Nama : Hasan Gelar : al-Mujtaba
Julukan : Abu Muhammad
Ayah : Ali bin Abi Thalib
Ibu : Fathimah az-Zahra
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H.
Hari/Tgl Wafat : Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H.
Umur : 47 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Istrinya, Ja'dah binti As-Ath
Makam : Baqi' Madinah
Jumlah Anak : 15 orang; 8 laki-laki dan 7 perempuan
Anak Laki-laki : Zaid, Hasan, Umar, Qosim, Abdullah, Abdurrahman, Husein, Thalhah
Anak Perempuan : Ummu al-Hasan, Ummu al-Husein, Fathimah, Ummu Abdullah, Fathimah, Ummu Salamah, Ruqoiyah
Riwayat Hidup
"..Maka katakanlah (hai Muhammad): mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian.. ."(Surah Al-lmran 61)
"Sesungguhnya
Allah SWT menjadikan keturunan bagi setiap nabi dan daritulang sulbinya
masing-masing, tetapi Allah menjadikan keturunanku dantulang sulbi Ali
bin Abi Thalib". (Kitab Ahlul Bait hal. 273-274)
"Semua
anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka),kecuali
anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yangmenurunkan
mereka."(Tafsir Al Manar, dalam menafsirkan Surah al-An’amayat 84)
Satu ayat di atas serta dua hadis dibawahnya menunjukkan bahwa Hasan
dan Husein adalah kecintaan Rasul yangnasabnya disambungkan pada
dirinya. Hadis yang berbunyi: "Tapi Allahmenjadikan keturunanku dari
tulang sulbi Ali Bin Abi Thalib",menunjukkan bahwa Rasulullah yang tidak
berbicara karena kemauan hawanafsu kecuali wahyu semata-mata, ingin
mengatakan bahwa Hasan danHusein adalah anaknya beliau s.a.w. Begitu
juga hadis kedua, beliaumengungkapkan bahwa anak Fathimah bernasab
kepada dirinya s.a.w.Pernyataan tersebut dipertegas oleh ayat yang di
atas, dimana Allahsendiri menyebut mereka dengan istitah ‘anak-anaknya’
yakni putra-putraMuhammad Rasululullah s.a.w.
Nabi juga
seringbersabda: "Hasan dan Husein adalah anak-anakku". Atas dasar ucapan
nabiinilah, Ali bin Abi Thalib berkata kepada anak-anaknya yang
lain:"Kalian adalah anak-anakku sedangkan Hasan dan Husein adalah
anak-anakNabi". Karena itulah ketika Rasulullah s.a.w masib hidup mereka
berduamemanggil nabi s.a.w "ayah". Sedang kepada Imam Ali a.s.
Huseinmemanggilnya Abu Al Hasan, sedang Hasan memanggil sebagai
Abual-Husein. Ketika Rasulullah s.a.w berpulang kerahmat Allah,
barulahmereka berdua memanggil hadrat Ali dengan "ayah".
Beginilahkedekatan nasab mereka berdua kepada Rasululullah s.a.w. Sejak
harilahirnya hingga berumur tujuh tahun Hasan mendapat kasih sayang
sertanaungan dan didikan langsung dari Rasululullah s.a.w, sehingga
beliaudikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati,
pemberani,serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap
wahyu yangditurunkan saat nabi akan menyingkapnya kepada para
sahabatnya.
Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang yang
saleh, bersujuddan sangat khusyuk dalam shalatnya. Ketika berwudhu
beliau gemetar dandi saat shalat pipinya basah oleh air mata sedang
wajahnya pucat karenatakut kepada Allah SWT. Dalam belas dan kasih
sayangnya, beliau dikenalsebagai orang yang tidak segan untuk dengan
pengemis dan para penghunikota yang bertanya tentang masalah agama
kepadanya.
Darisifat-sifat yang mulia inilah beliau tumbuh
menjadi seorang dewasa yangtampan, bijaksana dan berwibawa. Setelah
kepergian Rasulullah s.a.wbeliau langsung berada di bawah naungan dan
didikan ayahnya Ali bin AbiThalib a.s. Hampir tiga puluh tahun, beliau
bernaung di bawah didikanayahnya, hingga akhirnya pada tahun 40
Hijriyah. Ketika ayahnyaterbunuh dengan pedang beracun yang dipukulkan
Abdurrahman bin Muljam,Hasan mulai menjabat keimamahan yang ditunjuk
oleh Allah SWT.
Selama masa kepemimpinannya, beliau dihadapkan
kepada orang yang sangatmemusuhinya dan memusuhi ayahnya, Muawiyah bin
Abi Sofyan dari baniUmayyah. Muawiyah bin Abi Sofyan yang sangat tamakan
kepada kekuasaanselalu menentang dan menyerang Imam Hasan a.s. dengan
kekuatanpasukannya. Sementara dengan kelicikannya dia menjanjikan
hadiah-hadiahyang menarik bagi jeneral dan pengikut Imam Hasan yang mau
menjadipengikutnya.
Karena banyaknya pengkhianatan yang
dilakukanpengikut Imam Hasan a.s. yang merupakan akibat pujukan
Muawiyah,akhirnya Imam Hasan menerima tawaran darinya. Perdamaian
bersyarat itudimaksudkan agar tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih
banyak dikalangan kaum muslimin. Namun, Muawiyah mengingkari seluruh
isiperjanjian itu. Kejahatannya pun semakin merajalela, khususnya
kepadakeluarga Rasulullah s.a.w dan orang yang mencintai mereka akan
selaluditekan dengan kekerasan dan diperlakukan dengan tidak senonoh.
Dan
pada tahun 50 Hijriah, beliau dikhianati oleh isterinya, Ja'dahputri
Ash'ad, yang menaruh racun diminuman Imam Hasan. Menurut
sejarah,Muawiyah adalah dalang dari usaha pembunuhan anak kesayangan
Rasulullahs.a.w ini.
Akhirnya manusia agung, pribadi mulia yang
sangatdicintai oleh Rasulullah kini telah berpulang ke
rahmatullah.Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husein a.s. dan para anggota
keluargaBani Hasyim. Karena adanya beberapa pihak yang tidak setuju
jika ImamHasan dikuburkan didekat maqam Rasulullah dan
ketidaksetujuannya itudibuktikan dengan adanya hujan panah ke keranda
jenazah Imam Hasan a.s.Akhirnya untuk kesekian kalinya keluarga
Rasulullah yang teraniayaterpaksa harus bersabar. Mereka kemudian
menglihkan pemakaman ImamHasan a.s. ke Jannatul Baqi' di Madinah. Pada
tanggal 8 Syawal 1344 H(21 April 1926) kemudian, pekuburan Baqi'
diratakan dengan tanah olehpemerintah yang berkuasa di Hijaz.
Imam Hasan telah tiada,pemakamannya pun digusur namun perjuangan serta
pengorbanannya yangdiberikan kepada Islam akan tetap terkenang di hati
sanubari setiapinsan yang mengaku dirinya sebagai pengikut dan pencinta
Muhammad s.a.wserta Ahlul Baitnya.
Laki-laki Serupa Nabi
Setelah
perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as,
puteriRasulullah s.a.w, melahirkan anak laki-laki yang mungil, lucu,
dansehat. Putera yang lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun
ketigaHijrah itu disambut oleh Rasulullah dengan penuh kecintaan.
Rasulullahmengangkatnya, menggendong, merangkul, mendekapkan ke dadanya,
kemudianmembisikkan adzan di telinga sebelah kanan cucunya itu dan
iqamat ditelinga sebelah kirinya. Setelah itu, Rasulullah berpaling
kepada Ali,menantunya, seraya berkata: “Akan engkau beri nama siapa anak
ini?”
“Demi Allah, aku tak akan mendahului Anda ya Rasulullah,”jawab Ali.
“Aku sendiri tak akan mendahului Tuhanku,”kata Nabi lagi.
Di
dalam sebagian riwayat diceritakan, bahwa tak lama sesudah
dialogtersebut, Jibril kemudian datang menyampaikan pesan tentang nama
anakitu, yaitu: Hasan.
Rasulullah s.a.w sangat mencintai cucunya ini. Di antara sabda beliau sehubungan dengan Al Hasan as adalah:
*”Barangsiapa ingin melihat pemuda ahli surga, maka hendaknya ia melihat Hasan bin Ali.”
*”Hasan adalah dari aku dan aku dari Hasan, Allah mencintai orang yang mencintainya.”
Di
dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa suatu kali orang
melihatRasulullah s.a.w. memanggul Hasan bin Ali. Di antara orang yang
melihatperistiwa itu ada yang mengatakan kepada Al Hasan:”Sungguh, ini
adalahtunggangan yang paling nikmat, Nak.” Mendengar ucapan orang
itu,Rasulullah saww berkata: “Penunggang yang paling menyenangkan
adalahanak ini.”
Atau, pada kali yang lain, ketika sedang
bersujud,Rasulullah berasa bahwa Hasan menaiki pundak beliau. Maka
Rasulullahpun melambatkan sujudnya sampai cucunya itu turun.
Beliau juga pernah bersabda:”Engkau menyerupaiku dalam bentuk dan perangai.”
(Benarlah
demikian. Bahkan, pada suatu hari Abu Bakar ash-Shiddiqmenggendong Al
Hasan sambil berkata: “Engkau lebih menyerupai Nabidaripada Ali.”)
Sedangkan terhadap Al Hasan as dan saudaranya Al Husain as, Rasulullah s.a.w bersabda:
“Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kembang mekarku di dunia.”
“Keduanya
ini adalah anakku dan anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan,aku
mencintai keduanya dan aku cinta kepada siapa yang mencintaikeduanya.”
Sabda-sabda tersebut di atas cukup menunjukkan kemuliaan Al Hasan.
Dengan
dekatnya hubungan antara Rasulullah s.a.w. dengan cucunya ini,dapatlah
dimengerti bahwa dengan sendirinya Al Hasan as sempatmengenyam hidup
bersama Rasulullah s.a.w untuk jangka waktu yang cukuplama. Ibu Al
Hasan, Fatimah az Zahra, adalah satu-satunya puteriRasulullah yang
paling lama mendampingi hidup ayahandanya. Fatimahhadir di saat
ayahandanya menghadap kembali kepada Allah SWT. Sedangkanayah Al Hasan,
Imam Ali, seperti sudah diterangkan, adalah orang yangsangat dekat
dengan Nabi dan termasuk sahabat yang paling berilmu.
Atas dasar
kenyataan itulah maka orang tak lagi merasa sangsi terhadapkeluasan ilmu
Al Hasan as di samping sifat-sifat luhur lain yangmendekat pada
peribadinya, antara lain sifat kedermawanannya yangsangat menonjol.
Tentang ilmunya, diriwayatkan bahwa, suatuhari, Al Hasan as berjumpa
dengan seorang Yahudi yang sudah tua. Yahuditua itu tampak kepayahan.
Tubuhnya lemah dan pakaiannya kumal. Siangitu, ia tengah memanggul
sekendi air, berjalan di bawah terik matahariyang menyekat. Ketika
kepayahan itulah ia berjumpa dengan Al Hasan asyang berpakaian rapih
bersih. Yahudi tersebut berhenti. Dipandangi cucuRasulullah itu dari
ujung rambut hingga ujung kakinya. Perbuatantersebut dilakukannya
berulan-ulang. Al Hasan as merasa herankarenanya. Namun belum sempat ia
menyampaikan sesuatu, orang tua itulebih dulu berkata, “Wahai cucu
Rasulullah. Ada pertanya yang aku inginengkau menjawabnya!”
“Tentang apakah itu?’ tanya Al Hasan.
“Datukmu dulu pernah berkata, bahwa dunia ini adalah penjaranya orang Mukmin dan surganya orang kafir.”
“Benar demikianlah adanya.”
“Terus
terang, aku melihat yang sebaiknya. Perhatikanlah keadaanku
dankeadaanmu. Aku melihat dunia ini adalah sebagai surga bagimu
yangmukmin, dan neraka bagiku yang kafir.”
“Dari mana engkau menarik kesimpulan tersebut?”
“Lihatlah.
Engkau hidup dalam keadaan senang laksana di surga,sedangkan aku?
Hidupku sangat sengsara, tak ubahnya dengan hidup dineraka.”
“Engkau keliru, hai Yahudi. Sesungguhnya, apabiladibandingkan dengan apa
yang akan diberikan Allah kepadaku di surgananti, maka kesenanganku di
dunia ini tak ada artinya, sehingga duniaini ibarat neraka bagiku.
Sebaliknya, apabila engkau tahu apa yang akanengkau terima di akhirat
nanti, maka engkau akan tahu, bahwa hidupmuyang sekarang ini jauh lebih
baik, sehingga di dunia ini engkau seakanberada di surga. Itulah makna
ucapan kekeku Rasulullah s.a.w.”
Mendengar jawaban Al Hasan as yang sangat mengena itu, si Yahudi tertegun. Mulutnya terkunci, tak berkata apa-apa lagi.
Di
samping keluasan ilmunya, Al Hasan as dikenal juga sebagai orangyang
sangat dermawan. Pernah, pada suatu hari, Al Hasan as melihatseseorang
sedang berdoa. Orang tersebut mengadukan kesulitan hidupnyakepada Allah
SWT. Mengetahui keadaan orang itu dan mendengar doanya,dengan serta
merta Al Hasan as memberinya uang dalam jumlah yang cukupbesar, sehingga
orang itu merasa sangat kegirangan.
Atau padahari yang lain,
yaitu di tengah perjalanannya untuk menunaikan ibadahhaji bersama
adiknya, Al Husain, dan Ja’far bin Abdullah r.a., sekalilagi
kedermawanan Al Hasan terungkap. Alkisah, dalam perjalanannyamenuju
Mekkah, ketiga orang ini kehabisan bekal. Tak ada lagi sisamakanan dan
minuman yang dapat mereka gunakan untuk meneruskanperjalanan yang masih
cukup jauh. Mereka sangat memerlukan tambahanbekal. Namun bagaimana?
Di samping pasir yang tandus itu, ditengah kebingungan mereka,
tiba-tiba tampak sebuah rumah. Merekabertiga kemudin mendatangi rumah
tersebut.
“Assalamu’alaikum,” kata mereka hampir serempak.
“Wa’alaikum
salam,” terdengar seseorang menjawab dari dalam rumah.Orang itu
kemudian keluar, yang ternyata adalah seorang wanita tua.
“Dari manakah kalian?” tanya wanita itu.
“Kami dari Madinah!” Al Hasan menjawab.
“Siapakah kalian?”
“Kami adalah dari Quraisy. Saya adalah Hasan bin Ali, ini adikku Husain, dan itu Ja’far dari kelurgaku juga.”
“Hendak ke mana kiranya Tuan-Tuan?”
“Kami hendak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.”
“Adakah sesuatu yang dapat aku bantu untuk kalian?”
“Terus terang, kami kehabisan bekal. Apakah ibu mempunyai air yang dapat kami bawa?”
“Astaga..! Ada, ada…silahkan kalian bawa ini!” kata ibu itu sambil menyerahkan tempat airnya.
“Masihkah kalian mempunyai makanan?”
Tanya ibu itu lagi.
“Tidak. Adakah ibu mempunyai makanan?
Kami bermaksud membelinya,” kata Al Hasan.
“Membeli?
Tidak Demi Allah, hanya itu satu-satunya yang aku miliki danaku
bersumpah Tuan-Tuan harus makan itu,” kata ibu tersebut serayamenunjuk
satu-satunya domba yang ia miliki.
Domba itu kemudiandipotong,
sebagian dimasak untuk dimakan Al Hasan, Al Husain, danJa’far. Sedangkan
yang sebagian lagi di bawakan si ibu sebagai bekaluntuk melanjutkan
perjalanan. Ibu tua itu tak mau menerima hadiahapa-apa dari ketiga orang
tamunya.
“Demi Allah, aku melakukannya dengan ikhlas,” kata ibu itu lagi.
“Terima
kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikan ibu. Kamiberharap, apabila
ibu datang ke Madinah, sudilah kiranya ibu singgah kerumah kami. Kami
akan senang sekali!” kata Al Hasan mewakili yang lain.
“Insya Allah.”
“Assalamu’alaikum,” kata mereka bertiga.
“Wa’alaikum salam,” jawab ibu itu sambil memandangi kepergian ketiga tamunya.
Tak
lama setelah kepergian tamunya, suami wanita itu pulan. Ia
terkejutmelihat domba satu-satunya yang ia miliki tak lagi tertambat
ditempatnya. Ia segera menanyakan hal tersebut kepada isterinya.
“ke manakah gerangan domba kita?”
“Oh
… tadi ada tiga orang yang datang kemari. Mereka kehabisan bekaldalam
perjalanan mereka untuk berhaji. Aku tak punya apa-apa selaindomba itu.
Maka ia kupotong dan sebagian dagingnya aku berikan kepadamereka.”
Begitulah jawab sang isteri.
“Aduuh… Bagaimana engkau dapat berbuat demikian? Siapakah ketiga orang itu?’
“Mereka mengatakan berasal dari suku Quraish.”
“Dari
mana kamu tahu? Bagaimana kamu bisa percaya begitu saja terhadapucapan
mereka? Kamu tidak mengenalnya, maka bagimana kamu bisa percayabahawa
mereka dari Quraish?” tanya sang suami tak habis pikir.
“Tandanya tampak dari wajah-wajah mereka!” jawab isterinya.
Dialog
tersebut tersebut hanya berlangsung sampai di situ. Sang suamipun
mengikhlaskan pemberian itu setelah mendengar keterangan isterinya.
Alkisah,
beberapa waktu kemudian, daerah tempat ibu itu tinggaltersarang
penjenayah yang sangat dahsyat. Orang-orang daerah tersebutsemuanya
pergi meninggalkan desa mereka untuk mencari nafkah. Merekatersebar ke
mana-mana. Ada yang ke Makkah, ke Madinah dan juga ketempat-tempat lain.
Nasib ibu tua dan suaminya pun tak berbeda dengantetangganya yang lain.
Sang ibu dan suaminya pergi menuju Madinah. Dikota yang baru ini mereka
berjalan mencari nafkah untuk menyambunghidup.
Di tengah
pengembaraannya menyusuri jalan-jalan diMadinah, tanpa sadar, ibu itu
melewati rumah Al Hasan as Sang iburupanya sudah tak ingat lagi kepada
ketiga tamunya yang dahulu. Itulahsebabnya, ia tak berusaha mencari
mereka. Secara kebetulan, ketika ibuitu lewat, Al Hasan sedang duduk di
depan rumahnya. Al Hasan melihatmereka, dan mengejar sepasang
suami-isteri itu, kemudian menegurnya.
“Ingkatkah ibu kepada saya?” tanyanya.
“Demi Allah, aku tidak ingat siapa engkau,” jawab ibu itu.
“Ingkatkah ibu kepada tiga orang tamu yang kehabisan bekal di tengah perjalanan mereka untuk berhaji?”
“Tidak!”
“Baiklah,
apabila ibu tak ingat kepada saya, maka saya masih dapatmengenali ibu.
Saya adalah Hasan bin Ali, orang yang perarnah ibu berimakanan dan
minuman untuk bekal saya dan dua orang saudara yang lainmenuju Mekkah.
Mari, silahkan ibu ke rumah saya!” kata Al Hasan asseraya mengiringi
keduanya menuju kediamannya.
Di rumah AlHasan itulah keduanya
menceritkan keadaan yang menimpa desa mereka. AlHasan menyambut keduanya
dengan sambutan yang sangat baik. Dijamu keduatamunya itu dengan penuh
hormat. Sebelum pulang, Al Hasan as memberikeduanya uang seribu dinar
dan beberapa ekor kambing. Kemudian Al Hasanmemanggil pembantunya dan
berkata: “Antarkan kedua tamuku ini ke rumahsaudaraku, Husain, dan ke
rumah Ja’far!”
“Baik Tuan!” kata kadamnya.
Mereka bertiga kini dalam perjalanan menuju rumah Husain bin Ali as
“Assalamu’alaikum,” kata kadam Al Hasan.
“Wa alaikum salam,” terdengar jawaban dari dalam rumah.
Tak lama setelah itu, Al Husain membukakan pintu. Ia mengenal kadam Al Hasan.
“Aku
disuruh mengantarkan kedua tamu ini kemari,” kata teman itu. AlHusain
melihat tamunya. Ternyata ia pun masih mengenal ibu tersebut. AlHusain
segera menyambutnya dengan penuh hormat. “Mari, silakan
masuk!Alhamdulillah, akhirnya Allah mempertemukan kita kembali.”
“Allah Mahabesar!” jawab si ibu.
Setelah berbincang-bincang, sebelum minta diri, Al Husain memberi ibu tersebut seribu dinar uang dan beberapa ekor domba.
“Sungguh Anda sangat mulia,” kata si ibu. “Semoga Allah yang membalas semua kebaikan ini,” tambah suaminya.” Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam!” jawab Al Husain.
Mereka berdua mohon diri, dan bersama kadam Al Hasan pergi ke rumah Ja’far.
Tak
beza dengan Al Hasan dan Al Husain, Ja’far bin Abdullah punmenyambut
kedua tamunya itu dengan baik. Ternyata, ia pun masihmengenal si ibu
tua.
“Astaga… bagaimana kabar kalian!” tanya Ja’far setelah membalas salam keduanya.
“Alhamdulillah,
Allah masih melindungi kami,” kata si suami. “DanMahabesar Allah yang
telah mempertemukan kita kembali,” kata si isteri.
Setelah lama
mereka berbincang-bincang, Ja’far memerintahkan kadamnyamenyiapkan
beberapa ekor domba, sedangkan ia sendiri masuk mengambiluang. Ia pun
memberi ibu tersebut uang seribu Dinar dan beberapa ekorDomba. Setelah
mengucapkan terima kasih kepada Ja’far dan bersyukurkepada Allah SWT,
mereka pun memohon pulang.
Suami isteri itukemudian kembali ke
desanya dengan bekal tiga ribu dinar uang danbeberapa ekor domba. Mereka
menjadi orang yang terkaya di desanya.
Kedermawanan Al Hasan as itu sesuai dengan sabda Nabi s.a.w.:”Kepada Al Hasan aku wariskan kesabaran dan kedermawananku.”
Sejarah
mencatat, bahwa setelah Imam Ali bin Abi Thalib as wafat, orangramai
membaiat Al Hasan as sebagai Khalifah yang baru. Pada masa itu,keadaan
kaum Muslim masih belum bersatu benar. Pemberontakan telahterjadi sejak
Ali bin Abi Thalib a.s menjadi Khalifah.Berontakan-berontakan dengan
beberapa kelompok kaum Muslimin – yangmemerangi Imam Ali a.s dengan
alasan menuntut balas atas terbunuhnyaKhalifah Utsman bin Affan tak lagi
dapat dihindari. Di antara orangyang gigih menuntut balas atas kematian
Utsman, adalah Mu’awiyah binAbi Sufyan. Ia yang pada masa pemerintahan
Utsman menjadi gubenur diSyam – sudah sejak beberapa waktu sebelumnya
menyiapkan tentara. Utsmanadalah kerabatnya dari kalangan Bani Umayyah.
Dengan tak memberikesempatan kepada Imam Ali untuk menyelidiki kenapa
terbunuhnya Utsman,Mu’awiyah berangkat memerangi Imam Ali.
Sebenarnyalah, Mu’awiyah sangatmenginginkan jabatan Khalifah. Karena ia
sadar bahwa kaum Musliminbakal memilih Ali bin Abi Thalib, maka ia
buru-buru memerangi Imam Alias dengan dalil menuntut balas atas
terbunuhnya Utsman. Dalampeperangan dengan Imam Ali itu, Mu’awiyah dan
pengikutnya terdesak.Maka selamatlah mereka dari kehancuran.
Namun demikianpemerintahan Imam Ali ternyata berakhir dengan peristiwa
pembunuhanatasnya, ketika beliau sedang memimpin shalat Subuh. Suasana
negaramenjadi tidak menentu sepeninggal Imam Ali. Dalam keadaan kacau
itulahAl Hasan dibaiat. Mu’awiyah tak tinggal diam mendengar pembaiatan
atasAl Hasan as. Ketika mulai menjabat sebagai Khalifah, Al Hasan
yangsadar akan apa yang bakal dilakukan oleh Mu’awiyah, segera
menulissurat kepada Mu’awiyah, mengingatkan akan pentingnya persatuan,
danmeminta Mu’awiyah untuk juga membaiatnya. Suarat itu ditulis
dengankata-kata yang baik. Tetapi Mu’awiyah segera membalas surat Al
Hasan.Mu’awiyah yang pada waktu itu juga mengangkat diri sebagai
Khalifah,menyatakan bahwa ia lebih mempu dan lebih berhak menjadi
Khalifahdaripada Al Hasan as. Mu’awiyah tak lupa menawarkan “suap”
kepada AlHasan as.
Singkat cerita, keadaan semakin dekat
denganpertelingkahan antara Al Hasan dengan Mu’awiyah. Dan Mu’awiyah
mulaimencari pengaruh. Ia membujuk setiap orang dan kepala-kepala
sukudengan bujukan wang. Tak sedikit orang yang karena bujukan duniawi
ituakhirnya berpihak kepada Mu’awiyah. Setelah merasa kuat,
Mu’awiyahkemudian menyiapkan pasukan dari Syam menuju Kufah.
Al
Hasana.s mengetahui semua rencana dan persiapan Mu’awiyah. Dengan cepat
iamengumpulkan penduduk Kufah, yang semuanya berpihak dan memaksa
diauntuk menjadi Khalifah. Tapi, ternyata pengikut Al Hasan a.s tak
cukupsetia seperti pengikut Mu’awiyah. Setelah pecah pertempuran,
panglimapasukan Al Hasan sendiri belot, menjadi pengikut Mu’awiyah,
karenaimbuhan wang satu juta dirham.
Berita pembelotan
panglimaperang Al Hasan a.s itu segera tersebar. Perajurit lainnya
yangmendengar berita itu kemudian menjadi lalai. Dengan membabi
buta,mereka bahkan menyerang kemah Khalifah Al Hasan sendiri.
Merekamerampas harta benda Al Hasan a.s yang ada dikemah tersebut.
Salahseorang dari mereka, Al Jarrah bin Asad, bahkan menyerang Al
Hasansehingga menimbulkan luka-luka pada tubuh beliau.
Al
Hasanberkata kepadanya, dan perkataannya itu juga ditujukan kepada
yanglain: “Dulu kalian membunuh ayahku. Kini kalian menyerang dan
berusahauntuk membunuh diriku.”
Nampaknya, Al Hasan sudah
benar-benartak dapat mempercayai pengikutnya sendiri. Orang yang
benar-benar setiakepadanya terlalu sedikit untuk dapat meneruskan
peperangan. Denganpertimbangan itu, dan mengingat pentingnya keutuhan
dan persatuan umat,Al Hasan a.s berniat mengakhiri perang yang jauh tak
seimbang, karenahal itu hanya akan menambah banyaknya jumlah korban yang
jatuh.
Namun Al Hasan tidak semudah itu melepaskan jabatan dan
membiarkanMu’awiyah berkuasa semaunya. Sebelum menyerahkan kekhalifahan
kepadaMu’awiyah, terlebih dahulu ia mengadakan perjanjian. Di antara
isiperjanjian yang panjang tersebut, salah satu bagiannya
menyebutkan,bahwa sepeninggal Mu’awiyah, kepemimpinan umat akan
diserahkan kembalikepada kaum Muslimin untuk memilih sendiri pemimpin
yang merekakehendaki. Di sinilah tampak bagaimana Al Hasan
benar-benarmemperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Pasal itu akhirnya
dilanggaroleh Mu’awiyah yaitu dengan mengangkat putranya, Yazid,
sebagaipengganti dirinya, sementara kaum Muslimin tak dapat berbuat
apa-apa dibawah ancaman pedang dan sebahagiannya lagi luluh karena
bujukan wangdan jabatan.
Setelah dicapai kesepakatan dengan
Mu’awiyah binAbu Sufyan, sebelum meninggalkan Iraq untuk menuju Madinah,
Al Hasansempat menyampaikan pesan dan kesannya untuk penduduk Iraq. Ia
antaralain berkata:
“Wahai penduduk Iraq, ketahuilah, bahwa ada
tigahal yang menyebabkan aku tak lagi berani menggantungkan diriku
padakalian dan tidak dapat mempercayai kalian. Pertama, kalian
telahmembunuh ayahku; kemudian kalian telah berusaha untuk membunuh aku;
danyang terakhir, kalian telah menyerang dan merampas barang-barang
dikemahku. Aku yakin, bahwa orang yang menggantungkan nasibnya
kepadakalian, pasti akan ditimpa kekalahan…”
Setelah itu, Al
Hasanmeninggalkan Kufah menuju ke Madinah, Konon, penduduk Kufah
menangisiperpindahan Al Hasan. Namun rupanya benarlah kata
pepatah:”Sekalilancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.” Al
Hasan tak lagidapat mengubah pendiriannya.
Telah bulat tekad Al
Hasan a.suntuk meninggalkan Kufah, betapapun orang menahannya. Ia
kemudian hidupdi Madinah, menekuni ibadah, mendalami ilmu, dan selalu
mengisiwaktunya dengan amal-amal yang dapat mendekatan diri kepada Allah
SWT.Banyak waktu dihabiskannya di Masjid Rasulullah dan membantu
setiaporang yang kesusahan.
Al Hasan a.s dikenal sebagai orang
yangtak memzeda-bezakan pangkat dan kedudukan. Suatu hari, sekelompok
orangmiskin mengundangnya untuk makan bersama. Al Hasan duduk, makan
bersamamereka meski hanya bersantap dengan sepotong roti kering. Semua
itu ialakukan dengan sepenuh hati, tanpa bersifat perasaan terpaksa
sedikitpun. Setelah itu, ia ganti mengundang orang-orang tersebut untuk
makandirumahnya. Atau pada kali yang lain, ia memenuhi undangan
anak-anakkecil. Begitulah hari-hari Al Hasan di Madinah.
Sampaiketetapan Allah datang kepadanya. Hari itu, 28 Safar tahun 50
Hijriyah,Al Hasan merasakan sesuatu yang tidak enak pada tubuhnya. Ia
terbaringlemah. Al Husain a.s, adik kandungnya, duduk disamping tubuh
kakaknya.Ia merasa hairan mengetahui sakit kakaknya yang sangat mendadak
itu.Rupanya, Al Hasan a.s telah diracuni.
“Katakan, siapakah yang telah meracunimu?” tanya Al Husain.
“Tiga kali sudah aku diracuni orang, namun yang sekali ini sungguh luar biasa!” kata Al Hasan as.
“Katakanlah, siapakah orang yang telah meracunimu itu!” pinta Al Husain a.s mendesak.
Rupanya,
Al Hasan sengaja tak mau menyebutkan nama orang yang telahmeracuninya,
meskipun Al Husain mendesak menanyakan hal tersebut.
Tak ada
catatan yang pasti tentang orang yang meracuni Al Hasan.Sebagian riwayat
menyebutkan, bahwa Al Hasan diracuni oleh isterinyasendiri yang bernama
Ja’dah binti Asy’ats. Terbujuk oleh rayuanMu’awiyah untuk dikawinkan
dengan putranya yang bernama Yazid, ditambahimbuhan seratus ribu dinar,
Ja’dah terpikat untuk membunuh Al Hasan.Diceritakan, bahwa Ja’dah
kemudian menerima wang sebesar seratus ribudinar itu, namun Mu’awiyah
menolak untuk mengawinkan dia dengan Yazid.Ketika ditanya tentang
alasannya tidak mengawinkan Ja’dah dengan Yazid,Mu’awiyah berkata:
“Bagaimana mungkin aku berani mengawinkan dia dengananakku? Apabila ia
telah tega meracuni cucu Rasulullah s.a.w, maka apapula yang akan dia
lakukan terhadap puteraku, Yazid?” Ja’dah tertegundan baru sadar setelah
semuanya terjadi.
Jenazah Al Hasan asdimakamkan di pekuburan
Baqi’, dekat makam neneknya, Fatimah bintiAsad. Kaum muslimin berkabung
mendengar berita wafatnya Al Hasan a.s.Masih jelas dalam ingatan mereka,
betapa Al Hasan sangat menyerupaiNabi hampir dalam semua hal. Kerinduan
orang kepada Nabi yang biasanyaterobati dengan hadirnya Al Hasan a.s
kini tak mungkin dinikmati lagi…..