Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah meninggal dunia. Air
mata pun bercucuran, hati menjadi sedih dan tersiksa, dunia menjadi
gelap, dan orang-orang Mukmin mengingkari diri mereka sendiri.
Kekasih yang dicintai dan disenangi, sosok yang mulia dan seorang
pendidik dan pengajar yang penuh rasa kasih sayang terhadap orang-orang
Mukmin, telah pergi meninggalkan dunia
Perhatian orang yang
kehilangan kekasih yang dicintai dan disenanginya adalah dengan cara
menyegarkan kembali relung hatinya dengan kenang-kenangan …
Di sanalah dulu beliau duduk
Di sanalah dulu beliau berdiri
Beliau pernah berkata begini dan begitu
Beliau pernah melakukan ini dan itu
Perhatian orang yang kehilangan kekasih yang dicintainya adalah dengan
merenungi kata-kata yang pernah diucapkannya dan ungkapanungkapan yang
pernah dilontarkannya.
Perhatiannya adalah dengan mentadabburi
wasiatnya dan menghadapkan seluruh jiwa kepadanya dengan melaksanakan
apa yang di tuntut oleh kekasih yang telah pergi tersebut dengan penuh
keikhlasan dan kejujuran.
Ia merenungi kata demi kata dan menjadikan huruf-hurufnya sebagai amal yang nyata.
Wahai orang-orang yang terluka hatinya lantaran kematian Nabi kalian, bergegaslah menuju wasiatnya.
Menghadaplah kepadanya dengan qalbu yang luluh, hati yang khusyu’, serta merendahkan diri.
Bacalah riwayat dari al-’Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu anhu, yaitu
perkataannya: “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah
menasihati kami dengan nasihat yang begitu membekas, hingga hati
bergetar dan air mata ber cucuran karenanya. Lalu kami berkata: ‘Wahai
Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat dari seseorang yang
akan pergi, karenanya berwasiatlah kepada kami.’ Beliau Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, taat, dan patuh, sekalipun
yang memerintahkan kalian adalah seorang budak (Habasyi). Dan sesungguhnya barang
siapa (nanti) dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak perselisihan. Maka
wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin
yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.(1)
Hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah
adalah sesat.”(2)
Disebutkan dalam satu riwayat: “Lalu kami
berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh ini adalah nasihat orang yang
berpamitan, karenanya apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau
Shalallallahu alihi wa sallam bersabda(3)
‘Sungguh aku telah meninggalkan kalian diatas agama (dan hujjah-ed) yang sangat jelas,
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat darinya setelahku kecuali orang yang
binasa. Barang siapa dari kalian yang masih hidup, niscaya dia akan melihat banyak
perselisihan. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada apa yang telah
kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapatkan
petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi geraham.
Wajib atas kalian untuk taat, sekalipun kepada se orang budak dari negeri Habasyah,
karena seorang Mukmin itu laksana unta yang di cocok hidung nya,(4) ke mana saja dia
dituntun, maka dia akan mengikuti.’”
II NILAI WASIAT TERSEBUT
Sesungguhnya ia adalah wasiat dari se seorang yang berpamitan akan
segera pergi dan wasiat dari orang yang dicintai. Bagaimana perasaan
seorang ibu yang penyayang
ketika dia berpamitan dengan putranya yang sangat dicintai?
Bagaimana perasaan seorang ayah yang begitu pengasih ketika dia berpamitan dengan belahan hatinya?
Sungguh, situasi yang ada lebih besar dari itu dan permasalahannya
lebih dahsyat darinya. Sesungguhnya Rasulullah berpamitan dengan para
Sahabat dan ummat beliau, lalu apa yang akan beliau katakan kepada
mereka?
Apakah beliau menjelaskan kepada mereka tentang
hukum-hukum fiqih? Ataukah beliau menerangkan kepada mereka tentang
pemasalahan-permasalahan aqidah yang belum pernah beliau jelaskan
sebelumnya, ataukah masalah akhlak yang belum sempat beliau
bicarakan? Masalahnya lebih besar dari itu semua.
Sungguh agama ini telah sempurna dan kenikmatan telah lengkap. Sehingga
wasiat ini pastilah merupakan wasiat yang paripurna, dan katakanlah
jika engkau mau, itulah Ummul Washaayaa, induk dari seluruh wasiat.
Wasiat ini menghimpun semua kebaikan dan mencakup segala hal yang baik.
Wasiat ini memperingatkan dari segala kejahatan dan keburukan.
Wasiat ini memberimu (pemahaman tentang-ed) Islam, iman, dan ihsan dalam ungkapan-ungkapannya yang ringkas.
Wasiat ini mengeluarkanmu dari kebingungan dan kegelisahan, serta
menunjukimu ke jalan yang lurus. Dan hal itu tidaklah mengherankan,
karena sesungguhnya beliau n telah dianugerahi Jawaami’ul Kalim
(ungkapan-ungkapan singkat yang mengandung makna luas-pent).
Wahai engkau yang mencari kebaikan, tujulah sumber mata air yang menyegarkan, agar
engkau dapat menghirup dari mata air yang jernih dan sumber air yang bening.
• “Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menasihati kami dengan nasihat yang membekas”
Sesungguhnya nasihat itu merupakan respon atas perintah Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا…
“… dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisaa’: 63)
Dan firman-Nya:
…ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …”
(QS. An-Nahl: 125)
Ibnu Rajab rohimahullah berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal
Hikam(5) “Balaaghah dalam nasihat (nasihat yang berbekas di hati-pen)
adalah sesuatu yang dianggap baik, karena dia lebih dekat untuk dapat
diterima oleh hati dan lebih memiliki daya tarik terhadapnya.
Balaaghah adalah menghantarkan kepada pemahaman makna-makna yang dimaksud
dan menyampaikannya kepada hati orang-orang yang mendengar dengan
bentuk yang paling indah, dan tinjauan lafazh-lafazh yang menunjukkan
hal itu, dengan bentuk yang paling fasih dan paling manis untuk
didengar, serta membekas di dalam hati.
Beliau Shalallallahu
alaihi wa sallam sendiri mempersingkat khutbah dan tidak
memanjangkannya, namun beliau membuatnya begitu membekas dan ringkas.”
Disebutkan dalam kitab Shahiih Muslim (no. 866) dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu , dia berkata:
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam,
shalat beliau itu sedang(6) dan khutbah beliau pun cukup sederhana.”
Muslim juga meriwayatkan(7), dari hadits Abu Wa-il, dia berkata:
“’Ammar telah berkhutbah di hadapan kami, maka dia meringkas dan
membuatnya membekas (di hati). Tatkala dia turun (dari mimbar), kami
bertanya: ‘Hai Abu Yaqzhan, sungguh engkau telah membuatnya membekas (di
hati) dan meringkas(nya). Seandainya saja tadi
engkau bernafas.(8) Dia berkata: ‘Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‘Sesungguhnya lamanya shalat seorang lakilaki dan singkatnya khutbahnya merupakan
Tanda(9) kedalaman ilmunya. Maka per panjanglah shalat dan
persingkatlah khutbah. Dan sesungguhnya sebagian dari al-bayaan (bahasa
yang fasih-ed) adalah sihir.”
Diriwayatkan dari Abu Zhabiyyah, bahwa pada suatu hari ‘Amr bin al-’Ash berkata—ada
se orang laki-laki berdiri (berkhutbah) dan memperbanyak omongannya lalu ‘Amr berkata:
“Seandainya dia menyederhanakan khutbahnya, niscaya hal itu lebih baik
baginya. Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam
bersabda:
“Sungguh aku telah mengetahui atau diperintahkan agar aku mempersingkat pem-
bicaraan, karena pembicaraan yang singkat itu adalah lebih baik.”(10)
Bukankah kita telah kenyang dengan perkataan- perkataan yang indah dan
khutbah yang bergema, namun di mana kedudukan kita saat ini?
Dimanakah posisi kita di antara ummat-ummat lain? Sesungguhnya kita
berada pada zaman yang banyak para penceramahnya, namun sedikit
orangorang yang dalam pemahamannya (tentang agama-ed).
Oh, Alangkah menyedihkannya! Sesungguhnya kita berada pada zaman (ketika
orang-ed) lebih banyak berbicara, namun sedikit berbuat. Oh, Alangkah meruginya!
• “Hingga hati bergetar dan air mata bercucuran karenanya”
Hati yang bergetar dan khusyu’ serta mata yang menangis hingga meneteskan air mata.
Sesungguhnya getaran jiwa tersebut benar-benar menunjukkan keimanan, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah, gemetarlah hati mereka …” (QS. Al-Anfaal: 2)
Mata yang seperti inilah yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran
(al-Qur-an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka Begitulah
kiranya keadaan orang-orang Mukmin yang jujur dan khusyu’:
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” (QS. Al-Israa’: 109)
Hati mereka dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat dan (hal-hal
yang dapat-ed) melembutkan hati dan mereka tidak menyikapinya seperti
orang yang tuli dan buta.
Hal itu dikarenakan mereka adalah
orang-orang yang mengetahui dan mau beramal. Mereka beriman, jujur,
patuh, dan selalu memohon ampunan. Hati mereka itu laksana hati
burung.(11) Di antara buah dari kebeningan dan kelembutan hati, serta
rasa takut dan cucuran air mata ini, adalah mereka meminta sebuah
wasiat, mereka berkata:
“Seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka berwasiatlah kepada
kami.”(12)
Mungkin mereka telah melihat tanda-tanda bahwa kekasih yang paling
mereka cintai akan segera pergi meninggalkan mereka. Dan tidak ada yang
aneh dalam hal itu, karena mereka adalah para pemimpin bagi orang-orang
yang mendalam pengetahuan (agamanya-ed), paham, dan panglima bagi para
ulama.
Mereka tidak berhenti hanya dengan nasihat, kelembutan
hati, faedah, hukum-hukum, dan khutbah-khutbah yang telah disampaikan,
tetapi mereka menginginkan yang lebih dari itu.
Sesungguhnya
mereka adalah para penuntut ilmu yang tidak pernah kenyang. Sesungguhnya
mereka itulah para pencari kebaikan yang tidak pernah berhenti.
Sesungguhnya mereka menginginkan sebuah wasiat yang dapat menghimpun semuanya,
setelah mereka mendengar segala kebaikan dari Rasulullah Shalallallahu
alihi wa sallam, agar mereka dapat memperbaiki amal perbuatannya di atas
manhaj dan jalan beliau
setelah beliau wafat.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Ikutilah perintah-perintah Allah dan jauhilah larangan-larangan-Nya.
Takutlah kepada-Nya dalam keadaan sepi dan ramai. Jauhilah hawa nafsu
yang merupakan penyebab
kejahatan dan Neraka. Sucikanlah jiwa-jiwa kalian. Lindungilah diri kalian dari Neraka dengan amal-amal shalih yang bermanfaat.
Jika kalian diserang oleh dunia berikut keindahan dan sihirnya; atau
sesuatu yang diharamkan berikut fitnahnya; atau oleh emas dengan
kilauannya; dan atau oleh kesibukan-kesibukan berikut
penggoda-penggodanya, maka ingatlah kepada sabdanya:
“Aku
berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah.” Jika kalian ingin
terbebas dari keterhimpitan, kesusahan, dan bencana, serta kalian ingin
diberi rizki dengan rizki yang halal juga diberi keluasan rizki, maka
bertakwalah kepada Allah.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
… وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“… Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya …” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)
Jika kalian ingin agar Allah menjadikan urusan kalian menjadi mudah dan kalian terbebas
dari kesulitan, maka bertakwalah kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا…
“… dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath- Thalaaq: 4)
Jika kalian ingin mempelajari jalan menuju keselamatan, kebahagiaan, dan ketakwaan, maka bertakwalah kepada Allah.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“… Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Jika kalian wahai kaum Muslimin ingin men jadi pemimpin dan panutan, serta menjadi
pionir dalam semua ilmu dan bidang (kehidupan-ed), maka bertakwalah kepada Allah.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orangorang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Jika kalian ingin menjadi manusia paling mulia, maka bertakwalah kepada Allah:
….. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ…..
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu …” (QS. Al- Hujuraat: 13)
Jika kalian menginginkan penghidupan yang terjamin dan nyaman, maka kalian harus bertakwa kepada Allah.
Bukankah rasa jenuh dan sempitnya penghidupan itu dikarenakan sedikitnya ketakwaan?
Bukankah kejahatan-kejahatan yang memenuhi masyarakat, mengancam keamanan
dan ketenangan, disebabkan oleh minimnya ketakwaan? Bertakwa kepada
Allah menuntutmu untuk dapat menerima kebenaran, sekalipun ke benaran
itu berasal dari orang yang berbeda jenis kelaminnya denganmu, atau yang
lebih rendah dari mu
dalam hal ras, harta, kedudukan, pangkat, atau pun usia.
• “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah”
Sebuah kalimat jaami’ (luas cakupannya-ed), yang sesuai dengan segala
masa dan tempat. Sebuah kalimat yang cocok untuk kaum adam dan hawa,
yang kaya dan yang miskin, juga kulit putih dan kulit hitam.
Sebuah kalimat yang dapat membahagiakan individu, masyarakat dan ummat
baik di dunia maupun di akhirat, bila mereka mau mengamalkan
konsekwensinya.
• “Patuh dan taat, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Seperti sabda beliau Shalallallahu alaihi wa sallam “Dengarkanlah dan
patuhlah, sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri
Habasyah yang kepalanya itu seperti kismis.”[13]
Dan seperti sabda beliau dalam sebuah hadits:
“Barang siapa melihat sesuatu yang tidak disukainya dari pemimpinnya, maka hendaklah
dia bersabar. Karena, tidaklah seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh satu
jengkal, lalu dia meninggal dunia, melainkan dia meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah.” [14]
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam juga bersabda:
“Patuh dan taat adalah wajib atas seorang Muslim, baik pada sesuatu yang ia sukai
maupun yang ia benci, selama dia tidak di perintahkan untuk melakukan
suatu kemaksiatan. Namun, jika dia diperintahkan untuk melakukan suatu
kemaksiatan, maka
tidak ada kepatuhan dan ketaatan.”[15]
• “Sekalipun kalian diperintah oleh seorang budak dari negeri Habasyah”
Maka, tidak sepatutnya ras itu menjadi penghalang bagimu untuk
mendengar dan menerima kebenaran. Tidaklah dibenarkan jika warna kulit
menjadi penghalang bagimu untuk taat dan mengambil yang benar.
Janganlah sekali-kali antara dirimu dengan kebenaran terhalang oleh
penampilan fisik yang relatif dan bentuk luar yang hampa. Hendaklah kita
waspada dari menyelisihi ini
semua, karena di belakangnya terdapat berbagai macam fitnah yang dahsyat dan musibah besar.
• “Dan sesungguhnya barang siapa dari kalian masih hidup, niscaya dia akan melihatbanyak perselisihan”
Saat ini kita hidup dalam banyak perselisihan. Perselisihan dalam
aqidah, fiqih, politik, dan pemerintahan, bahkan hati kita pun
berselisih. Dahulu merupakan kelompok yang satu, lalu menjadi beberapa
kelompok. Dahulu memiliki seruan dakwah yang satu, nanum sekarang
terpecah menjadi sekian banyak dakwah dan seruan.
Alangkah
banyaknya jumlah buku dan perselisihan. Sampai-sampai seorang Muslim
tidak tahu apa yang harus dia ambil dan apa yang harus dia tinggalkan,
dari mana dia harus memulai dan bagaimana dia harus mengakhirinya.
Sesungguhnya perselisihan itu menyebabkan kebinasaan ummat. Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
“… dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu …” [16] (QS. Al-Anfaal:46)
Nabi Shalallallahu alihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian berselisih, karena sesungguhnya ummat sebelum kalian telah
berselisih, lalu mereka binasa.”[17] Inilah saat ketika ummat-ummat lain mengerumuni
kalian sebagaimana orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangan dan wadah-wadahnya.
Hal ini terjadi bukan karena sedikitnya jumlah (kalian-ed), tetapi karena penyakit wahn
(cinta dunia dan membenci kematian-pent). Mengenai hal ini, Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda:
“Hampir saja ummat-ummat lain mengerumuni kalian, sebagaimana
orang-orang yang akan makan mengerumuni hidangannya.” Lalu, ada
seseorang bertanya: “Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu?”
Beliau Shalallallahu alihi wa sallam menjawab: “Justru jumlah kalian
banyak ketika itu, akan tetapi kalian bagaikan buih dalam air bah.
Sungguh, Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh kalian rasa
takut kepada kalian dan Dia akan memasukkan
dalam hati kalian
penyakit wahn.” Lalu, ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apa itu
penyakit wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan membenci
kematian.”[18]
• “Niscaya dia akan melihat banyak perselisihan”
Mengapa terjadi banyak perselisihan? Karena mereka berpedoman kepada undangundang
dan peraturan-peraturan buatan manusia serta meninggalkan apa yang telah diturunkan
kepada mereka dari Rabb mereka.
Karena mereka lebih mengedepankan ucapan Zaid dan ‘Amr[19] daripada
firman Allah dan hadits Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam.
Sesungguhnya penyebab banyaknya perselisihan adalah karena menerima dari selain Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
“… Kalau kiranya al-Qur-an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Sehingga penyebab lahirnya perselisihan adalah karena menjauhkan diri
dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam.
Karena apa saja yang berasal dari sisi Allah, maka tidak ada
pertentangan di dalamnya, dan apa saja yang berasal dari selain Allah,
niscaya di dalamnya terdapat pertentangan.
1 Maksudnya,
komitmen terhadap Sunnah dan menjaganya, sebagaimana seseorang yang
menggigit sesuatu tidak mau melepasnya dengan menggunakan gigi-gigi
gerahamnya, karena khawatir hilang dan terlepas. Kata نواجذ
(Nawaajidz), artinya: Gigi-gigi taring, dan ada yang mengatakan, yaitu
gigi-gigi geraham.
2 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud
(no. 3851),at-Tirmidzi, Shahiih Sunanit Tirmidzi (no. 2157), Ibnu Majah,
Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 40), dan lainnya.
Lihat:
Shahiihut Targhiib wat Tarhiib (no. 34) dan Kitaabus Sunnah (no. 54)
oleh Ibnu Abi ‘Ashim, dengan tahqiq guru kami rohimahullah . Dan
disebutkan dalam satu riwayat an-Nasa-I dan al-Baihaqi yang tertera pada
kitab al-Asmaa-u wash Shifaat: كاُلُُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةُ “Dan setiap kesesatan tempatnya
di Neraka.” Dengan sanad yang shahih, sebagaimana disebut kan dalam
kitab al-Ajwibatun Naafi’ah (hlm. 545) dan Ishlaahul Masaajid (hlm. 11).
3 Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 41).
4 Arti kata
al-Anif, Ibnul Atsir berkata dalam kitab an-Nihaayah: Maksudnya, unta
yang dicocok hidungnya, yaitu unta yang hidungnya dilukai dengan
khisyasy (yaitu kayu yang dimasukkan ke dalam tulang hidung unta, lihat
al-Muhiith), sehingga tidak membangkang terhadap orang yang menuntunnya,
karena adanya rasa sakit pada hidungnya. Ada yang mengatakan: al-Anif,
arti nya: Yang jinak.
5 Di bawah hadits kedua puluh delapan.
6 القَصْدُ مِنَ الأُمُوْرٍ (Al-Qashdu minal Umuur), artinya: Pertengahan di antara dua hal dan sederhana di dalam nya.
Disebutkan dalam kitab Faidhul Qadiir: قَصْدُ كُلِّ شَيْءٍ. (Qashdu kulli syai’), artinya: Melakukannya dengan baik.
7 Shahiih Muslim (no. 869)
8 Maksudnya, engkau memanjangkannya. Asalnya, ketika seorang pembicara
mengambil nafas, maka dia akan memulai pembicaraan baru dan akan mudah
baginya untuk berpanjang lebar. (an-Nihaayah).
9 Ma-innah,
artinya tanda yang membuktikan kedalaman ilmunya. Dan hakikat kata ini
adalah untuk penunjukan tempat, berdasarkan ucapan seseorang:
“Sesungguhnya dia adalah seorang yang pintar.” (Faidhul Qadiir).
10 HR. Abu Dawud, Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 4187). sendiri) …” (QS. Al-Maa-idah: 83)
11) Yaitu, hati yang penuh dengan kepasrahan (tawakkal).Disebutkan
dalam hadits ‘Umar bin al-Khaththab Rodhiyallahu anhu secara marfu’:
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakkal, pastilah Dia memberimu rizki, sebagaimana Dia memberi rizki
kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan pulang dalam
keadan kenyang.” (HR. Ahmad (no. 200, 348, dan 351), at-Tirmidzi (no.
2266), Ibnu Majah (no. 4154).-pent.
12) Ibnu Rajab berkata
dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: “Dan ucapan para Sahabat: ‘Wahai
Rasulullah, seakan-akan itu adalah nasihat seorang yang akan pergi, maka
berwasiatlah kepada kami.’ Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah
Shalallallahu alihi wa sallam telah membuat nasihat tersebut membekas
di hati lebih dari apa yang pernah beliau lakukan pada nasihat lainnya.
Karena itulah, mereka paham bahwa itu adalah nasihat seorang yang akan
segera berpamitan. Sebab, seseorang yang akan berpamitan untuk pergi,
benar-benar akan meneliti terhadap ucapan dan perbuatannya, tidak
seperti yang dilakukannya pada lainnya. Karena itulah, Nabi n
memerintahkan agar, bila seseorang shalat, layaknya seperti shalat
muwaddi’ (orang yang berpamitan), karena barang siapa yang merasa bahwa
dia adalah seorang yang akan berpamitan dengan shalatnya, maka dia akan
melakukannya dengan cara yang paling tepat dan sempurna …”
13) HR. Al-Bukhari (no. 7142).
14) HR. Al-Bukhari (no. 7143).
15) HR. Al-Bukhari (no. 7144). Nash-nash semacam ini dijadikan dalil
oleh orang yang berargumen tentang pembentukan partai atau pun kelompok
tertentu. Namun sebenarnya tidak ada bagian dari nash tersebut yang
dapat mendukung argumentasi itu. Karena hal ini justru hanya akan
menambah perpecahan dan ketercerai-beraian di kalangan kaum Muslimin.
Kami memohon kepada Allah agar di berikan hidayah.
16) “Yaitu, kekuatan dan kehebatan kalian serta perhatian kalian.” (Tafsiir Ibni Katsiir).
17) HR. Al-Bukhari (no. 2410).
18) HR. Abu Dawud dan lainnya. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 958).
19) Kedua nama ini biasa dijadikan contoh dalam pelajaran tata bahasa
Arab. Zaid berarti tambah dan ‘Amr berarti ramai. Tujuannya agar
pelajaran semakin bertambah dan ramai oleh orang yang belajar,-pent.
Sumber : Pesan- Pesan Terakhir Rasulullah shalallallahu alaihi wa
sallam (Washiyyatu Muwaddi’) karya Syaikh Husain bin ’Audah
al-’Awayisyah Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.