya mereka adalah para penuntut ilmu yang tidak pernah kenyang. Sesungguhnya mereka itulah para pencari kebaikan yang tidak pernah berhenti.
Sesungguhnya mereka menginginkan sebuah wasiat yang dapat menghimpun semuanya,
setelah mereka mendengar segala kebaikan dari Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam, agar mereka dapat memperbaiki amal perbuatannya di atas manhaj dan jalan beliau
setelah beliau wafat.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Ikutilah perintah-perintah Allah dan jauhilah larangan-larangan-Nya. Takutlah kepada-Nya dalam keadaan sepi dan ramai. Jauhilah hawa nafsu yang merupakan penyebab
kejahatan dan Neraka. Sucikanlah jiwa-jiwa kalian. Lindungilah diri kalian dari Neraka dengan amal-amal shalih yang bermanfaat.
Jika kalian diserang oleh dunia berikut keindahan dan sihirnya; atau sesuatu yang diharamkan berikut fitnahnya; atau oleh emas dengan kilauannya; dan atau oleh kesibukan-kesibukan berikut penggoda-penggodanya, maka ingatlah kepada sabdanya:
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah.” Jika kalian ingin terbebas dari keterhimpitan, kesusahan, dan bencana, serta kalian ingin diberi rizki dengan rizki yang halal juga diberi keluasan rizki, maka bertakwalah kepada Allah.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
… وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“… Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya …” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)
Jika kalian ingin agar Allah menjadikan urusan kalian menjadi mudah dan kalian terbebas
dari kesulitan, maka bertakwalah kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا…
“… dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath- Thalaaq: 4)
Jika kalian ingin mempelajari jalan menuju keselamatan, kebahagiaan, dan ketakwaan, maka bertakwalah kepada Allah.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“… Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Jika kalian wahai kaum Muslimin ingin men jadi pemimpin dan panutan, serta menjadi
pionir dalam semua ilmu dan bidang (kehidupan-ed), maka bertakwalah kepada Allah.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orangorang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Jika kalian ingin menjadi manusia paling mulia, maka bertakwalah kepada Allah:
….. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ…..
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu …” (QS. Al- Hujuraat: 13)
Jika kalian menginginkan penghidupan yang terjamin dan nyaman, maka kalian harus bertakwa kepada Allah.
Bukankah rasa jenuh dan sempitnya penghidupan itu dikarenakan sedikitnya ketakwaan?
Bukankah kejahatan-kejahatan yang memenuhi masyarakat, mengancam keamanan
dan ketenangan, disebabkan oleh minimnya ketakwaan? Bertakwa kepada Allah menuntutmu untuk dapat menerima kebenaran, sekalipun ke benaran itu berasal dari orang yang berbeda jenis kelaminnya denganmu, atau yang lebih rendah dari mu
dalam hal ras, harta, kedudukan, pangkat, atau pun usia.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Sebuah kalimat jaami’ (luas cakupannya-ed), yang sesuai dengan segala masa dan tempat. Sebuah kalimat yang cocok untuk kaum adam dan hawa, yang kaya dan yang miskin, juga kulit putih dan kulit hitam.
Sebuah kalimat yang dapat membahagiakan individu, masyarakat dan ummat baik di dunia maupun di akhirat, bila mereka mau mengamalkan konsekwensinya.
• “Patuh dan taat, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Seperti sabda beliau Shalallallahu alaihi wa sallam “Dengarkanlah dan patuhlah, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah yang kepalanya itu seperti kismis.”[13]
Dan seperti sabda beliau dalam sebuah hadits:
“Barang siapa melihat sesuatu yang tidak disukainya dari pemimpinnya, maka hendaklah
dia bersabar. Karena, tidaklah seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh satu
jengkal, lalu dia meninggal dunia, melainkan dia meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah.” [14]
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam juga bersabda:
“Patuh dan taat adalah wajib atas seorang Muslim, baik pada sesuatu yang ia sukai
maupun yang ia benci, selama dia tidak di perintahkan untuk melakukan suatu kemaksiatan. Namun, jika dia diperintahkan untuk melakukan suatu kemaksiatan, maka
tidak ada kepatuhan dan ketaatan.”[15]
• “Sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Maka, tidak sepatutnya ras itu menjadi penghalang bagimu untuk mendengar dan menerima kebenaran. Tidaklah dibenarkan jika warna kulit menjadi penghalang bagimu untuk taat dan mengambil yang benar.
Janganlah sekali-kali antara dirimu dengan kebenaran terhalang oleh penampilan fisik yang relatif dan bentuk luar yang hampa. Hendaklah kita waspada dari menyelisihi ini
semua, karena di belakangnya terdapat berbagai macam fitnah yang dahsyat dan musibah besar.
• “Dan sesungguhnya barang siapa dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihatbanyak perselisihan”
Saat ini kita hidup dalam banyak perselisihan. Perselisihan dalam aqidah, fiqih, politik, dan pemerintahan, bahkan hati kita pun berselisih. Dahulu merupakan kelompok yang satu, lalu menjadi beberapa kelompok. Dahulu memiliki seruan dakwah yang satu, nanum sekarang terpecah menjadi sekian banyak dakwah dan seruan.
Alangkah banyaknya jumlah buku dan perselisihan. Sampai-sampai seorang Muslim tidak tahu apa yang harus dia ambil dan apa yang harus dia tinggalkan, dari mana dia harus memulai dan bagaimana dia harus mengakhirinya.
Sesungguhnya perselisihan itu menyebabkan kebinasaan ummat. Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
“… dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu …” [16] (QS. Al-Anfaal:46)
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian berselisih, karena sesungguhnya ummat sebelum kalian telah
berselisih, lalu mereka binasa.”[17] Inilah saat ketika ummat-ummat lain mengerumuni
kalian sebagaimana orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangan dan wadah-wadahnya.
Hal ini terjadi bukan karena sedikitnya jumlah (kalian-ed), tetapi karena penyakit wahn
(cinta dunia dan membenci kematian-pent). Mengenai hal ini, Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Hampir saja ummat-ummat lain mengerumuni kalian, sebagaimana orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangannya.” Lalu, ada seseorang bertanya: “Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu?”
Beliau Shalallallahu alihi wa sallam menjawab: “Justru jumlah kalian banyak ketika itu, akan tetapi kalian bagaikan buih dalam air bah. Sungguh, Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut kepada kalian dan Dia akan memasukkan
dalam hati kalian penyakit wahn.” Lalu, ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apa itu penyakit wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan membenci kematian.”[18]
• “Niscaya dia akan melihat banyak perselisihan”
Mengapa terjadi banyak perselisihan? Karena mereka berpedoman kepada undangundang
dan peraturan-peraturan buatan manusia serta meninggalkan apa yang telah diturunkan
kepada mereka dari Rabb mereka.
Karena mereka lebih mengedepankan ucapan Zaid dan ‘Amr[19] daripada firman Allah dan hadits Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam.
Sesungguhnya penyebab banyaknya perselisihan adalah karena menerima dari selain Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
“… Kalau kiranya al-Qur-an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Sehingga penyebab lahirnya perselisihan adalah karena menjauhkan diri dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam. Karena apa saja yang berasal dari sisi Allah, maka tidak ada pertentangan di dalamnya, dan apa saja yang berasal dari selain Allah, niscaya di dalamnya terdapat pertentangan.
1 Maksudnya, komitmen terhadap Sunnah dan menjaganya, sebagaimana seseorang yang menggigit sesuatu tidak mau melepasnya dengan menggunakan gigi-gigi gerahamnya, karena khawatir hilang dan terlepas. Kata نواجذ (Nawaajidz), artinya: Gigi-gigi taring, dan ada yang mengatakan, yaitu gigi-gigi geraham.
2 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3851),at-Tirmidzi, Shahiih Sunanit Tirmidzi (no. 2157), Ibnu Majah, Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 40), dan lainnya.
Lihat: Shahiihut Targhiib wat Tarhiib (no. 34) dan Kitaabus Sunnah (no. 54) oleh Ibnu Abi ‘Ashim, dengan tahqiq guru kami rohimahullah . Dan disebutkan dalam satu riwayat an-Nasa-I dan al-Baihaqi yang tertera pada
kitab al-Asmaa-u wash Shifaat: كاُلُُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةُ “Dan setiap kesesatan tempatnya
di Neraka.” Dengan sanad yang shahih, sebagaimana disebut kan dalam kitab al-Ajwibatun Naafi’ah (hlm. 545) dan Ishlaahul Masaajid (hlm. 11).
3 Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 41).
4 Arti kata al-Anif, Ibnul Atsir berkata dalam kitab an-Nihaayah: Maksudnya, unta yang dicocok hidungnya, yaitu unta yang hidungnya dilukai dengan khisyasy (yaitu kayu yang dimasukkan ke dalam tulang hidung unta, lihat al-Muhiith), sehingga tidak membangkang terhadap orang yang menuntunnya, karena adanya rasa sakit pada hidungnya. Ada yang mengatakan: al-Anif, arti nya: Yang jinak.
5 Di bawah hadits kedua puluh delapan.
6 القَصْدُ مِنَ الأُمُوْرٍ (Al-Qashdu minal Umuur), artinya: Pertengahan di antara dua hal dan sederhana di dalam nya.
Disebutkan dalam kitab Faidhul Qadiir: قَصْدُ كُلِّ شَيْءٍ. (Qashdu kulli syai’), artinya: Melakukannya dengan baik.
7 Shahiih Muslim (no. 869)
8 Maksudnya, engkau memanjangkannya. Asalnya, ketika seorang pembicara mengambil nafas, maka dia akan memulai pembicaraan baru dan akan mudah baginya untuk berpanjang lebar. (an-Nihaayah).
9 Ma-innah, artinya tanda yang membuktikan kedalaman ilmunya. Dan hakikat kata ini adalah untuk penunjukan tempat, berdasarkan ucapan seseorang: “Sesungguhnya dia adalah seorang yang pintar.” (Faidhul Qadiir).
10 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 4187). sendiri) …” (QS. Al-Maa-idah: 83)
11) Yaitu, hati yang penuh dengan kepasrahan (tawakkal).Disebutkan dalam hadits ‘Umar bin al-Khaththab Rodhiyallahu anhu secara marfu’:
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, pastilah Dia memberimu rizki, sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam keadan kenyang.” (HR. Ahmad (no. 200, 348, dan 351), at-Tirmidzi (no. 2266), Ibnu Majah (no. 4154).-pent.
12) Ibnu Rajab berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: “Dan ucapan para Sahabat: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka berwasiatlah kepada kami.’ Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah membuat nasihat tersebut membekas di hati lebih dari apa yang pernah beliau lakukan pada nasihat lainnya. Karena itulah, mereka paham bahwa itu adalah nasihat seorang yang akan segera berpamitan. Sebab, seseorang yang akan berpamitan untuk pergi, benar-benar akan meneliti terhadap ucapan dan perbuatannya, tidak seperti yang dilakukannya pada lainnya. Karena itulah, Nabi n memerintahkan agar, bila seseorang shalat, layaknya seperti shalat muwaddi’ (orang yang berpamitan), karena barang siapa yang merasa bahwa dia adalah seorang yang akan berpamitan dengan shalatnya, maka dia akan melakukannya dengan cara yang paling tepat dan sempurna …”
13) HR. Al-Bukhari (no. 7142).
14) HR. Al-Bukhari (no. 7143).
15) HR. Al-Bukhari (no. 7144). Nash-nash semacam ini dijadikan dalil oleh orang yang berargumen tentang pembentukan partai atau pun kelompok tertentu. Namun sebenarnya tidak ada bagian dari nash tersebut yang dapat mendukung argumentasi itu. Karena hal ini justru hanya akan menambah perpecahan dan ketercerai-beraian di kalangan kaum Muslimin. Kami memohon kepada Allah agar di berikan hidayah.
16) “Yaitu, kekuatan dan kehebatan kalian serta perhatian kalian.” (Tafsiir Ibni Katsiir).
17) HR. Al-Bukhari (no. 2410).
18) HR. Abu Dawud dan lainnya. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 958).
19) Kedua nama ini biasa dijadikan contoh dalam pelajaran tata bahasa Arab. Zaid berarti tambah dan ‘Amr berarti ramai. Tujuannya agar pelajaran semakin bertambah dan ramai oleh orang yang belajar,-pent.
Sumber : Pesan- Pesan Terakhir Rasulullah shalallallahu alaihi wa sallam (Washiyyatu Muwaddi’) karya Syaikh Husain bin ’Audah al-’Awayisyah Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Kekasih yang dicintai dan disenangi, sosok yang mulia dan seorang pendidik dan pengajar yang penuh rasa kasih sayang terhadap orang-orang Mukmin, telah pergi meninggalkan dunia
Perhatian orang yang kehilangan kekasih yang dicintai dan disenanginya adalah dengan cara menyegarkan kembali relung hatinya dengan kenang-kenangan …
Di sanalah dulu beliau duduk
Di sanalah dulu beliau berdiri
Beliau pernah berkata begini dan begitu
Beliau pernah melakukan ini dan itu
Perhatian orang yang kehilangan kekasih yang dicintainya adalah dengan merenungi kata-kata yang pernah diucapkannya dan ungkapanungkapan yang pernah dilontarkannya.
Perhatiannya adalah dengan mentadabburi wasiatnya dan menghadapkan seluruh jiwa kepadanya dengan melaksanakan apa yang di tuntut oleh kekasih yang telah pergi tersebut dengan penuh keikhlasan dan kejujuran.
Ia merenungi kata demi kata dan menjadikan huruf-hurufnya sebagai amal yang nyata.
Wahai orang-orang yang terluka hatinya lantaran kematian Nabi kalian, bergegaslah menuju wasiatnya.
Menghadaplah kepadanya dengan qalbu yang luluh, hati yang khusyu’, serta merendahkan diri.
Bacalah riwayat dari al-’Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu anhu, yaitu perkataannya: “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menasihati kami dengan nasihat yang begitu membekas, hingga hati bergetar dan air mata ber cucuran karenanya. Lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat dari seseorang yang
akan pergi, karenanya berwasiatlah kepada kami.’ Beliau Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, taat, dan patuh, sekalipun
yang memerintahkan kalian adalah seorang budak (Habasyi). Dan sesungguhnya barang
siapa (nanti) dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak perselisihan. Maka
wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin
yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.(1) Hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.”(2)
Disebutkan dalam satu riwayat: “Lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh ini adalah nasihat orang yang berpamitan, karenanya apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau Shalallallahu alihi wa sallam bersabda(3)
‘Sungguh aku telah meninggalkan kalian diatas agama (dan hujjah-ed) yang sangat jelas,
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat darinya setelahku kecuali orang yang
binasa. Barang siapa dari kalian yang masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak
perselisihan. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada apa yang telah
kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapatkan
petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.
Wajib atas kalian untuk taat, sekalipun kepada se orang budak dari negeri Habasyah,
karena seorang Mukmin itu laksana unta yang di cocok hidung nya,(4) ke mana saja dia
dituntun, maka dia akan mengikuti.’”
II NILAI WASIAT TERSEBUT
Sesungguhnya ia adalah wasiat dari se seorang yang berpamitan akan segera pergi dan wasiat dari orang yang dicintai. Bagaimana perasaan seorang ibu yang penyayang
ketika dia berpamitan dengan putranya yang sangat dicintai?
Bagaimana perasaan seorang ayah yang begitu pengasih ketika dia berpamitan dengan belahan hatinya?
Sungguh, situasi yang ada lebih besar dari itu dan permasalahannya lebih dahsyat darinya. Sesungguhnya Rasulullah berpamitan dengan para Sahabat dan ummat beliau, lalu apa yang akan beliau katakan kepada mereka?
Apakah beliau menjelaskan kepada mereka tentang hukum-hukum fiqih? Ataukah beliau menerangkan kepada mereka tentang pemasalahan-permasalahan aqidah yang belum pernah beliau jelaskan sebelumnya, ataukah masalah akhlak yang belum sempat beliau
bicarakan? Masalahnya lebih besar dari itu semua.
Sungguh agama ini telah sempurna dan kenikmatan telah lengkap. Sehingga wasiat ini pastilah merupakan wasiat yang paripurna, dan katakanlah jika engkau mau, itulah Ummul Washaayaa, induk dari seluruh wasiat.
Wasiat ini menghimpun semua kebaikan dan mencakup segala hal yang baik.
Wasiat ini memperingatkan dari segala kejahatan dan keburukan.
Wasiat ini memberimu (pemahaman tentang-ed) Islam, iman, dan ihsan dalam ungkapan-ungkapannya yang ringkas.
Wasiat ini mengeluarkanmu dari kebingungan dan kegelisahan, serta menunjukimu ke jalan yang lurus. Dan hal itu tidaklah mengherankan, karena sesungguhnya beliau n telah dianugerahi Jawaami’ul Kalim (ungkapan-ungkapan singkat yang mengandung makna luas-pent).
Wahai engkau yang mencari kebaikan, tujulah sumber mata air yang menyegarkan, agar
engkau dapat menghirup dari mata air yang jernih dan sumber air yang bening.
• “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menasihati kami dengan nasihat yang membekas”
Sesungguhnya nasihat itu merupakan respon atas perintah Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا…
“… dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisaa’: 63)
Dan firman-Nya:
…ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …”
(QS. An-Nahl: 125)
Ibnu Rajab rohimahullah berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam(5) “Balaaghah dalam nasihat (nasihat yang berbekas di hati-pen) adalah sesuatu yang dianggap baik, karena dia lebih dekat untuk dapat diterima oleh hati dan lebih memiliki daya tarik terhadapnya.
Balaaghah adalah menghantarkan kepada pemahaman makna-makna yang dimaksud
dan menyampaikannya kepada hati orang-orang yang mendengar dengan bentuk yang paling indah, dan tinjauan lafazh-lafazh yang menunjukkan hal itu, dengan bentuk yang paling fasih dan paling manis untuk didengar, serta membekas di dalam hati.
Beliau Shalallallahu alaihi wa sallam sendiri mempersingkat khutbah dan tidak memanjangkannya, namun beliau membuatnya begitu membekas dan ringkas.”
Disebutkan dalam kitab Shahiih Muslim (no. 866) dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu , dia berkata:
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam, shalat beliau itu sedang(6) dan khutbah beliau pun cukup sederhana.”
Muslim juga meriwayatkan(7), dari hadits Abu Wa-il, dia berkata: “’Ammar telah berkhutbah di hadapan kami, maka dia meringkas dan membuatnya membekas (di hati). Tatkala dia turun (dari mimbar), kami bertanya: ‘Hai Abu Yaqzhan, sungguh engkau telah membuatnya membekas (di hati) dan meringkas(nya). Seandainya saja tadi
engkau bernafas.(8) Dia berkata: ‘Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‘Sesungguhnya lamanya shalat seorang lakilaki dan singkatnya khutbahnya merupakan
Tanda(9) kedalaman ilmunya. Maka per panjanglah shalat dan persingkatlah khutbah. Dan sesungguhnya sebagian dari al-bayaan (bahasa yang fasih-ed) adalah sihir.”
Diriwayatkan dari Abu Zhabiyyah, bahwa pada suatu hari ‘Amr bin al-’Ash berkata—ada
se orang laki-laki berdiri (berkhutbah) dan memperbanyak omongannya lalu ‘Amr berkata:
“Seandainya dia menyederhanakan khutbahnya, niscaya hal itu lebih baik baginya. Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Sungguh aku telah mengetahui atau diperintahkan agar aku mempersingkat pem-
bicaraan, karena pembicaraan yang singkat itu adalah lebih baik.”(10) Bukankah kita telah kenyang dengan perkataan- perkataan yang indah dan khutbah yang bergema, namun di mana kedudukan kita saat ini?
Dimanakah posisi kita di antara ummat-ummat lain? Sesungguhnya kita berada pada zaman yang banyak para penceramahnya, namun sedikit orangorang yang dalam pemahamannya (tentang agama-ed).
Oh, Alangkah menyedihkannya! Sesungguhnya kita berada pada zaman (ketika
orang-ed) lebih banyak berbicara, namun sedikit berbuat. Oh, Alangkah meruginya!
• “Hingga hati bergetar dan air mata bercucuran karenanya”
Hati yang bergetar dan khusyu’ serta mata yang menangis hingga meneteskan air mata.
Sesungguhnya getaran jiwa tersebut benar-benar menunjukkan keimanan, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah, gemetarlah hati mereka …” (QS. Al-Anfaal: 2)
Mata yang seperti inilah yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (al-Qur-an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka Begitulah kiranya keadaan orang-orang Mukmin yang jujur dan khusyu’:
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” (QS. Al-Israa’: 109)
Hati mereka dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat dan (hal-hal yang dapat-ed) melembutkan hati dan mereka tidak menyikapinya seperti orang yang tuli dan buta.
Hal itu dikarenakan mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan mau beramal. Mereka beriman, jujur, patuh, dan selalu memohon ampunan. Hati mereka itu laksana hati burung.(11) Di antara buah dari kebeningan dan kelembutan hati, serta rasa takut dan cucuran air mata ini, adalah mereka meminta sebuah wasiat, mereka berkata:
“Seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka berwasiatlah kepada
kami.”(12)
Mungkin mereka telah melihat tanda-tanda bahwa kekasih yang paling mereka cintai akan segera pergi meninggalkan mereka. Dan tidak ada yang aneh dalam hal itu, karena mereka adalah para pemimpin bagi orang-orang yang mendalam pengetahuan (agamanya-ed), paham, dan panglima bagi para ulama.
Mereka tidak berhenti hanya dengan nasihat, kelembutan hati, faedah, hukum-hukum, dan khutbah-khutbah yang telah disampaikan, tetapi mereka menginginkan yang lebih dari itu.
Sesungguhnya mereka adalah para penuntut ilmu yang tidak pernah kenyang. Sesungguhnya mereka itulah para pencari kebaikan yang tidak pernah berhenti.
Sesungguhnya mereka menginginkan sebuah wasiat yang dapat menghimpun semuanya,
setelah mereka mendengar segala kebaikan dari Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam, agar mereka dapat memperbaiki amal perbuatannya di atas manhaj dan jalan beliau
setelah beliau wafat.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Ikutilah perintah-perintah Allah dan jauhilah larangan-larangan-Nya. Takutlah kepada-Nya dalam keadaan sepi dan ramai. Jauhilah hawa nafsu yang merupakan penyebab
kejahatan dan Neraka. Sucikanlah jiwa-jiwa kalian. Lindungilah diri kalian dari Neraka dengan amal-amal shalih yang bermanfaat.
Jika kalian diserang oleh dunia berikut keindahan dan sihirnya; atau sesuatu yang diharamkan berikut fitnahnya; atau oleh emas dengan kilauannya; dan atau oleh kesibukan-kesibukan berikut penggoda-penggodanya, maka ingatlah kepada sabdanya:
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah.” Jika kalian ingin terbebas dari keterhimpitan, kesusahan, dan bencana, serta kalian ingin diberi rizki dengan rizki yang halal juga diberi keluasan rizki, maka bertakwalah kepada Allah.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
… وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“… Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya …” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)
Jika kalian ingin agar Allah menjadikan urusan kalian menjadi mudah dan kalian terbebas
dari kesulitan, maka bertakwalah kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا…
“… dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath- Thalaaq: 4)
Jika kalian ingin mempelajari jalan menuju keselamatan, kebahagiaan, dan ketakwaan, maka bertakwalah kepada Allah.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“… Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Jika kalian wahai kaum Muslimin ingin men jadi pemimpin dan panutan, serta menjadi
pionir dalam semua ilmu dan bidang (kehidupan-ed), maka bertakwalah kepada Allah.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orangorang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Jika kalian ingin menjadi manusia paling mulia, maka bertakwalah kepada Allah:
….. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ…..
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu …” (QS. Al- Hujuraat: 13)
Jika kalian menginginkan penghidupan yang terjamin dan nyaman, maka kalian harus bertakwa kepada Allah.
Bukankah rasa jenuh dan sempitnya penghidupan itu dikarenakan sedikitnya ketakwaan?
Bukankah kejahatan-kejahatan yang memenuhi masyarakat, mengancam keamanan
dan ketenangan, disebabkan oleh minimnya ketakwaan? Bertakwa kepada Allah menuntutmu untuk dapat menerima kebenaran, sekalipun ke benaran itu berasal dari orang yang berbeda jenis kelaminnya denganmu, atau yang lebih rendah dari mu
dalam hal ras, harta, kedudukan, pangkat, atau pun usia.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Sebuah kalimat jaami’ (luas cakupannya-ed), yang sesuai dengan segala masa dan tempat. Sebuah kalimat yang cocok untuk kaum adam dan hawa, yang kaya dan yang miskin, juga kulit putih dan kulit hitam.
Sebuah kalimat yang dapat membahagiakan individu, masyarakat dan ummat baik di dunia maupun di akhirat, bila mereka mau mengamalkan konsekwensinya.
• “Patuh dan taat, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Seperti sabda beliau Shalallallahu alaihi wa sallam “Dengarkanlah dan patuhlah, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah yang kepalanya itu seperti kismis.”[13]
Dan seperti sabda beliau dalam sebuah hadits:
“Barang siapa melihat sesuatu yang tidak disukainya dari pemimpinnya, maka hendaklah
dia bersabar. Karena, tidaklah seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh satu
jengkal, lalu dia meninggal dunia, melainkan dia meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah.” [14]
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam juga bersabda:
“Patuh dan taat adalah wajib atas seorang Muslim, baik pada sesuatu yang ia sukai
maupun yang ia benci, selama dia tidak di perintahkan untuk melakukan suatu kemaksiatan. Namun, jika dia diperintahkan untuk melakukan suatu kemaksiatan, maka
tidak ada kepatuhan dan ketaatan.”[15]
• “Sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Maka, tidak sepatutnya ras itu menjadi penghalang bagimu untuk mendengar dan menerima kebenaran. Tidaklah dibenarkan jika warna kulit menjadi penghalang bagimu untuk taat dan mengambil yang benar.
Janganlah sekali-kali antara dirimu dengan kebenaran terhalang oleh penampilan fisik yang relatif dan bentuk luar yang hampa. Hendaklah kita waspada dari menyelisihi ini
semua, karena di belakangnya terdapat berbagai macam fitnah yang dahsyat dan musibah besar.
• “Dan sesungguhnya barang siapa dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihatbanyak perselisihan”
Saat ini kita hidup dalam banyak perselisihan. Perselisihan dalam aqidah, fiqih, politik, dan pemerintahan, bahkan hati kita pun berselisih. Dahulu merupakan kelompok yang satu, lalu menjadi beberapa kelompok. Dahulu memiliki seruan dakwah yang satu, nanum sekarang terpecah menjadi sekian banyak dakwah dan seruan.
Alangkah banyaknya jumlah buku dan perselisihan. Sampai-sampai seorang Muslim tidak tahu apa yang harus dia ambil dan apa yang harus dia tinggalkan, dari mana dia harus memulai dan bagaimana dia harus mengakhirinya.
Sesungguhnya perselisihan itu menyebabkan kebinasaan ummat. Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
“… dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu …” [16] (QS. Al-Anfaal:46)
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian berselisih, karena sesungguhnya ummat sebelum kalian telah
berselisih, lalu mereka binasa.”[17] Inilah saat ketika ummat-ummat lain mengerumuni
kalian sebagaimana orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangan dan wadah-wadahnya.
Hal ini terjadi bukan karena sedikitnya jumlah (kalian-ed), tetapi karena penyakit wahn
(cinta dunia dan membenci kematian-pent). Mengenai hal ini, Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Hampir saja ummat-ummat lain mengerumuni kalian, sebagaimana orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangannya.” Lalu, ada seseorang bertanya: “Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu?”
Beliau Shalallallahu alihi wa sallam menjawab: “Justru jumlah kalian banyak ketika itu, akan tetapi kalian bagaikan buih dalam air bah. Sungguh, Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut kepada kalian dan Dia akan memasukkan
dalam hati kalian penyakit wahn.” Lalu, ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apa itu penyakit wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan membenci kematian.”[18]
• “Niscaya dia akan melihat banyak perselisihan”
Mengapa terjadi banyak perselisihan? Karena mereka berpedoman kepada undangundang
dan peraturan-peraturan buatan manusia serta meninggalkan apa yang telah diturunkan
kepada mereka dari Rabb mereka.
Karena mereka lebih mengedepankan ucapan Zaid dan ‘Amr[19] daripada firman Allah dan hadits Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam.
Sesungguhnya penyebab banyaknya perselisihan adalah karena menerima dari selain Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
“… Kalau kiranya al-Qur-an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Sehingga penyebab lahirnya perselisihan adalah karena menjauhkan diri dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam. Karena apa saja yang berasal dari sisi Allah, maka tidak ada pertentangan di dalamnya, dan apa saja yang berasal dari selain Allah, niscaya di dalamnya terdapat pertentangan.
1 Maksudnya, komitmen terhadap Sunnah dan menjaganya, sebagaimana seseorang yang menggigit sesuatu tidak mau melepasnya dengan menggunakan gigi-gigi gerahamnya, karena khawatir hilang dan terlepas. Kata نواجذ (Nawaajidz), artinya: Gigi-gigi taring, dan ada yang mengatakan, yaitu gigi-gigi geraham.
2 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3851),at-Tirmidzi, Shahiih Sunanit Tirmidzi (no. 2157), Ibnu Majah, Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 40), dan lainnya.
Lihat: Shahiihut Targhiib wat Tarhiib (no. 34) dan Kitaabus Sunnah (no. 54) oleh Ibnu Abi ‘Ashim, dengan tahqiq guru kami rohimahullah . Dan disebutkan dalam satu riwayat an-Nasa-I dan al-Baihaqi yang tertera pada
kitab al-Asmaa-u wash Shifaat: كاُلُُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةُ “Dan setiap kesesatan tempatnya
di Neraka.” Dengan sanad yang shahih, sebagaimana disebut kan dalam kitab al-Ajwibatun Naafi’ah (hlm. 545) dan Ishlaahul Masaajid (hlm. 11).
3 Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 41).
4 Arti kata al-Anif, Ibnul Atsir berkata dalam kitab an-Nihaayah: Maksudnya, unta yang dicocok hidungnya, yaitu unta yang hidungnya dilukai dengan khisyasy (yaitu kayu yang dimasukkan ke dalam tulang hidung unta, lihat al-Muhiith), sehingga tidak membangkang terhadap orang yang menuntunnya, karena adanya rasa sakit pada hidungnya. Ada yang mengatakan: al-Anif, arti nya: Yang jinak.
5 Di bawah hadits kedua puluh delapan.
6 القَصْدُ مِنَ الأُمُوْرٍ (Al-Qashdu minal Umuur), artinya: Pertengahan di antara dua hal dan sederhana di dalam nya.
Disebutkan dalam kitab Faidhul Qadiir: قَصْدُ كُلِّ شَيْءٍ. (Qashdu kulli syai’), artinya: Melakukannya dengan baik.
7 Shahiih Muslim (no. 869)
8 Maksudnya, engkau memanjangkannya. Asalnya, ketika seorang pembicara mengambil nafas, maka dia akan memulai pembicaraan baru dan akan mudah baginya untuk berpanjang lebar. (an-Nihaayah).
9 Ma-innah, artinya tanda yang membuktikan kedalaman ilmunya. Dan hakikat kata ini adalah untuk penunjukan tempat, berdasarkan ucapan seseorang: “Sesungguhnya dia adalah seorang yang pintar.” (Faidhul Qadiir).
10 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 4187). sendiri) …” (QS. Al-Maa-idah: 83)
11) Yaitu, hati yang penuh dengan kepasrahan (tawakkal).Disebutkan dalam hadits ‘Umar bin al-Khaththab Rodhiyallahu anhu secara marfu’:
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, pastilah Dia memberimu rizki, sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam keadan kenyang.” (HR. Ahmad (no. 200, 348, dan 351), at-Tirmidzi (no. 2266), Ibnu Majah (no. 4154).-pent.
12) Ibnu Rajab berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: “Dan ucapan para Sahabat: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka berwasiatlah kepada kami.’ Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah membuat nasihat tersebut membekas di hati lebih dari apa yang pernah beliau lakukan pada nasihat lainnya. Karena itulah, mereka paham bahwa itu adalah nasihat seorang yang akan segera berpamitan. Sebab, seseorang yang akan berpamitan untuk pergi, benar-benar akan meneliti terhadap ucapan dan perbuatannya, tidak seperti yang dilakukannya pada lainnya. Karena itulah, Nabi n memerintahkan agar, bila seseorang shalat, layaknya seperti shalat muwaddi’ (orang yang berpamitan), karena barang siapa yang merasa bahwa dia adalah seorang yang akan berpamitan dengan shalatnya, maka dia akan melakukannya dengan cara yang paling tepat dan sempurna …”
13) HR. Al-Bukhari (no. 7142).
14) HR. Al-Bukhari (no. 7143).
15) HR. Al-Bukhari (no. 7144). Nash-nash semacam ini dijadikan dalil oleh orang yang berargumen tentang pembentukan partai atau pun kelompok tertentu. Namun sebenarnya tidak ada bagian dari nash tersebut yang dapat mendukung argumentasi itu. Karena hal ini justru hanya akan menambah perpecahan dan ketercerai-beraian di kalangan kaum Muslimin. Kami memohon kepada Allah agar di berikan hidayah.
16) “Yaitu, kekuatan dan kehebatan kalian serta perhatian kalian.” (Tafsiir Ibni Katsiir).
17) HR. Al-Bukhari (no. 2410).
18) HR. Abu Dawud dan lainnya. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 958).
19) Kedua nama ini biasa dijadikan contoh dalam pelajaran tata bahasa Arab. Zaid berarti tambah dan ‘Amr berarti ramai. Tujuannya agar pelajaran semakin bertambah dan ramai oleh orang yang belajar,-pent.
Sumber : Pesan- Pesan Terakhir Rasulullah shalallallahu alaihi wa sallam (Washiyyatu Muwaddi’) karya Syaikh Husain bin ’Audah al-’Awayisyah Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Abdullah bin Abbas : Sang Penerjemah Qur'an
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum karena kitab ini (yakni Al-Quran) dan merendahkan kaum lainnya dengannya.” [H.R. Muslim dari shahabat Umar bin Al-Khaththab z].
Inilah sepenggal hadits yang menunjukkan dahsyatnya ilmu Al-Quran. Ilmu ini akan mengangkat derajat suatu kaum atau merendahkannya tergantung dengan kualitas keilmuan dan pengamalan Al-Quran.
Dalam sejarah Islam yang gemilang, tercatatlah nama Abul Abbas Abdullah bin Abbas c. Beliau adalah seorang shahabat mulia yang telah mengecap manisnya ilmu syariat semenjak kecil. Kemuliaan demi kemuliaan dia raih setimpal dengan ilmu yang dia peroleh. Tentu kisahnya menarik untuk kita cermati dan kita ambil pelajaran darinya.
Abdullah bin Abbas
Abdullah bin Abbas adalah anak dari Al-Abbas bin Abdul Muththalib bin Qushay Al-Qurasyi z, paman Nabi `. Ibu beliau bernama Ummul Fadhl Lubabah binti Al-Harits Al-Hilaliyah. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah Nabi ` ke Madinah dan berumur tiga belas tahun ketika Nabi meninggal. Dalam sebagian riwayat disebutkan, beliau berbadan gemuk, putih, dan tinggi. Beliau adalah seorang yang pandai serta fasih berbicara. Banyak dari lawan bicara Ibnu Abbas mengikuti pendapatnya setelah berdialog dengannya. Seorang ulama tabi’in, Masruq bin Al-Ajda’ v mengatakan, “Ketika aku melihat Abdullah bin Abbas, aku katakan, ‘Dia adalah orang yang paling tampan.’ Lalu ketika dia berbicara aku katakan, ‘Dia orang yang paling pandai bicara.’ Dan ketika dia berbicara aku katakan, ‘Dia orang yang paling berilmu.’”
Ulama tabi’in lainnya, Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah v mengatakan, “Ibnu Abbas berkhutbah kepada kami pada musim haji. Beliau membuka dengan Surat Nur. Beliau membacanya dan menafsirkannya. Aku pun mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat atau mendengar ucapan seseorang yang semisal ini. Anda Persia, Romawi, dan Turki mendengarnya, niscaya mereka akan masuk Islam.”
Soal tafsir pun Ibnu Abbas c ahlinya. Abdullah bin Mas’ud z,, seorang ulama shahabat, mengakui kepiawaian Ibnu Abbas c dengan mengatakan, “Penafsir Al-Quran yang paling baik adalah Ibnu Abbas. Jika dia berumur seperti kita, niscaya tidak ada seorang pun dari kita yang ilmunya mencapai sepersepuluh ilmunya.”
Al-Qasim bin Muhammad mengatakan tentangnya, “Aku tidak melihat di majelis Ibnu Abbas satu kebatilan pun. Aku tidak pernah mendengar fatwa yang lebih cocok dengan sunnah daripada fatwanya. Para muridnya menjuluki beliau Al-Bahr (lautan ilmu) dan Al-Habr (tinta).” Demikianlah, Ibnu Abbas c dijuluki Habrul Ummah.
Siapa tak kenal Umar bin Al-Khaththab z, Sang Khalifah kedua setelah Abu Bakr? Ternyata, shahabat sekelas Umar pun mengakui keilmuan Ibnu Abbas yang waktu itu masih muda. Tercatat oleh Al-Bukhari di dalam kitab Shahih beliau bahwasanya suatu saat Umar memasukkan Ibnu Abbas muda ke dalam majelisnya bersama para tokoh Islam. Pada waktu itu, para tokoh Badr yang telah matang dalam usia sangsi akan kemampuan Ibnu Abbas. Mereka pun bertanya kepada Umar, “Kenapa Anda memasukkan pemuda ini ke tengah majelis kita padahal kami juga punya anak seperti dia?”
Umar pun menjawab, “Kalian telah mengetahui tentangnya (yakni kepandaiannya, red.)”
Suatu saat, Umar memanggil Ibnu Abbas ke tengah majelis mereka untuk memperlihatkan kepandaian Ibnu Abbas. Umar menanyakan kepada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Jika telah datang pertolongan Allah dan penaklukan.’ [Q.S. Al-Nashr:1-3]?”
Sebagian tokoh Badr tersebut pun menjawab, “Allah memerintahkan kita untuk beristighfar setelah Allah menolong dan memudahkan kita untuk menaklukkan kota Mekah.” Sedang sebagian lainnya memilih diam.
Sekarang giliran Ibnu Abbas, “Demikiankah?” kata Umar kepada Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak.”
“Lantas, apa menurutmu?” tanya Umar.
Ibnu Abbas mengatakan, “Itu adalah wafatnya Rasulullah `, Allah memberitahukannya kepada beliau. ‘Jika datang kepadamu pertolongan dan penaklukan.’ [Q.S. Al-Nashr:1] itu adalah tanda dari dekatnya wafat Nabi ` ‘Maka bertasbihlah dengan pujian kepada Rabbmu dan mintalah ampun. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun.’ [Q.S. An-Nashr:3].
Umar pun mengatakan, “Aku tidak mengetahuinya kecuali seperti apa yang engkau katakan.”
Demikianlah ketajaman dan ketelitian Ibnu Abbas dalam memahami wahyu. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar tidak biasa digunakan ketika terjadi kemenangan dan penaklukan. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar dan taubat biasanya digunakan untuk mengakhiri sesuatu, maka dia pun menafsirkan pertolongan dan penaklukan dalam ayat tersebut sebagai tanda akan diwafatkannya beliau. [I’lamul Muwaqqi’in karya Ibnul Qayyim v].
Tidak hanya tafsir, Ibnu Abbas juga pandai dalam banyak perkara. Murid Ibnu Abbas, Atha` bin Abi Rabah v mengatakan, “Banyak orang mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari syair dan nasab-nasab. Orang yang lain mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari sejarah hari-hari peperangan. Dan kelompok lainnya mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari ilmu agama dan fikih. Tidak ada satu golongan pun dari mereka kecuali mendapatkan apa yang mereka mau.”
Berawal Dari Doa Yang Mustajab
Berbagai keutamaan yang Ibnu Abbas raih ini sejatinya tidak lepas dari doa mustajab yang dipanjatkan oleh Rasulullah `. Saat itu, Rasulullah ` hendak buang hajat. Ibnu Abbas kecil memahami kebiasaan Rasulullah ` yang berwudhu setiap kali habis dari buang hajat. Dia pun meletakkan air wudhu di tempat keluarnya Nabi `. Lantas, ketika Nabi ` melihat air wudhu yang sudah dipersiapkan, Rasulullah ` pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Ibnu Abbas menjawab, “Ibnu Abbas.” Maka Rasulullah ` pun meletakkan telapak tangannya yang mulia di bahu Ibnu Abbas kecil seraya berdoa:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, berilah dia pemahaman dalam masalah agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir.” [H.R. Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya, ini lafazh Imam Ahmad].
Nah, dari doa inilah kemuliaan demi kemuliaan kemudian dia peroleh. Namun, tentu saja kemuliaan ini bukan turun dari langit begitu saja. Allah memberi taufik kepada Ibnu Abbas untuk menuntut dan mencari kemuliaan tersebut dengan sepenuh tenaga yang Allah karuniakan kepadanya, bukan hanya dengan berpangku tangan.
Ibnu Abbas menuturkan pengalamannya dalam menuntut ilmu, “Tatkala Rasulullah ` telah berpulang ke hadirat Allah, aku mengatakan kepada seorang Anshar, ‘Mari kita bertanya kepada para shahabat Rasulullah `, mumpung sekarang mereka masih banyak.’
Orang Anshar itu pun menukas, ‘Aku heran, apakah engkau menyangka bahwa manusia membutuhkan dirimu?’”
Ibnu Abbas tidak menggubris ucapannya. Dia pergi menemui para shahabat dan menanyai mereka. Ibnu Abbas melanjutkan penuturannya, “Suatu hari, aku mengetahui ada hadits dari seseorang. Aku pun mendatangi pintunya. Ternyata orang tersebut sedang tidur siang. Aku pun beralas baju atasku (pada waktu itu, baju atas berupa selendang) menunggunya di depan pintu. Angin meniupkan debu ke wajahku. Lalu, setelah orang tersebut pun keluar dan melihatku, dia berkata, ‘Wahai sepupu Rasulullah, kebutuhan apa gerangan yang membuat Anda datang kepadaku? Kenapa Anda tidak mengutus seseorang untuk kemudian aku yang akan mendatangi Anda?’
Aku pun mengatakan, ‘Tidak. Aku lebih berhak untuk mendatangimu lalu menanyaimu tentang hadits.’
Orang Anshar tadi pun hidup hingga melihat orang-orang mengelilingiku untuk menanyaiku. Dia pun berkata, ‘Sejak dahulu, pemuda ini lebih pandai dariku.’”
Demikianlah Ibnu Abbas yang sangat menghargai ilmu. Dia datang merendahkan diri untuk mendapatkan ilmu, bukan dengan menunggu datangnya ilmu.
Selain itu, Ibnu Abbas c sangat menghargai dan menghormati para ulama disebabkan ilmu mereka. Seorang ulama tabi’in Asy-Sya’bi mengisahkan, “Zaid bin Tsabit z (seorang ulama shahabat) mengendarai unta. Ibnu Abbas pun menuntun untanya. Zaid mengatakan, ‘Jangan lakukan, wahai sepupu Rasulullah `.’ Ibnu Abbas pun menyahut, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami.’ Kemudian, Zaid bin Tsabit mencium tangannya dan mengatakan, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan keluarga Nabi kami.”
Akhir Hayat Ibnu Abbas
Ibnu Abbas meninggal di Tha`if pada tahun 68 H pada pemerintahan Ibnu Zubair. Waktu itu, umur beliau sekitar 70 tahun. Di antara yang menshalati beliau adalah seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang dikenal dengan Ibnul Hanafiyah (w. 80 H). Beliau mengatakan, “Telah meninggal seorang ulama rabbani bagi umat ini.”
Demikianlah uraian singkat mengenai biografi Abdullah bin Abbas c,, seorang shahabat yang Allah karuniakan keutamaan ilmu kepadanya. Andai kita menyebutkan seluruh keutamaan beliau, niscaya tidak akan tertampung beberapa lembaran saja. Namun, cukuplah kiranya kisi-kisi dari biografi ulama shahabat yang satu ini untuk melecut kita mempelajari ilmu syar’i, ilmu yang kini mulai ditinggalkan oleh kaum muslimin. Sehingga, kita mendapatkan bagian yang banyak dari warisan kenabian. Allahu a’lam bish shawab.
Referensi: Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ashhab, Imam Abu Umar Ibnu Abdil Barr
Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
CUCU RASULULLAH (Imam Hasan Al-Mujtaba as)
Nama : Hasan Gelar : al-Mujtaba
Julukan : Abu Muhammad
Ayah : Ali bin Abi Thalib
Ibu : Fathimah az-Zahra
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H.
Hari/Tgl Wafat : Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H.
Umur : 47 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Istrinya, Ja'dah binti As-Ath
Makam : Baqi' Madinah
Jumlah Anak : 15 orang; 8 laki-laki dan 7 perempuan
Anak Laki-laki : Zaid, Hasan, Umar, Qosim, Abdullah, Abdurrahman, Husein, Thalhah
Anak Perempuan : Ummu al-Hasan, Ummu al-Husein, Fathimah, Ummu Abdullah, Fathimah, Ummu Salamah, Ruqoiyah
Riwayat Hidup
"..Maka katakanlah (hai Muhammad): mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian.. ."(Surah Al-lmran 61)
"Sesungguhnya Allah SWT menjadikan keturunan bagi setiap nabi dan daritulang sulbinya masing-masing, tetapi Allah menjadikan keturunanku dantulang sulbi Ali bin Abi Thalib". (Kitab Ahlul Bait hal. 273-274)
"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka),kecuali anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yangmenurunkan mereka."(Tafsir Al Manar, dalam menafsirkan Surah al-An’amayat 84)
Satu ayat di atas serta dua hadis dibawahnya menunjukkan bahwa Hasan dan Husein adalah kecintaan Rasul yangnasabnya disambungkan pada dirinya. Hadis yang berbunyi: "Tapi Allahmenjadikan keturunanku dari tulang sulbi Ali Bin Abi Thalib",menunjukkan bahwa Rasulullah yang tidak berbicara karena kemauan hawanafsu kecuali wahyu semata-mata, ingin mengatakan bahwa Hasan danHusein adalah anaknya beliau s.a.w. Begitu juga hadis kedua, beliaumengungkapkan bahwa anak Fathimah bernasab kepada dirinya s.a.w.Pernyataan tersebut dipertegas oleh ayat yang di atas, dimana Allahsendiri menyebut mereka dengan istitah ‘anak-anaknya’ yakni putra-putraMuhammad Rasululullah s.a.w.
Nabi juga seringbersabda: "Hasan dan Husein adalah anak-anakku". Atas dasar ucapan nabiinilah, Ali bin Abi Thalib berkata kepada anak-anaknya yang lain:"Kalian adalah anak-anakku sedangkan Hasan dan Husein adalah anak-anakNabi". Karena itulah ketika Rasulullah s.a.w masib hidup mereka berduamemanggil nabi s.a.w "ayah". Sedang kepada Imam Ali a.s. Huseinmemanggilnya Abu Al Hasan, sedang Hasan memanggil sebagai Abual-Husein. Ketika Rasulullah s.a.w berpulang kerahmat Allah, barulahmereka berdua memanggil hadrat Ali dengan "ayah".
Beginilahkedekatan nasab mereka berdua kepada Rasululullah s.a.w. Sejak harilahirnya hingga berumur tujuh tahun Hasan mendapat kasih sayang sertanaungan dan didikan langsung dari Rasululullah s.a.w, sehingga beliaudikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati, pemberani,serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yangditurunkan saat nabi akan menyingkapnya kepada para sahabatnya.
Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang yang saleh, bersujuddan sangat khusyuk dalam shalatnya. Ketika berwudhu beliau gemetar dandi saat shalat pipinya basah oleh air mata sedang wajahnya pucat karenatakut kepada Allah SWT. Dalam belas dan kasih sayangnya, beliau dikenalsebagai orang yang tidak segan untuk dengan pengemis dan para penghunikota yang bertanya tentang masalah agama kepadanya.
Darisifat-sifat yang mulia inilah beliau tumbuh menjadi seorang dewasa yangtampan, bijaksana dan berwibawa. Setelah kepergian Rasulullah s.a.wbeliau langsung berada di bawah naungan dan didikan ayahnya Ali bin AbiThalib a.s. Hampir tiga puluh tahun, beliau bernaung di bawah didikanayahnya, hingga akhirnya pada tahun 40 Hijriyah. Ketika ayahnyaterbunuh dengan pedang beracun yang dipukulkan Abdurrahman bin Muljam,Hasan mulai menjabat keimamahan yang ditunjuk oleh Allah SWT.
Selama masa kepemimpinannya, beliau dihadapkan kepada orang yang sangatmemusuhinya dan memusuhi ayahnya, Muawiyah bin Abi Sofyan dari baniUmayyah. Muawiyah bin Abi Sofyan yang sangat tamakan kepada kekuasaanselalu menentang dan menyerang Imam Hasan a.s. dengan kekuatanpasukannya. Sementara dengan kelicikannya dia menjanjikan hadiah-hadiahyang menarik bagi jeneral dan pengikut Imam Hasan yang mau menjadipengikutnya.
Karena banyaknya pengkhianatan yang dilakukanpengikut Imam Hasan a.s. yang merupakan akibat pujukan Muawiyah,akhirnya Imam Hasan menerima tawaran darinya. Perdamaian bersyarat itudimaksudkan agar tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak dikalangan kaum muslimin. Namun, Muawiyah mengingkari seluruh isiperjanjian itu. Kejahatannya pun semakin merajalela, khususnya kepadakeluarga Rasulullah s.a.w dan orang yang mencintai mereka akan selaluditekan dengan kekerasan dan diperlakukan dengan tidak senonoh.
Dan pada tahun 50 Hijriah, beliau dikhianati oleh isterinya, Ja'dahputri Ash'ad, yang menaruh racun diminuman Imam Hasan. Menurut sejarah,Muawiyah adalah dalang dari usaha pembunuhan anak kesayangan Rasulullahs.a.w ini.
Akhirnya manusia agung, pribadi mulia yang sangatdicintai oleh Rasulullah kini telah berpulang ke rahmatullah.Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husein a.s. dan para anggota keluargaBani Hasyim. Karena adanya beberapa pihak yang tidak setuju jika ImamHasan dikuburkan didekat maqam Rasulullah dan ketidaksetujuannya itudibuktikan dengan adanya hujan panah ke keranda jenazah Imam Hasan a.s.Akhirnya untuk kesekian kalinya keluarga Rasulullah yang teraniayaterpaksa harus bersabar. Mereka kemudian menglihkan pemakaman ImamHasan a.s. ke Jannatul Baqi' di Madinah. Pada tanggal 8 Syawal 1344 H(21 April 1926) kemudian, pekuburan Baqi' diratakan dengan tanah olehpemerintah yang berkuasa di Hijaz.
Imam Hasan telah tiada,pemakamannya pun digusur namun perjuangan serta pengorbanannya yangdiberikan kepada Islam akan tetap terkenang di hati sanubari setiapinsan yang mengaku dirinya sebagai pengikut dan pencinta Muhammad s.a.wserta Ahlul Baitnya.
Laki-laki Serupa Nabi
Setelah perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, puteriRasulullah s.a.w, melahirkan anak laki-laki yang mungil, lucu, dansehat. Putera yang lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ketigaHijrah itu disambut oleh Rasulullah dengan penuh kecintaan. Rasulullahmengangkatnya, menggendong, merangkul, mendekapkan ke dadanya, kemudianmembisikkan adzan di telinga sebelah kanan cucunya itu dan iqamat ditelinga sebelah kirinya. Setelah itu, Rasulullah berpaling kepada Ali,menantunya, seraya berkata: “Akan engkau beri nama siapa anak ini?”
“Demi Allah, aku tak akan mendahului Anda ya Rasulullah,”jawab Ali.
“Aku sendiri tak akan mendahului Tuhanku,”kata Nabi lagi.
Di dalam sebagian riwayat diceritakan, bahwa tak lama sesudah dialogtersebut, Jibril kemudian datang menyampaikan pesan tentang nama anakitu, yaitu: Hasan.
Rasulullah s.a.w sangat mencintai cucunya ini. Di antara sabda beliau sehubungan dengan Al Hasan as adalah:
*”Barangsiapa ingin melihat pemuda ahli surga, maka hendaknya ia melihat Hasan bin Ali.”
*”Hasan adalah dari aku dan aku dari Hasan, Allah mencintai orang yang mencintainya.”
Di dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa suatu kali orang melihatRasulullah s.a.w. memanggul Hasan bin Ali. Di antara orang yang melihatperistiwa itu ada yang mengatakan kepada Al Hasan:”Sungguh, ini adalahtunggangan yang paling nikmat, Nak.” Mendengar ucapan orang itu,Rasulullah saww berkata: “Penunggang yang paling menyenangkan adalahanak ini.”
Atau, pada kali yang lain, ketika sedang bersujud,Rasulullah berasa bahwa Hasan menaiki pundak beliau. Maka Rasulullahpun melambatkan sujudnya sampai cucunya itu turun.
Beliau juga pernah bersabda:”Engkau menyerupaiku dalam bentuk dan perangai.”
(Benarlah demikian. Bahkan, pada suatu hari Abu Bakar ash-Shiddiqmenggendong Al Hasan sambil berkata: “Engkau lebih menyerupai Nabidaripada Ali.”)
Sedangkan terhadap Al Hasan as dan saudaranya Al Husain as, Rasulullah s.a.w bersabda:
“Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kembang mekarku di dunia.”
“Keduanya ini adalah anakku dan anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan,aku mencintai keduanya dan aku cinta kepada siapa yang mencintaikeduanya.”
Sabda-sabda tersebut di atas cukup menunjukkan kemuliaan Al Hasan.
Dengan dekatnya hubungan antara Rasulullah s.a.w. dengan cucunya ini,dapatlah dimengerti bahwa dengan sendirinya Al Hasan as sempatmengenyam hidup bersama Rasulullah s.a.w untuk jangka waktu yang cukuplama. Ibu Al Hasan, Fatimah az Zahra, adalah satu-satunya puteriRasulullah yang paling lama mendampingi hidup ayahandanya. Fatimahhadir di saat ayahandanya menghadap kembali kepada Allah SWT. Sedangkanayah Al Hasan, Imam Ali, seperti sudah diterangkan, adalah orang yangsangat dekat dengan Nabi dan termasuk sahabat yang paling berilmu.
Atas dasar kenyataan itulah maka orang tak lagi merasa sangsi terhadapkeluasan ilmu Al Hasan as di samping sifat-sifat luhur lain yangmendekat pada peribadinya, antara lain sifat kedermawanannya yangsangat menonjol.
Tentang ilmunya, diriwayatkan bahwa, suatuhari, Al Hasan as berjumpa dengan seorang Yahudi yang sudah tua. Yahuditua itu tampak kepayahan. Tubuhnya lemah dan pakaiannya kumal. Siangitu, ia tengah memanggul sekendi air, berjalan di bawah terik matahariyang menyekat. Ketika kepayahan itulah ia berjumpa dengan Al Hasan asyang berpakaian rapih bersih. Yahudi tersebut berhenti. Dipandangi cucuRasulullah itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Perbuatantersebut dilakukannya berulan-ulang. Al Hasan as merasa herankarenanya. Namun belum sempat ia menyampaikan sesuatu, orang tua itulebih dulu berkata, “Wahai cucu Rasulullah. Ada pertanya yang aku inginengkau menjawabnya!”
“Tentang apakah itu?’ tanya Al Hasan.
“Datukmu dulu pernah berkata, bahwa dunia ini adalah penjaranya orang Mukmin dan surganya orang kafir.”
“Benar demikianlah adanya.”
“Terus terang, aku melihat yang sebaiknya. Perhatikanlah keadaanku dankeadaanmu. Aku melihat dunia ini adalah sebagai surga bagimu yangmukmin, dan neraka bagiku yang kafir.”
“Dari mana engkau menarik kesimpulan tersebut?”
“Lihatlah. Engkau hidup dalam keadaan senang laksana di surga,sedangkan aku? Hidupku sangat sengsara, tak ubahnya dengan hidup dineraka.”
“Engkau keliru, hai Yahudi. Sesungguhnya, apabiladibandingkan dengan apa yang akan diberikan Allah kepadaku di surgananti, maka kesenanganku di dunia ini tak ada artinya, sehingga duniaini ibarat neraka bagiku. Sebaliknya, apabila engkau tahu apa yang akanengkau terima di akhirat nanti, maka engkau akan tahu, bahwa hidupmuyang sekarang ini jauh lebih baik, sehingga di dunia ini engkau seakanberada di surga. Itulah makna ucapan kekeku Rasulullah s.a.w.”
Mendengar jawaban Al Hasan as yang sangat mengena itu, si Yahudi tertegun. Mulutnya terkunci, tak berkata apa-apa lagi.
Di samping keluasan ilmunya, Al Hasan as dikenal juga sebagai orangyang sangat dermawan. Pernah, pada suatu hari, Al Hasan as melihatseseorang sedang berdoa. Orang tersebut mengadukan kesulitan hidupnyakepada Allah SWT. Mengetahui keadaan orang itu dan mendengar doanya,dengan serta merta Al Hasan as memberinya uang dalam jumlah yang cukupbesar, sehingga orang itu merasa sangat kegirangan.
Atau padahari yang lain, yaitu di tengah perjalanannya untuk menunaikan ibadahhaji bersama adiknya, Al Husain, dan Ja’far bin Abdullah r.a., sekalilagi kedermawanan Al Hasan terungkap. Alkisah, dalam perjalanannyamenuju Mekkah, ketiga orang ini kehabisan bekal. Tak ada lagi sisamakanan dan minuman yang dapat mereka gunakan untuk meneruskanperjalanan yang masih cukup jauh. Mereka sangat memerlukan tambahanbekal. Namun bagaimana?
Di samping pasir yang tandus itu, ditengah kebingungan mereka, tiba-tiba tampak sebuah rumah. Merekabertiga kemudin mendatangi rumah tersebut.
“Assalamu’alaikum,” kata mereka hampir serempak.
“Wa’alaikum salam,” terdengar seseorang menjawab dari dalam rumah.Orang itu kemudian keluar, yang ternyata adalah seorang wanita tua.
“Dari manakah kalian?” tanya wanita itu.
“Kami dari Madinah!” Al Hasan menjawab.
“Siapakah kalian?”
“Kami adalah dari Quraisy. Saya adalah Hasan bin Ali, ini adikku Husain, dan itu Ja’far dari kelurgaku juga.”
“Hendak ke mana kiranya Tuan-Tuan?”
“Kami hendak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.”
“Adakah sesuatu yang dapat aku bantu untuk kalian?”
“Terus terang, kami kehabisan bekal. Apakah ibu mempunyai air yang dapat kami bawa?”
“Astaga..! Ada, ada…silahkan kalian bawa ini!” kata ibu itu sambil menyerahkan tempat airnya.
“Masihkah kalian mempunyai makanan?”
Tanya ibu itu lagi.
“Tidak. Adakah ibu mempunyai makanan?
Kami bermaksud membelinya,” kata Al Hasan.
“Membeli? Tidak Demi Allah, hanya itu satu-satunya yang aku miliki danaku bersumpah Tuan-Tuan harus makan itu,” kata ibu tersebut serayamenunjuk satu-satunya domba yang ia miliki.
Domba itu kemudiandipotong, sebagian dimasak untuk dimakan Al Hasan, Al Husain, danJa’far. Sedangkan yang sebagian lagi di bawakan si ibu sebagai bekaluntuk melanjutkan perjalanan. Ibu tua itu tak mau menerima hadiahapa-apa dari ketiga orang tamunya.
“Demi Allah, aku melakukannya dengan ikhlas,” kata ibu itu lagi.
“Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikan ibu. Kamiberharap, apabila ibu datang ke Madinah, sudilah kiranya ibu singgah kerumah kami. Kami akan senang sekali!” kata Al Hasan mewakili yang lain.
“Insya Allah.”
“Assalamu’alaikum,” kata mereka bertiga.
“Wa’alaikum salam,” jawab ibu itu sambil memandangi kepergian ketiga tamunya.
Tak lama setelah kepergian tamunya, suami wanita itu pulan. Ia terkejutmelihat domba satu-satunya yang ia miliki tak lagi tertambat ditempatnya. Ia segera menanyakan hal tersebut kepada isterinya.
“ke manakah gerangan domba kita?”
“Oh … tadi ada tiga orang yang datang kemari. Mereka kehabisan bekaldalam perjalanan mereka untuk berhaji. Aku tak punya apa-apa selaindomba itu. Maka ia kupotong dan sebagian dagingnya aku berikan kepadamereka.”
Begitulah jawab sang isteri.
“Aduuh… Bagaimana engkau dapat berbuat demikian? Siapakah ketiga orang itu?’
“Mereka mengatakan berasal dari suku Quraish.”
“Dari mana kamu tahu? Bagaimana kamu bisa percaya begitu saja terhadapucapan mereka? Kamu tidak mengenalnya, maka bagimana kamu bisa percayabahawa mereka dari Quraish?” tanya sang suami tak habis pikir.
“Tandanya tampak dari wajah-wajah mereka!” jawab isterinya.
Dialog tersebut tersebut hanya berlangsung sampai di situ. Sang suamipun mengikhlaskan pemberian itu setelah mendengar keterangan isterinya.
Alkisah, beberapa waktu kemudian, daerah tempat ibu itu tinggaltersarang penjenayah yang sangat dahsyat. Orang-orang daerah tersebutsemuanya pergi meninggalkan desa mereka untuk mencari nafkah. Merekatersebar ke mana-mana. Ada yang ke Makkah, ke Madinah dan juga ketempat-tempat lain. Nasib ibu tua dan suaminya pun tak berbeda dengantetangganya yang lain. Sang ibu dan suaminya pergi menuju Madinah. Dikota yang baru ini mereka berjalan mencari nafkah untuk menyambunghidup.
Di tengah pengembaraannya menyusuri jalan-jalan diMadinah, tanpa sadar, ibu itu melewati rumah Al Hasan as Sang iburupanya sudah tak ingat lagi kepada ketiga tamunya yang dahulu. Itulahsebabnya, ia tak berusaha mencari mereka. Secara kebetulan, ketika ibuitu lewat, Al Hasan sedang duduk di depan rumahnya. Al Hasan melihatmereka, dan mengejar sepasang suami-isteri itu, kemudian menegurnya.
“Ingkatkah ibu kepada saya?” tanyanya.
“Demi Allah, aku tidak ingat siapa engkau,” jawab ibu itu.
“Ingkatkah ibu kepada tiga orang tamu yang kehabisan bekal di tengah perjalanan mereka untuk berhaji?”
“Tidak!”
“Baiklah, apabila ibu tak ingat kepada saya, maka saya masih dapatmengenali ibu. Saya adalah Hasan bin Ali, orang yang perarnah ibu berimakanan dan minuman untuk bekal saya dan dua orang saudara yang lainmenuju Mekkah. Mari, silahkan ibu ke rumah saya!” kata Al Hasan asseraya mengiringi keduanya menuju kediamannya.
Di rumah AlHasan itulah keduanya menceritkan keadaan yang menimpa desa mereka. AlHasan menyambut keduanya dengan sambutan yang sangat baik. Dijamu keduatamunya itu dengan penuh hormat. Sebelum pulang, Al Hasan as memberikeduanya uang seribu dinar dan beberapa ekor kambing. Kemudian Al Hasanmemanggil pembantunya dan berkata: “Antarkan kedua tamuku ini ke rumahsaudaraku, Husain, dan ke rumah Ja’far!”
“Baik Tuan!” kata kadamnya.
Mereka bertiga kini dalam perjalanan menuju rumah Husain bin Ali as
“Assalamu’alaikum,” kata kadam Al Hasan.
“Wa alaikum salam,” terdengar jawaban dari dalam rumah.
Tak lama setelah itu, Al Husain membukakan pintu. Ia mengenal kadam Al Hasan.
“Aku disuruh mengantarkan kedua tamu ini kemari,” kata teman itu. AlHusain melihat tamunya. Ternyata ia pun masih mengenal ibu tersebut. AlHusain segera menyambutnya dengan penuh hormat. “Mari, silakan masuk!Alhamdulillah, akhirnya Allah mempertemukan kita kembali.”
“Allah Mahabesar!” jawab si ibu.
Setelah berbincang-bincang, sebelum minta diri, Al Husain memberi ibu tersebut seribu dinar uang dan beberapa ekor domba.
“Sungguh Anda sangat mulia,” kata si ibu. “Semoga Allah yang membalas semua kebaikan ini,” tambah suaminya.” Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam!” jawab Al Husain.
Mereka berdua mohon diri, dan bersama kadam Al Hasan pergi ke rumah Ja’far.
Tak beza dengan Al Hasan dan Al Husain, Ja’far bin Abdullah punmenyambut kedua tamunya itu dengan baik. Ternyata, ia pun masihmengenal si ibu tua.
“Astaga… bagaimana kabar kalian!” tanya Ja’far setelah membalas salam keduanya.
“Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami,” kata si suami. “DanMahabesar Allah yang telah mempertemukan kita kembali,” kata si isteri.
Setelah lama mereka berbincang-bincang, Ja’far memerintahkan kadamnyamenyiapkan beberapa ekor domba, sedangkan ia sendiri masuk mengambiluang. Ia pun memberi ibu tersebut uang seribu Dinar dan beberapa ekorDomba. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Ja’far dan bersyukurkepada Allah SWT, mereka pun memohon pulang.
Suami isteri itukemudian kembali ke desanya dengan bekal tiga ribu dinar uang danbeberapa ekor domba. Mereka menjadi orang yang terkaya di desanya.
Kedermawanan Al Hasan as itu sesuai dengan sabda Nabi s.a.w.:”Kepada Al Hasan aku wariskan kesabaran dan kedermawananku.”
Sejarah mencatat, bahwa setelah Imam Ali bin Abi Thalib as wafat, orangramai membaiat Al Hasan as sebagai Khalifah yang baru. Pada masa itu,keadaan kaum Muslim masih belum bersatu benar. Pemberontakan telahterjadi sejak Ali bin Abi Thalib a.s menjadi Khalifah.Berontakan-berontakan dengan beberapa kelompok kaum Muslimin – yangmemerangi Imam Ali a.s dengan alasan menuntut balas atas terbunuhnyaKhalifah Utsman bin Affan tak lagi dapat dihindari. Di antara orangyang gigih menuntut balas atas kematian Utsman, adalah Mu’awiyah binAbi Sufyan. Ia yang pada masa pemerintahan Utsman menjadi gubenur diSyam – sudah sejak beberapa waktu sebelumnya menyiapkan tentara. Utsmanadalah kerabatnya dari kalangan Bani Umayyah. Dengan tak memberikesempatan kepada Imam Ali untuk menyelidiki kenapa terbunuhnya Utsman,Mu’awiyah berangkat memerangi Imam Ali. Sebenarnyalah, Mu’awiyah sangatmenginginkan jabatan Khalifah. Karena ia sadar bahwa kaum Musliminbakal memilih Ali bin Abi Thalib, maka ia buru-buru memerangi Imam Alias dengan dalil menuntut balas atas terbunuhnya Utsman. Dalampeperangan dengan Imam Ali itu, Mu’awiyah dan pengikutnya terdesak.Maka selamatlah mereka dari kehancuran.
Namun demikianpemerintahan Imam Ali ternyata berakhir dengan peristiwa pembunuhanatasnya, ketika beliau sedang memimpin shalat Subuh. Suasana negaramenjadi tidak menentu sepeninggal Imam Ali. Dalam keadaan kacau itulahAl Hasan dibaiat. Mu’awiyah tak tinggal diam mendengar pembaiatan atasAl Hasan as. Ketika mulai menjabat sebagai Khalifah, Al Hasan yangsadar akan apa yang bakal dilakukan oleh Mu’awiyah, segera menulissurat kepada Mu’awiyah, mengingatkan akan pentingnya persatuan, danmeminta Mu’awiyah untuk juga membaiatnya. Suarat itu ditulis dengankata-kata yang baik. Tetapi Mu’awiyah segera membalas surat Al Hasan.Mu’awiyah yang pada waktu itu juga mengangkat diri sebagai Khalifah,menyatakan bahwa ia lebih mempu dan lebih berhak menjadi Khalifahdaripada Al Hasan as. Mu’awiyah tak lupa menawarkan “suap” kepada AlHasan as.
Singkat cerita, keadaan semakin dekat denganpertelingkahan antara Al Hasan dengan Mu’awiyah. Dan Mu’awiyah mulaimencari pengaruh. Ia membujuk setiap orang dan kepala-kepala sukudengan bujukan wang. Tak sedikit orang yang karena bujukan duniawi ituakhirnya berpihak kepada Mu’awiyah. Setelah merasa kuat, Mu’awiyahkemudian menyiapkan pasukan dari Syam menuju Kufah.
Al Hasana.s mengetahui semua rencana dan persiapan Mu’awiyah. Dengan cepat iamengumpulkan penduduk Kufah, yang semuanya berpihak dan memaksa diauntuk menjadi Khalifah. Tapi, ternyata pengikut Al Hasan a.s tak cukupsetia seperti pengikut Mu’awiyah. Setelah pecah pertempuran, panglimapasukan Al Hasan sendiri belot, menjadi pengikut Mu’awiyah, karenaimbuhan wang satu juta dirham.
Berita pembelotan panglimaperang Al Hasan a.s itu segera tersebar. Perajurit lainnya yangmendengar berita itu kemudian menjadi lalai. Dengan membabi buta,mereka bahkan menyerang kemah Khalifah Al Hasan sendiri. Merekamerampas harta benda Al Hasan a.s yang ada dikemah tersebut. Salahseorang dari mereka, Al Jarrah bin Asad, bahkan menyerang Al Hasansehingga menimbulkan luka-luka pada tubuh beliau.
Al Hasanberkata kepadanya, dan perkataannya itu juga ditujukan kepada yanglain: “Dulu kalian membunuh ayahku. Kini kalian menyerang dan berusahauntuk membunuh diriku.”
Nampaknya, Al Hasan sudah benar-benartak dapat mempercayai pengikutnya sendiri. Orang yang benar-benar setiakepadanya terlalu sedikit untuk dapat meneruskan peperangan. Denganpertimbangan itu, dan mengingat pentingnya keutuhan dan persatuan umat,Al Hasan a.s berniat mengakhiri perang yang jauh tak seimbang, karenahal itu hanya akan menambah banyaknya jumlah korban yang jatuh.
Namun Al Hasan tidak semudah itu melepaskan jabatan dan membiarkanMu’awiyah berkuasa semaunya. Sebelum menyerahkan kekhalifahan kepadaMu’awiyah, terlebih dahulu ia mengadakan perjanjian. Di antara isiperjanjian yang panjang tersebut, salah satu bagiannya menyebutkan,bahwa sepeninggal Mu’awiyah, kepemimpinan umat akan diserahkan kembalikepada kaum Muslimin untuk memilih sendiri pemimpin yang merekakehendaki. Di sinilah tampak bagaimana Al Hasan benar-benarmemperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Pasal itu akhirnya dilanggaroleh Mu’awiyah yaitu dengan mengangkat putranya, Yazid, sebagaipengganti dirinya, sementara kaum Muslimin tak dapat berbuat apa-apa dibawah ancaman pedang dan sebahagiannya lagi luluh karena bujukan wangdan jabatan.
Setelah dicapai kesepakatan dengan Mu’awiyah binAbu Sufyan, sebelum meninggalkan Iraq untuk menuju Madinah, Al Hasansempat menyampaikan pesan dan kesannya untuk penduduk Iraq. Ia antaralain berkata:
“Wahai penduduk Iraq, ketahuilah, bahwa ada tigahal yang menyebabkan aku tak lagi berani menggantungkan diriku padakalian dan tidak dapat mempercayai kalian. Pertama, kalian telahmembunuh ayahku; kemudian kalian telah berusaha untuk membunuh aku; danyang terakhir, kalian telah menyerang dan merampas barang-barang dikemahku. Aku yakin, bahwa orang yang menggantungkan nasibnya kepadakalian, pasti akan ditimpa kekalahan…”
Setelah itu, Al Hasanmeninggalkan Kufah menuju ke Madinah, Konon, penduduk Kufah menangisiperpindahan Al Hasan. Namun rupanya benarlah kata pepatah:”Sekalilancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.” Al Hasan tak lagidapat mengubah pendiriannya.
Telah bulat tekad Al Hasan a.suntuk meninggalkan Kufah, betapapun orang menahannya. Ia kemudian hidupdi Madinah, menekuni ibadah, mendalami ilmu, dan selalu mengisiwaktunya dengan amal-amal yang dapat mendekatan diri kepada Allah SWT.Banyak waktu dihabiskannya di Masjid Rasulullah dan membantu setiaporang yang kesusahan.
Al Hasan a.s dikenal sebagai orang yangtak memzeda-bezakan pangkat dan kedudukan. Suatu hari, sekelompok orangmiskin mengundangnya untuk makan bersama. Al Hasan duduk, makan bersamamereka meski hanya bersantap dengan sepotong roti kering. Semua itu ialakukan dengan sepenuh hati, tanpa bersifat perasaan terpaksa sedikitpun. Setelah itu, ia ganti mengundang orang-orang tersebut untuk makandirumahnya. Atau pada kali yang lain, ia memenuhi undangan anak-anakkecil. Begitulah hari-hari Al Hasan di Madinah.
Sampaiketetapan Allah datang kepadanya. Hari itu, 28 Safar tahun 50 Hijriyah,Al Hasan merasakan sesuatu yang tidak enak pada tubuhnya. Ia terbaringlemah. Al Husain a.s, adik kandungnya, duduk disamping tubuh kakaknya.Ia merasa hairan mengetahui sakit kakaknya yang sangat mendadak itu.Rupanya, Al Hasan a.s telah diracuni.
“Katakan, siapakah yang telah meracunimu?” tanya Al Husain.
“Tiga kali sudah aku diracuni orang, namun yang sekali ini sungguh luar biasa!” kata Al Hasan as.
“Katakanlah, siapakah orang yang telah meracunimu itu!” pinta Al Husain a.s mendesak.
Rupanya, Al Hasan sengaja tak mau menyebutkan nama orang yang telahmeracuninya, meskipun Al Husain mendesak menanyakan hal tersebut.
Tak ada catatan yang pasti tentang orang yang meracuni Al Hasan.Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa Al Hasan diracuni oleh isterinyasendiri yang bernama Ja’dah binti Asy’ats. Terbujuk oleh rayuanMu’awiyah untuk dikawinkan dengan putranya yang bernama Yazid, ditambahimbuhan seratus ribu dinar, Ja’dah terpikat untuk membunuh Al Hasan.Diceritakan, bahwa Ja’dah kemudian menerima wang sebesar seratus ribudinar itu, namun Mu’awiyah menolak untuk mengawinkan dia dengan Yazid.Ketika ditanya tentang alasannya tidak mengawinkan Ja’dah dengan Yazid,Mu’awiyah berkata: “Bagaimana mungkin aku berani mengawinkan dia dengananakku? Apabila ia telah tega meracuni cucu Rasulullah s.a.w, maka apapula yang akan dia lakukan terhadap puteraku, Yazid?” Ja’dah tertegundan baru sadar setelah semuanya terjadi.
Jenazah Al Hasan asdimakamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam neneknya, Fatimah bintiAsad. Kaum muslimin berkabung mendengar berita wafatnya Al Hasan a.s.Masih jelas dalam ingatan mereka, betapa Al Hasan sangat menyerupaiNabi hampir dalam semua hal. Kerinduan orang kepada Nabi yang biasanyaterobati dengan hadirnya Al Hasan a.s kini tak mungkin dinikmati lagi…..
Julukan : Abu Muhammad
Ayah : Ali bin Abi Thalib
Ibu : Fathimah az-Zahra
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H.
Hari/Tgl Wafat : Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H.
Umur : 47 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Istrinya, Ja'dah binti As-Ath
Makam : Baqi' Madinah
Jumlah Anak : 15 orang; 8 laki-laki dan 7 perempuan
Anak Laki-laki : Zaid, Hasan, Umar, Qosim, Abdullah, Abdurrahman, Husein, Thalhah
Anak Perempuan : Ummu al-Hasan, Ummu al-Husein, Fathimah, Ummu Abdullah, Fathimah, Ummu Salamah, Ruqoiyah
Riwayat Hidup
"..Maka katakanlah (hai Muhammad): mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian.. ."(Surah Al-lmran 61)
"Sesungguhnya Allah SWT menjadikan keturunan bagi setiap nabi dan daritulang sulbinya masing-masing, tetapi Allah menjadikan keturunanku dantulang sulbi Ali bin Abi Thalib". (Kitab Ahlul Bait hal. 273-274)
"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka),kecuali anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yangmenurunkan mereka."(Tafsir Al Manar, dalam menafsirkan Surah al-An’amayat 84)
Satu ayat di atas serta dua hadis dibawahnya menunjukkan bahwa Hasan dan Husein adalah kecintaan Rasul yangnasabnya disambungkan pada dirinya. Hadis yang berbunyi: "Tapi Allahmenjadikan keturunanku dari tulang sulbi Ali Bin Abi Thalib",menunjukkan bahwa Rasulullah yang tidak berbicara karena kemauan hawanafsu kecuali wahyu semata-mata, ingin mengatakan bahwa Hasan danHusein adalah anaknya beliau s.a.w. Begitu juga hadis kedua, beliaumengungkapkan bahwa anak Fathimah bernasab kepada dirinya s.a.w.Pernyataan tersebut dipertegas oleh ayat yang di atas, dimana Allahsendiri menyebut mereka dengan istitah ‘anak-anaknya’ yakni putra-putraMuhammad Rasululullah s.a.w.
Nabi juga seringbersabda: "Hasan dan Husein adalah anak-anakku". Atas dasar ucapan nabiinilah, Ali bin Abi Thalib berkata kepada anak-anaknya yang lain:"Kalian adalah anak-anakku sedangkan Hasan dan Husein adalah anak-anakNabi". Karena itulah ketika Rasulullah s.a.w masib hidup mereka berduamemanggil nabi s.a.w "ayah". Sedang kepada Imam Ali a.s. Huseinmemanggilnya Abu Al Hasan, sedang Hasan memanggil sebagai Abual-Husein. Ketika Rasulullah s.a.w berpulang kerahmat Allah, barulahmereka berdua memanggil hadrat Ali dengan "ayah".
Beginilahkedekatan nasab mereka berdua kepada Rasululullah s.a.w. Sejak harilahirnya hingga berumur tujuh tahun Hasan mendapat kasih sayang sertanaungan dan didikan langsung dari Rasululullah s.a.w, sehingga beliaudikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati, pemberani,serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yangditurunkan saat nabi akan menyingkapnya kepada para sahabatnya.
Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang yang saleh, bersujuddan sangat khusyuk dalam shalatnya. Ketika berwudhu beliau gemetar dandi saat shalat pipinya basah oleh air mata sedang wajahnya pucat karenatakut kepada Allah SWT. Dalam belas dan kasih sayangnya, beliau dikenalsebagai orang yang tidak segan untuk dengan pengemis dan para penghunikota yang bertanya tentang masalah agama kepadanya.
Darisifat-sifat yang mulia inilah beliau tumbuh menjadi seorang dewasa yangtampan, bijaksana dan berwibawa. Setelah kepergian Rasulullah s.a.wbeliau langsung berada di bawah naungan dan didikan ayahnya Ali bin AbiThalib a.s. Hampir tiga puluh tahun, beliau bernaung di bawah didikanayahnya, hingga akhirnya pada tahun 40 Hijriyah. Ketika ayahnyaterbunuh dengan pedang beracun yang dipukulkan Abdurrahman bin Muljam,Hasan mulai menjabat keimamahan yang ditunjuk oleh Allah SWT.
Selama masa kepemimpinannya, beliau dihadapkan kepada orang yang sangatmemusuhinya dan memusuhi ayahnya, Muawiyah bin Abi Sofyan dari baniUmayyah. Muawiyah bin Abi Sofyan yang sangat tamakan kepada kekuasaanselalu menentang dan menyerang Imam Hasan a.s. dengan kekuatanpasukannya. Sementara dengan kelicikannya dia menjanjikan hadiah-hadiahyang menarik bagi jeneral dan pengikut Imam Hasan yang mau menjadipengikutnya.
Karena banyaknya pengkhianatan yang dilakukanpengikut Imam Hasan a.s. yang merupakan akibat pujukan Muawiyah,akhirnya Imam Hasan menerima tawaran darinya. Perdamaian bersyarat itudimaksudkan agar tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak dikalangan kaum muslimin. Namun, Muawiyah mengingkari seluruh isiperjanjian itu. Kejahatannya pun semakin merajalela, khususnya kepadakeluarga Rasulullah s.a.w dan orang yang mencintai mereka akan selaluditekan dengan kekerasan dan diperlakukan dengan tidak senonoh.
Dan pada tahun 50 Hijriah, beliau dikhianati oleh isterinya, Ja'dahputri Ash'ad, yang menaruh racun diminuman Imam Hasan. Menurut sejarah,Muawiyah adalah dalang dari usaha pembunuhan anak kesayangan Rasulullahs.a.w ini.
Akhirnya manusia agung, pribadi mulia yang sangatdicintai oleh Rasulullah kini telah berpulang ke rahmatullah.Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husein a.s. dan para anggota keluargaBani Hasyim. Karena adanya beberapa pihak yang tidak setuju jika ImamHasan dikuburkan didekat maqam Rasulullah dan ketidaksetujuannya itudibuktikan dengan adanya hujan panah ke keranda jenazah Imam Hasan a.s.Akhirnya untuk kesekian kalinya keluarga Rasulullah yang teraniayaterpaksa harus bersabar. Mereka kemudian menglihkan pemakaman ImamHasan a.s. ke Jannatul Baqi' di Madinah. Pada tanggal 8 Syawal 1344 H(21 April 1926) kemudian, pekuburan Baqi' diratakan dengan tanah olehpemerintah yang berkuasa di Hijaz.
Imam Hasan telah tiada,pemakamannya pun digusur namun perjuangan serta pengorbanannya yangdiberikan kepada Islam akan tetap terkenang di hati sanubari setiapinsan yang mengaku dirinya sebagai pengikut dan pencinta Muhammad s.a.wserta Ahlul Baitnya.
Laki-laki Serupa Nabi
Setelah perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, puteriRasulullah s.a.w, melahirkan anak laki-laki yang mungil, lucu, dansehat. Putera yang lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ketigaHijrah itu disambut oleh Rasulullah dengan penuh kecintaan. Rasulullahmengangkatnya, menggendong, merangkul, mendekapkan ke dadanya, kemudianmembisikkan adzan di telinga sebelah kanan cucunya itu dan iqamat ditelinga sebelah kirinya. Setelah itu, Rasulullah berpaling kepada Ali,menantunya, seraya berkata: “Akan engkau beri nama siapa anak ini?”
“Demi Allah, aku tak akan mendahului Anda ya Rasulullah,”jawab Ali.
“Aku sendiri tak akan mendahului Tuhanku,”kata Nabi lagi.
Di dalam sebagian riwayat diceritakan, bahwa tak lama sesudah dialogtersebut, Jibril kemudian datang menyampaikan pesan tentang nama anakitu, yaitu: Hasan.
Rasulullah s.a.w sangat mencintai cucunya ini. Di antara sabda beliau sehubungan dengan Al Hasan as adalah:
*”Barangsiapa ingin melihat pemuda ahli surga, maka hendaknya ia melihat Hasan bin Ali.”
*”Hasan adalah dari aku dan aku dari Hasan, Allah mencintai orang yang mencintainya.”
Di dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa suatu kali orang melihatRasulullah s.a.w. memanggul Hasan bin Ali. Di antara orang yang melihatperistiwa itu ada yang mengatakan kepada Al Hasan:”Sungguh, ini adalahtunggangan yang paling nikmat, Nak.” Mendengar ucapan orang itu,Rasulullah saww berkata: “Penunggang yang paling menyenangkan adalahanak ini.”
Atau, pada kali yang lain, ketika sedang bersujud,Rasulullah berasa bahwa Hasan menaiki pundak beliau. Maka Rasulullahpun melambatkan sujudnya sampai cucunya itu turun.
Beliau juga pernah bersabda:”Engkau menyerupaiku dalam bentuk dan perangai.”
(Benarlah demikian. Bahkan, pada suatu hari Abu Bakar ash-Shiddiqmenggendong Al Hasan sambil berkata: “Engkau lebih menyerupai Nabidaripada Ali.”)
Sedangkan terhadap Al Hasan as dan saudaranya Al Husain as, Rasulullah s.a.w bersabda:
“Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kembang mekarku di dunia.”
“Keduanya ini adalah anakku dan anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan,aku mencintai keduanya dan aku cinta kepada siapa yang mencintaikeduanya.”
Sabda-sabda tersebut di atas cukup menunjukkan kemuliaan Al Hasan.
Dengan dekatnya hubungan antara Rasulullah s.a.w. dengan cucunya ini,dapatlah dimengerti bahwa dengan sendirinya Al Hasan as sempatmengenyam hidup bersama Rasulullah s.a.w untuk jangka waktu yang cukuplama. Ibu Al Hasan, Fatimah az Zahra, adalah satu-satunya puteriRasulullah yang paling lama mendampingi hidup ayahandanya. Fatimahhadir di saat ayahandanya menghadap kembali kepada Allah SWT. Sedangkanayah Al Hasan, Imam Ali, seperti sudah diterangkan, adalah orang yangsangat dekat dengan Nabi dan termasuk sahabat yang paling berilmu.
Atas dasar kenyataan itulah maka orang tak lagi merasa sangsi terhadapkeluasan ilmu Al Hasan as di samping sifat-sifat luhur lain yangmendekat pada peribadinya, antara lain sifat kedermawanannya yangsangat menonjol.
Tentang ilmunya, diriwayatkan bahwa, suatuhari, Al Hasan as berjumpa dengan seorang Yahudi yang sudah tua. Yahuditua itu tampak kepayahan. Tubuhnya lemah dan pakaiannya kumal. Siangitu, ia tengah memanggul sekendi air, berjalan di bawah terik matahariyang menyekat. Ketika kepayahan itulah ia berjumpa dengan Al Hasan asyang berpakaian rapih bersih. Yahudi tersebut berhenti. Dipandangi cucuRasulullah itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Perbuatantersebut dilakukannya berulan-ulang. Al Hasan as merasa herankarenanya. Namun belum sempat ia menyampaikan sesuatu, orang tua itulebih dulu berkata, “Wahai cucu Rasulullah. Ada pertanya yang aku inginengkau menjawabnya!”
“Tentang apakah itu?’ tanya Al Hasan.
“Datukmu dulu pernah berkata, bahwa dunia ini adalah penjaranya orang Mukmin dan surganya orang kafir.”
“Benar demikianlah adanya.”
“Terus terang, aku melihat yang sebaiknya. Perhatikanlah keadaanku dankeadaanmu. Aku melihat dunia ini adalah sebagai surga bagimu yangmukmin, dan neraka bagiku yang kafir.”
“Dari mana engkau menarik kesimpulan tersebut?”
“Lihatlah. Engkau hidup dalam keadaan senang laksana di surga,sedangkan aku? Hidupku sangat sengsara, tak ubahnya dengan hidup dineraka.”
“Engkau keliru, hai Yahudi. Sesungguhnya, apabiladibandingkan dengan apa yang akan diberikan Allah kepadaku di surgananti, maka kesenanganku di dunia ini tak ada artinya, sehingga duniaini ibarat neraka bagiku. Sebaliknya, apabila engkau tahu apa yang akanengkau terima di akhirat nanti, maka engkau akan tahu, bahwa hidupmuyang sekarang ini jauh lebih baik, sehingga di dunia ini engkau seakanberada di surga. Itulah makna ucapan kekeku Rasulullah s.a.w.”
Mendengar jawaban Al Hasan as yang sangat mengena itu, si Yahudi tertegun. Mulutnya terkunci, tak berkata apa-apa lagi.
Di samping keluasan ilmunya, Al Hasan as dikenal juga sebagai orangyang sangat dermawan. Pernah, pada suatu hari, Al Hasan as melihatseseorang sedang berdoa. Orang tersebut mengadukan kesulitan hidupnyakepada Allah SWT. Mengetahui keadaan orang itu dan mendengar doanya,dengan serta merta Al Hasan as memberinya uang dalam jumlah yang cukupbesar, sehingga orang itu merasa sangat kegirangan.
Atau padahari yang lain, yaitu di tengah perjalanannya untuk menunaikan ibadahhaji bersama adiknya, Al Husain, dan Ja’far bin Abdullah r.a., sekalilagi kedermawanan Al Hasan terungkap. Alkisah, dalam perjalanannyamenuju Mekkah, ketiga orang ini kehabisan bekal. Tak ada lagi sisamakanan dan minuman yang dapat mereka gunakan untuk meneruskanperjalanan yang masih cukup jauh. Mereka sangat memerlukan tambahanbekal. Namun bagaimana?
Di samping pasir yang tandus itu, ditengah kebingungan mereka, tiba-tiba tampak sebuah rumah. Merekabertiga kemudin mendatangi rumah tersebut.
“Assalamu’alaikum,” kata mereka hampir serempak.
“Wa’alaikum salam,” terdengar seseorang menjawab dari dalam rumah.Orang itu kemudian keluar, yang ternyata adalah seorang wanita tua.
“Dari manakah kalian?” tanya wanita itu.
“Kami dari Madinah!” Al Hasan menjawab.
“Siapakah kalian?”
“Kami adalah dari Quraisy. Saya adalah Hasan bin Ali, ini adikku Husain, dan itu Ja’far dari kelurgaku juga.”
“Hendak ke mana kiranya Tuan-Tuan?”
“Kami hendak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.”
“Adakah sesuatu yang dapat aku bantu untuk kalian?”
“Terus terang, kami kehabisan bekal. Apakah ibu mempunyai air yang dapat kami bawa?”
“Astaga..! Ada, ada…silahkan kalian bawa ini!” kata ibu itu sambil menyerahkan tempat airnya.
“Masihkah kalian mempunyai makanan?”
Tanya ibu itu lagi.
“Tidak. Adakah ibu mempunyai makanan?
Kami bermaksud membelinya,” kata Al Hasan.
“Membeli? Tidak Demi Allah, hanya itu satu-satunya yang aku miliki danaku bersumpah Tuan-Tuan harus makan itu,” kata ibu tersebut serayamenunjuk satu-satunya domba yang ia miliki.
Domba itu kemudiandipotong, sebagian dimasak untuk dimakan Al Hasan, Al Husain, danJa’far. Sedangkan yang sebagian lagi di bawakan si ibu sebagai bekaluntuk melanjutkan perjalanan. Ibu tua itu tak mau menerima hadiahapa-apa dari ketiga orang tamunya.
“Demi Allah, aku melakukannya dengan ikhlas,” kata ibu itu lagi.
“Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikan ibu. Kamiberharap, apabila ibu datang ke Madinah, sudilah kiranya ibu singgah kerumah kami. Kami akan senang sekali!” kata Al Hasan mewakili yang lain.
“Insya Allah.”
“Assalamu’alaikum,” kata mereka bertiga.
“Wa’alaikum salam,” jawab ibu itu sambil memandangi kepergian ketiga tamunya.
Tak lama setelah kepergian tamunya, suami wanita itu pulan. Ia terkejutmelihat domba satu-satunya yang ia miliki tak lagi tertambat ditempatnya. Ia segera menanyakan hal tersebut kepada isterinya.
“ke manakah gerangan domba kita?”
“Oh … tadi ada tiga orang yang datang kemari. Mereka kehabisan bekaldalam perjalanan mereka untuk berhaji. Aku tak punya apa-apa selaindomba itu. Maka ia kupotong dan sebagian dagingnya aku berikan kepadamereka.”
Begitulah jawab sang isteri.
“Aduuh… Bagaimana engkau dapat berbuat demikian? Siapakah ketiga orang itu?’
“Mereka mengatakan berasal dari suku Quraish.”
“Dari mana kamu tahu? Bagaimana kamu bisa percaya begitu saja terhadapucapan mereka? Kamu tidak mengenalnya, maka bagimana kamu bisa percayabahawa mereka dari Quraish?” tanya sang suami tak habis pikir.
“Tandanya tampak dari wajah-wajah mereka!” jawab isterinya.
Dialog tersebut tersebut hanya berlangsung sampai di situ. Sang suamipun mengikhlaskan pemberian itu setelah mendengar keterangan isterinya.
Alkisah, beberapa waktu kemudian, daerah tempat ibu itu tinggaltersarang penjenayah yang sangat dahsyat. Orang-orang daerah tersebutsemuanya pergi meninggalkan desa mereka untuk mencari nafkah. Merekatersebar ke mana-mana. Ada yang ke Makkah, ke Madinah dan juga ketempat-tempat lain. Nasib ibu tua dan suaminya pun tak berbeda dengantetangganya yang lain. Sang ibu dan suaminya pergi menuju Madinah. Dikota yang baru ini mereka berjalan mencari nafkah untuk menyambunghidup.
Di tengah pengembaraannya menyusuri jalan-jalan diMadinah, tanpa sadar, ibu itu melewati rumah Al Hasan as Sang iburupanya sudah tak ingat lagi kepada ketiga tamunya yang dahulu. Itulahsebabnya, ia tak berusaha mencari mereka. Secara kebetulan, ketika ibuitu lewat, Al Hasan sedang duduk di depan rumahnya. Al Hasan melihatmereka, dan mengejar sepasang suami-isteri itu, kemudian menegurnya.
“Ingkatkah ibu kepada saya?” tanyanya.
“Demi Allah, aku tidak ingat siapa engkau,” jawab ibu itu.
“Ingkatkah ibu kepada tiga orang tamu yang kehabisan bekal di tengah perjalanan mereka untuk berhaji?”
“Tidak!”
“Baiklah, apabila ibu tak ingat kepada saya, maka saya masih dapatmengenali ibu. Saya adalah Hasan bin Ali, orang yang perarnah ibu berimakanan dan minuman untuk bekal saya dan dua orang saudara yang lainmenuju Mekkah. Mari, silahkan ibu ke rumah saya!” kata Al Hasan asseraya mengiringi keduanya menuju kediamannya.
Di rumah AlHasan itulah keduanya menceritkan keadaan yang menimpa desa mereka. AlHasan menyambut keduanya dengan sambutan yang sangat baik. Dijamu keduatamunya itu dengan penuh hormat. Sebelum pulang, Al Hasan as memberikeduanya uang seribu dinar dan beberapa ekor kambing. Kemudian Al Hasanmemanggil pembantunya dan berkata: “Antarkan kedua tamuku ini ke rumahsaudaraku, Husain, dan ke rumah Ja’far!”
“Baik Tuan!” kata kadamnya.
Mereka bertiga kini dalam perjalanan menuju rumah Husain bin Ali as
“Assalamu’alaikum,” kata kadam Al Hasan.
“Wa alaikum salam,” terdengar jawaban dari dalam rumah.
Tak lama setelah itu, Al Husain membukakan pintu. Ia mengenal kadam Al Hasan.
“Aku disuruh mengantarkan kedua tamu ini kemari,” kata teman itu. AlHusain melihat tamunya. Ternyata ia pun masih mengenal ibu tersebut. AlHusain segera menyambutnya dengan penuh hormat. “Mari, silakan masuk!Alhamdulillah, akhirnya Allah mempertemukan kita kembali.”
“Allah Mahabesar!” jawab si ibu.
Setelah berbincang-bincang, sebelum minta diri, Al Husain memberi ibu tersebut seribu dinar uang dan beberapa ekor domba.
“Sungguh Anda sangat mulia,” kata si ibu. “Semoga Allah yang membalas semua kebaikan ini,” tambah suaminya.” Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam!” jawab Al Husain.
Mereka berdua mohon diri, dan bersama kadam Al Hasan pergi ke rumah Ja’far.
Tak beza dengan Al Hasan dan Al Husain, Ja’far bin Abdullah punmenyambut kedua tamunya itu dengan baik. Ternyata, ia pun masihmengenal si ibu tua.
“Astaga… bagaimana kabar kalian!” tanya Ja’far setelah membalas salam keduanya.
“Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami,” kata si suami. “DanMahabesar Allah yang telah mempertemukan kita kembali,” kata si isteri.
Setelah lama mereka berbincang-bincang, Ja’far memerintahkan kadamnyamenyiapkan beberapa ekor domba, sedangkan ia sendiri masuk mengambiluang. Ia pun memberi ibu tersebut uang seribu Dinar dan beberapa ekorDomba. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Ja’far dan bersyukurkepada Allah SWT, mereka pun memohon pulang.
Suami isteri itukemudian kembali ke desanya dengan bekal tiga ribu dinar uang danbeberapa ekor domba. Mereka menjadi orang yang terkaya di desanya.
Kedermawanan Al Hasan as itu sesuai dengan sabda Nabi s.a.w.:”Kepada Al Hasan aku wariskan kesabaran dan kedermawananku.”
Sejarah mencatat, bahwa setelah Imam Ali bin Abi Thalib as wafat, orangramai membaiat Al Hasan as sebagai Khalifah yang baru. Pada masa itu,keadaan kaum Muslim masih belum bersatu benar. Pemberontakan telahterjadi sejak Ali bin Abi Thalib a.s menjadi Khalifah.Berontakan-berontakan dengan beberapa kelompok kaum Muslimin – yangmemerangi Imam Ali a.s dengan alasan menuntut balas atas terbunuhnyaKhalifah Utsman bin Affan tak lagi dapat dihindari. Di antara orangyang gigih menuntut balas atas kematian Utsman, adalah Mu’awiyah binAbi Sufyan. Ia yang pada masa pemerintahan Utsman menjadi gubenur diSyam – sudah sejak beberapa waktu sebelumnya menyiapkan tentara. Utsmanadalah kerabatnya dari kalangan Bani Umayyah. Dengan tak memberikesempatan kepada Imam Ali untuk menyelidiki kenapa terbunuhnya Utsman,Mu’awiyah berangkat memerangi Imam Ali. Sebenarnyalah, Mu’awiyah sangatmenginginkan jabatan Khalifah. Karena ia sadar bahwa kaum Musliminbakal memilih Ali bin Abi Thalib, maka ia buru-buru memerangi Imam Alias dengan dalil menuntut balas atas terbunuhnya Utsman. Dalampeperangan dengan Imam Ali itu, Mu’awiyah dan pengikutnya terdesak.Maka selamatlah mereka dari kehancuran.
Namun demikianpemerintahan Imam Ali ternyata berakhir dengan peristiwa pembunuhanatasnya, ketika beliau sedang memimpin shalat Subuh. Suasana negaramenjadi tidak menentu sepeninggal Imam Ali. Dalam keadaan kacau itulahAl Hasan dibaiat. Mu’awiyah tak tinggal diam mendengar pembaiatan atasAl Hasan as. Ketika mulai menjabat sebagai Khalifah, Al Hasan yangsadar akan apa yang bakal dilakukan oleh Mu’awiyah, segera menulissurat kepada Mu’awiyah, mengingatkan akan pentingnya persatuan, danmeminta Mu’awiyah untuk juga membaiatnya. Suarat itu ditulis dengankata-kata yang baik. Tetapi Mu’awiyah segera membalas surat Al Hasan.Mu’awiyah yang pada waktu itu juga mengangkat diri sebagai Khalifah,menyatakan bahwa ia lebih mempu dan lebih berhak menjadi Khalifahdaripada Al Hasan as. Mu’awiyah tak lupa menawarkan “suap” kepada AlHasan as.
Singkat cerita, keadaan semakin dekat denganpertelingkahan antara Al Hasan dengan Mu’awiyah. Dan Mu’awiyah mulaimencari pengaruh. Ia membujuk setiap orang dan kepala-kepala sukudengan bujukan wang. Tak sedikit orang yang karena bujukan duniawi ituakhirnya berpihak kepada Mu’awiyah. Setelah merasa kuat, Mu’awiyahkemudian menyiapkan pasukan dari Syam menuju Kufah.
Al Hasana.s mengetahui semua rencana dan persiapan Mu’awiyah. Dengan cepat iamengumpulkan penduduk Kufah, yang semuanya berpihak dan memaksa diauntuk menjadi Khalifah. Tapi, ternyata pengikut Al Hasan a.s tak cukupsetia seperti pengikut Mu’awiyah. Setelah pecah pertempuran, panglimapasukan Al Hasan sendiri belot, menjadi pengikut Mu’awiyah, karenaimbuhan wang satu juta dirham.
Berita pembelotan panglimaperang Al Hasan a.s itu segera tersebar. Perajurit lainnya yangmendengar berita itu kemudian menjadi lalai. Dengan membabi buta,mereka bahkan menyerang kemah Khalifah Al Hasan sendiri. Merekamerampas harta benda Al Hasan a.s yang ada dikemah tersebut. Salahseorang dari mereka, Al Jarrah bin Asad, bahkan menyerang Al Hasansehingga menimbulkan luka-luka pada tubuh beliau.
Al Hasanberkata kepadanya, dan perkataannya itu juga ditujukan kepada yanglain: “Dulu kalian membunuh ayahku. Kini kalian menyerang dan berusahauntuk membunuh diriku.”
Nampaknya, Al Hasan sudah benar-benartak dapat mempercayai pengikutnya sendiri. Orang yang benar-benar setiakepadanya terlalu sedikit untuk dapat meneruskan peperangan. Denganpertimbangan itu, dan mengingat pentingnya keutuhan dan persatuan umat,Al Hasan a.s berniat mengakhiri perang yang jauh tak seimbang, karenahal itu hanya akan menambah banyaknya jumlah korban yang jatuh.
Namun Al Hasan tidak semudah itu melepaskan jabatan dan membiarkanMu’awiyah berkuasa semaunya. Sebelum menyerahkan kekhalifahan kepadaMu’awiyah, terlebih dahulu ia mengadakan perjanjian. Di antara isiperjanjian yang panjang tersebut, salah satu bagiannya menyebutkan,bahwa sepeninggal Mu’awiyah, kepemimpinan umat akan diserahkan kembalikepada kaum Muslimin untuk memilih sendiri pemimpin yang merekakehendaki. Di sinilah tampak bagaimana Al Hasan benar-benarmemperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Pasal itu akhirnya dilanggaroleh Mu’awiyah yaitu dengan mengangkat putranya, Yazid, sebagaipengganti dirinya, sementara kaum Muslimin tak dapat berbuat apa-apa dibawah ancaman pedang dan sebahagiannya lagi luluh karena bujukan wangdan jabatan.
Setelah dicapai kesepakatan dengan Mu’awiyah binAbu Sufyan, sebelum meninggalkan Iraq untuk menuju Madinah, Al Hasansempat menyampaikan pesan dan kesannya untuk penduduk Iraq. Ia antaralain berkata:
“Wahai penduduk Iraq, ketahuilah, bahwa ada tigahal yang menyebabkan aku tak lagi berani menggantungkan diriku padakalian dan tidak dapat mempercayai kalian. Pertama, kalian telahmembunuh ayahku; kemudian kalian telah berusaha untuk membunuh aku; danyang terakhir, kalian telah menyerang dan merampas barang-barang dikemahku. Aku yakin, bahwa orang yang menggantungkan nasibnya kepadakalian, pasti akan ditimpa kekalahan…”
Setelah itu, Al Hasanmeninggalkan Kufah menuju ke Madinah, Konon, penduduk Kufah menangisiperpindahan Al Hasan. Namun rupanya benarlah kata pepatah:”Sekalilancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.” Al Hasan tak lagidapat mengubah pendiriannya.
Telah bulat tekad Al Hasan a.suntuk meninggalkan Kufah, betapapun orang menahannya. Ia kemudian hidupdi Madinah, menekuni ibadah, mendalami ilmu, dan selalu mengisiwaktunya dengan amal-amal yang dapat mendekatan diri kepada Allah SWT.Banyak waktu dihabiskannya di Masjid Rasulullah dan membantu setiaporang yang kesusahan.
Al Hasan a.s dikenal sebagai orang yangtak memzeda-bezakan pangkat dan kedudukan. Suatu hari, sekelompok orangmiskin mengundangnya untuk makan bersama. Al Hasan duduk, makan bersamamereka meski hanya bersantap dengan sepotong roti kering. Semua itu ialakukan dengan sepenuh hati, tanpa bersifat perasaan terpaksa sedikitpun. Setelah itu, ia ganti mengundang orang-orang tersebut untuk makandirumahnya. Atau pada kali yang lain, ia memenuhi undangan anak-anakkecil. Begitulah hari-hari Al Hasan di Madinah.
Sampaiketetapan Allah datang kepadanya. Hari itu, 28 Safar tahun 50 Hijriyah,Al Hasan merasakan sesuatu yang tidak enak pada tubuhnya. Ia terbaringlemah. Al Husain a.s, adik kandungnya, duduk disamping tubuh kakaknya.Ia merasa hairan mengetahui sakit kakaknya yang sangat mendadak itu.Rupanya, Al Hasan a.s telah diracuni.
“Katakan, siapakah yang telah meracunimu?” tanya Al Husain.
“Tiga kali sudah aku diracuni orang, namun yang sekali ini sungguh luar biasa!” kata Al Hasan as.
“Katakanlah, siapakah orang yang telah meracunimu itu!” pinta Al Husain a.s mendesak.
Rupanya, Al Hasan sengaja tak mau menyebutkan nama orang yang telahmeracuninya, meskipun Al Husain mendesak menanyakan hal tersebut.
Tak ada catatan yang pasti tentang orang yang meracuni Al Hasan.Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa Al Hasan diracuni oleh isterinyasendiri yang bernama Ja’dah binti Asy’ats. Terbujuk oleh rayuanMu’awiyah untuk dikawinkan dengan putranya yang bernama Yazid, ditambahimbuhan seratus ribu dinar, Ja’dah terpikat untuk membunuh Al Hasan.Diceritakan, bahwa Ja’dah kemudian menerima wang sebesar seratus ribudinar itu, namun Mu’awiyah menolak untuk mengawinkan dia dengan Yazid.Ketika ditanya tentang alasannya tidak mengawinkan Ja’dah dengan Yazid,Mu’awiyah berkata: “Bagaimana mungkin aku berani mengawinkan dia dengananakku? Apabila ia telah tega meracuni cucu Rasulullah s.a.w, maka apapula yang akan dia lakukan terhadap puteraku, Yazid?” Ja’dah tertegundan baru sadar setelah semuanya terjadi.
Jenazah Al Hasan asdimakamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam neneknya, Fatimah bintiAsad. Kaum muslimin berkabung mendengar berita wafatnya Al Hasan a.s.Masih jelas dalam ingatan mereka, betapa Al Hasan sangat menyerupaiNabi hampir dalam semua hal. Kerinduan orang kepada Nabi yang biasanyaterobati dengan hadirnya Al Hasan a.s kini tak mungkin dinikmati lagi…..
Langganan:
Postingan (Atom)