Halaman

Jumat, 26 Juli 2013

CUCU RASULULLAH (Imam Hasan Al-Mujtaba as)

Nama : Hasan Gelar : al-Mujtaba
Julukan : Abu Muhammad 
Ayah : Ali bin Abi Thalib
Ibu : Fathimah az-Zahra
Tempat/Tgl Lahir : Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H.
Hari/Tgl Wafat : Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H.
Umur : 47 Tahun
Sebab Kematian : Diracun Istrinya, Ja'dah binti As-Ath
Makam : Baqi' Madinah
Jumlah Anak : 15 orang; 8 laki-laki dan 7 perempuan
Anak Laki-laki : Zaid, Hasan, Umar, Qosim, Abdullah, Abdurrahman, Husein, Thalhah
Anak Perempuan : Ummu al-Hasan, Ummu al-Husein, Fathimah, Ummu Abdullah, Fathimah, Ummu Salamah, Ruqoiyah



Riwayat Hidup

"..Maka katakanlah (hai Muhammad): mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian.. ."(Surah Al-lmran 61)

"Sesungguhnya Allah SWT menjadikan keturunan bagi setiap nabi dan daritulang sulbinya masing-masing, tetapi Allah menjadikan keturunanku dantulang sulbi Ali bin Abi Thalib". (Kitab Ahlul Bait hal. 273-274)

"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka),kecuali anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yangmenurunkan mereka."(Tafsir Al Manar, dalam menafsirkan Surah al-An’amayat 84)

Satu ayat di atas serta dua hadis dibawahnya menunjukkan bahwa Hasan dan Husein adalah kecintaan Rasul yangnasabnya disambungkan pada dirinya. Hadis yang berbunyi: "Tapi Allahmenjadikan keturunanku dari tulang sulbi Ali Bin Abi Thalib",menunjukkan bahwa Rasulullah yang tidak berbicara karena kemauan hawanafsu kecuali wahyu semata-mata, ingin mengatakan bahwa Hasan danHusein adalah anaknya beliau s.a.w. Begitu juga hadis kedua, beliaumengungkapkan bahwa anak Fathimah bernasab kepada dirinya s.a.w.Pernyataan tersebut dipertegas oleh ayat yang di atas, dimana Allahsendiri menyebut mereka dengan istitah ‘anak-anaknya’ yakni putra-putraMuhammad Rasululullah s.a.w.

Nabi juga seringbersabda: "Hasan dan Husein adalah anak-anakku". Atas dasar ucapan nabiinilah, Ali bin Abi Thalib berkata kepada anak-anaknya yang lain:"Kalian adalah anak-anakku sedangkan Hasan dan Husein adalah anak-anakNabi". Karena itulah ketika Rasulullah s.a.w masib hidup mereka berduamemanggil nabi s.a.w "ayah". Sedang kepada Imam Ali a.s. Huseinmemanggilnya Abu Al Hasan, sedang Hasan memanggil sebagai Abual-Husein. Ketika Rasulullah s.a.w berpulang kerahmat Allah, barulahmereka berdua memanggil hadrat Ali dengan "ayah".

Beginilahkedekatan nasab mereka berdua kepada Rasululullah s.a.w. Sejak harilahirnya hingga berumur tujuh tahun Hasan mendapat kasih sayang sertanaungan dan didikan langsung dari Rasululullah s.a.w, sehingga beliaudikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati, pemberani,serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yangditurunkan saat nabi akan menyingkapnya kepada para sahabatnya.

Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang yang saleh, bersujuddan sangat khusyuk dalam shalatnya. Ketika berwudhu beliau gemetar dandi saat shalat pipinya basah oleh air mata sedang wajahnya pucat karenatakut kepada Allah SWT. Dalam belas dan kasih sayangnya, beliau dikenalsebagai orang yang tidak segan untuk dengan pengemis dan para penghunikota yang bertanya tentang masalah agama kepadanya.

Darisifat-sifat yang mulia inilah beliau tumbuh menjadi seorang dewasa yangtampan, bijaksana dan berwibawa. Setelah kepergian Rasulullah s.a.wbeliau langsung berada di bawah naungan dan didikan ayahnya Ali bin AbiThalib a.s. Hampir tiga puluh tahun, beliau bernaung di bawah didikanayahnya, hingga akhirnya pada tahun 40 Hijriyah. Ketika ayahnyaterbunuh dengan pedang beracun yang dipukulkan Abdurrahman bin Muljam,Hasan mulai menjabat keimamahan yang ditunjuk oleh Allah SWT.

Selama masa kepemimpinannya, beliau dihadapkan kepada orang yang sangatmemusuhinya dan memusuhi ayahnya, Muawiyah bin Abi Sofyan dari baniUmayyah. Muawiyah bin Abi Sofyan yang sangat tamakan kepada kekuasaanselalu menentang dan menyerang Imam Hasan a.s. dengan kekuatanpasukannya. Sementara dengan kelicikannya dia menjanjikan hadiah-hadiahyang menarik bagi jeneral dan pengikut Imam Hasan yang mau menjadipengikutnya.

Karena banyaknya pengkhianatan yang dilakukanpengikut Imam Hasan a.s. yang merupakan akibat pujukan Muawiyah,akhirnya Imam Hasan menerima tawaran darinya. Perdamaian bersyarat itudimaksudkan agar tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak dikalangan kaum muslimin. Namun, Muawiyah mengingkari seluruh isiperjanjian itu. Kejahatannya pun semakin merajalela, khususnya kepadakeluarga Rasulullah s.a.w dan orang yang mencintai mereka akan selaluditekan dengan kekerasan dan diperlakukan dengan tidak senonoh.

Dan pada tahun 50 Hijriah, beliau dikhianati oleh isterinya, Ja'dahputri Ash'ad, yang menaruh racun diminuman Imam Hasan. Menurut sejarah,Muawiyah adalah dalang dari usaha pembunuhan anak kesayangan Rasulullahs.a.w ini.

Akhirnya manusia agung, pribadi mulia yang sangatdicintai oleh Rasulullah kini telah berpulang ke rahmatullah.Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husein a.s. dan para anggota keluargaBani Hasyim. Karena adanya beberapa pihak yang tidak setuju jika ImamHasan dikuburkan didekat maqam Rasulullah dan ketidaksetujuannya itudibuktikan dengan adanya hujan panah ke keranda jenazah Imam Hasan a.s.Akhirnya untuk kesekian kalinya keluarga Rasulullah yang teraniayaterpaksa harus bersabar. Mereka kemudian menglihkan pemakaman ImamHasan a.s. ke Jannatul Baqi' di Madinah. Pada tanggal 8 Syawal 1344 H(21 April 1926) kemudian, pekuburan Baqi' diratakan dengan tanah olehpemerintah yang berkuasa di Hijaz.

Imam Hasan telah tiada,pemakamannya pun digusur namun perjuangan serta pengorbanannya yangdiberikan kepada Islam akan tetap terkenang di hati sanubari setiapinsan yang mengaku dirinya sebagai pengikut dan pencinta Muhammad s.a.wserta Ahlul Baitnya.


Laki-laki Serupa Nabi

Setelah perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, puteriRasulullah s.a.w, melahirkan anak laki-laki yang mungil, lucu, dansehat. Putera yang lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ketigaHijrah itu disambut oleh Rasulullah dengan penuh kecintaan. Rasulullahmengangkatnya, menggendong, merangkul, mendekapkan ke dadanya, kemudianmembisikkan adzan di telinga sebelah kanan cucunya itu dan iqamat ditelinga sebelah kirinya. Setelah itu, Rasulullah berpaling kepada Ali,menantunya, seraya berkata: “Akan engkau beri nama siapa anak ini?”

“Demi Allah, aku tak akan mendahului Anda ya Rasulullah,”jawab Ali.

“Aku sendiri tak akan mendahului Tuhanku,”kata Nabi lagi.

Di dalam sebagian riwayat diceritakan, bahwa tak lama sesudah dialogtersebut, Jibril kemudian datang menyampaikan pesan tentang nama anakitu, yaitu: Hasan.

Rasulullah s.a.w sangat mencintai cucunya ini. Di antara sabda beliau sehubungan dengan Al Hasan as adalah:

*”Barangsiapa ingin melihat pemuda ahli surga, maka hendaknya ia melihat Hasan bin Ali.”

*”Hasan adalah dari aku dan aku dari Hasan, Allah mencintai orang yang mencintainya.”

Di dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa suatu kali orang melihatRasulullah s.a.w. memanggul Hasan bin Ali. Di antara orang yang melihatperistiwa itu ada yang mengatakan kepada Al Hasan:”Sungguh, ini adalahtunggangan yang paling nikmat, Nak.” Mendengar ucapan orang itu,Rasulullah saww berkata: “Penunggang yang paling menyenangkan adalahanak ini.”

Atau, pada kali yang lain, ketika sedang bersujud,Rasulullah berasa bahwa Hasan menaiki pundak beliau. Maka Rasulullahpun melambatkan sujudnya sampai cucunya itu turun.

Beliau juga pernah bersabda:”Engkau menyerupaiku dalam bentuk dan perangai.”

(Benarlah demikian. Bahkan, pada suatu hari Abu Bakar ash-Shiddiqmenggendong Al Hasan sambil berkata: “Engkau lebih menyerupai Nabidaripada Ali.”)

Sedangkan terhadap Al Hasan as dan saudaranya Al Husain as, Rasulullah s.a.w bersabda:

“Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kembang mekarku di dunia.”

“Keduanya ini adalah anakku dan anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan,aku mencintai keduanya dan aku cinta kepada siapa yang mencintaikeduanya.”

Sabda-sabda tersebut di atas cukup menunjukkan kemuliaan Al Hasan.

Dengan dekatnya hubungan antara Rasulullah s.a.w. dengan cucunya ini,dapatlah dimengerti bahwa dengan sendirinya Al Hasan as sempatmengenyam hidup bersama Rasulullah s.a.w untuk jangka waktu yang cukuplama. Ibu Al Hasan, Fatimah az Zahra, adalah satu-satunya puteriRasulullah yang paling lama mendampingi hidup ayahandanya. Fatimahhadir di saat ayahandanya menghadap kembali kepada Allah SWT. Sedangkanayah Al Hasan, Imam Ali, seperti sudah diterangkan, adalah orang yangsangat dekat dengan Nabi dan termasuk sahabat yang paling berilmu.

Atas dasar kenyataan itulah maka orang tak lagi merasa sangsi terhadapkeluasan ilmu Al Hasan as di samping sifat-sifat luhur lain yangmendekat pada peribadinya, antara lain sifat kedermawanannya yangsangat menonjol.

Tentang ilmunya, diriwayatkan bahwa, suatuhari, Al Hasan as berjumpa dengan seorang Yahudi yang sudah tua. Yahuditua itu tampak kepayahan. Tubuhnya lemah dan pakaiannya kumal. Siangitu, ia tengah memanggul sekendi air, berjalan di bawah terik matahariyang menyekat. Ketika kepayahan itulah ia berjumpa dengan Al Hasan asyang berpakaian rapih bersih. Yahudi tersebut berhenti. Dipandangi cucuRasulullah itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Perbuatantersebut dilakukannya berulan-ulang. Al Hasan as merasa herankarenanya. Namun belum sempat ia menyampaikan sesuatu, orang tua itulebih dulu berkata, “Wahai cucu Rasulullah. Ada pertanya yang aku inginengkau menjawabnya!”

“Tentang apakah itu?’ tanya Al Hasan.

“Datukmu dulu pernah berkata, bahwa dunia ini adalah penjaranya orang Mukmin dan surganya orang kafir.”

“Benar demikianlah adanya.”

“Terus terang, aku melihat yang sebaiknya. Perhatikanlah keadaanku dankeadaanmu. Aku melihat dunia ini adalah sebagai surga bagimu yangmukmin, dan neraka bagiku yang kafir.”

“Dari mana engkau menarik kesimpulan tersebut?”

“Lihatlah. Engkau hidup dalam keadaan senang laksana di surga,sedangkan aku? Hidupku sangat sengsara, tak ubahnya dengan hidup dineraka.”

“Engkau keliru, hai Yahudi. Sesungguhnya, apabiladibandingkan dengan apa yang akan diberikan Allah kepadaku di surgananti, maka kesenanganku di dunia ini tak ada artinya, sehingga duniaini ibarat neraka bagiku. Sebaliknya, apabila engkau tahu apa yang akanengkau terima di akhirat nanti, maka engkau akan tahu, bahwa hidupmuyang sekarang ini jauh lebih baik, sehingga di dunia ini engkau seakanberada di surga. Itulah makna ucapan kekeku Rasulullah s.a.w.”

Mendengar jawaban Al Hasan as yang sangat mengena itu, si Yahudi tertegun. Mulutnya terkunci, tak berkata apa-apa lagi.

Di samping keluasan ilmunya, Al Hasan as dikenal juga sebagai orangyang sangat dermawan. Pernah, pada suatu hari, Al Hasan as melihatseseorang sedang berdoa. Orang tersebut mengadukan kesulitan hidupnyakepada Allah SWT. Mengetahui keadaan orang itu dan mendengar doanya,dengan serta merta Al Hasan as memberinya uang dalam jumlah yang cukupbesar, sehingga orang itu merasa sangat kegirangan.

Atau padahari yang lain, yaitu di tengah perjalanannya untuk menunaikan ibadahhaji bersama adiknya, Al Husain, dan Ja’far bin Abdullah r.a., sekalilagi kedermawanan Al Hasan terungkap. Alkisah, dalam perjalanannyamenuju Mekkah, ketiga orang ini kehabisan bekal. Tak ada lagi sisamakanan dan minuman yang dapat mereka gunakan untuk meneruskanperjalanan yang masih cukup jauh. Mereka sangat memerlukan tambahanbekal. Namun bagaimana?

Di samping pasir yang tandus itu, ditengah kebingungan mereka, tiba-tiba tampak sebuah rumah. Merekabertiga kemudin mendatangi rumah tersebut.

“Assalamu’alaikum,” kata mereka hampir serempak.

“Wa’alaikum salam,” terdengar seseorang menjawab dari dalam rumah.Orang itu kemudian keluar, yang ternyata adalah seorang wanita tua.

“Dari manakah kalian?” tanya wanita itu.

“Kami dari Madinah!” Al Hasan menjawab.

“Siapakah kalian?”

“Kami adalah dari Quraisy. Saya adalah Hasan bin Ali, ini adikku Husain, dan itu Ja’far dari kelurgaku juga.”

“Hendak ke mana kiranya Tuan-Tuan?”

“Kami hendak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.”

“Adakah sesuatu yang dapat aku bantu untuk kalian?”

“Terus terang, kami kehabisan bekal. Apakah ibu mempunyai air yang dapat kami bawa?”

“Astaga..! Ada, ada…silahkan kalian bawa ini!” kata ibu itu sambil menyerahkan tempat airnya.

“Masihkah kalian mempunyai makanan?”

Tanya ibu itu lagi.

“Tidak. Adakah ibu mempunyai makanan?

Kami bermaksud membelinya,” kata Al Hasan.

“Membeli? Tidak Demi Allah, hanya itu satu-satunya yang aku miliki danaku bersumpah Tuan-Tuan harus makan itu,” kata ibu tersebut serayamenunjuk satu-satunya domba yang ia miliki.

Domba itu kemudiandipotong, sebagian dimasak untuk dimakan Al Hasan, Al Husain, danJa’far. Sedangkan yang sebagian lagi di bawakan si ibu sebagai bekaluntuk melanjutkan perjalanan. Ibu tua itu tak mau menerima hadiahapa-apa dari ketiga orang tamunya.

“Demi Allah, aku melakukannya dengan ikhlas,” kata ibu itu lagi.

“Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikan ibu. Kamiberharap, apabila ibu datang ke Madinah, sudilah kiranya ibu singgah kerumah kami. Kami akan senang sekali!” kata Al Hasan mewakili yang lain.

“Insya Allah.”

“Assalamu’alaikum,” kata mereka bertiga.

“Wa’alaikum salam,” jawab ibu itu sambil memandangi kepergian ketiga tamunya.

Tak lama setelah kepergian tamunya, suami wanita itu pulan. Ia terkejutmelihat domba satu-satunya yang ia miliki tak lagi tertambat ditempatnya. Ia segera menanyakan hal tersebut kepada isterinya.

“ke manakah gerangan domba kita?”

“Oh … tadi ada tiga orang yang datang kemari. Mereka kehabisan bekaldalam perjalanan mereka untuk berhaji. Aku tak punya apa-apa selaindomba itu. Maka ia kupotong dan sebagian dagingnya aku berikan kepadamereka.”

Begitulah jawab sang isteri.

“Aduuh… Bagaimana engkau dapat berbuat demikian? Siapakah ketiga orang itu?’

“Mereka mengatakan berasal dari suku Quraish.”

“Dari mana kamu tahu? Bagaimana kamu bisa percaya begitu saja terhadapucapan mereka? Kamu tidak mengenalnya, maka bagimana kamu bisa percayabahawa mereka dari Quraish?” tanya sang suami tak habis pikir.

“Tandanya tampak dari wajah-wajah mereka!” jawab isterinya.

Dialog tersebut tersebut hanya berlangsung sampai di situ. Sang suamipun mengikhlaskan pemberian itu setelah mendengar keterangan isterinya.

Alkisah, beberapa waktu kemudian, daerah tempat ibu itu tinggaltersarang penjenayah yang sangat dahsyat. Orang-orang daerah tersebutsemuanya pergi meninggalkan desa mereka untuk mencari nafkah. Merekatersebar ke mana-mana. Ada yang ke Makkah, ke Madinah dan juga ketempat-tempat lain. Nasib ibu tua dan suaminya pun tak berbeda dengantetangganya yang lain. Sang ibu dan suaminya pergi menuju Madinah. Dikota yang baru ini mereka berjalan mencari nafkah untuk menyambunghidup.

Di tengah pengembaraannya menyusuri jalan-jalan diMadinah, tanpa sadar, ibu itu melewati rumah Al Hasan as Sang iburupanya sudah tak ingat lagi kepada ketiga tamunya yang dahulu. Itulahsebabnya, ia tak berusaha mencari mereka. Secara kebetulan, ketika ibuitu lewat, Al Hasan sedang duduk di depan rumahnya. Al Hasan melihatmereka, dan mengejar sepasang suami-isteri itu, kemudian menegurnya.

“Ingkatkah ibu kepada saya?” tanyanya.

“Demi Allah, aku tidak ingat siapa engkau,” jawab ibu itu.

“Ingkatkah ibu kepada tiga orang tamu yang kehabisan bekal di tengah perjalanan mereka untuk berhaji?”

“Tidak!”

“Baiklah, apabila ibu tak ingat kepada saya, maka saya masih dapatmengenali ibu. Saya adalah Hasan bin Ali, orang yang perarnah ibu berimakanan dan minuman untuk bekal saya dan dua orang saudara yang lainmenuju Mekkah. Mari, silahkan ibu ke rumah saya!” kata Al Hasan asseraya mengiringi keduanya menuju kediamannya.

Di rumah AlHasan itulah keduanya menceritkan keadaan yang menimpa desa mereka. AlHasan menyambut keduanya dengan sambutan yang sangat baik. Dijamu keduatamunya itu dengan penuh hormat. Sebelum pulang, Al Hasan as memberikeduanya uang seribu dinar dan beberapa ekor kambing. Kemudian Al Hasanmemanggil pembantunya dan berkata: “Antarkan kedua tamuku ini ke rumahsaudaraku, Husain, dan ke rumah Ja’far!”

“Baik Tuan!” kata kadamnya.

Mereka bertiga kini dalam perjalanan menuju rumah Husain bin Ali as

“Assalamu’alaikum,” kata kadam Al Hasan.

“Wa alaikum salam,” terdengar jawaban dari dalam rumah.

Tak lama setelah itu, Al Husain membukakan pintu. Ia mengenal kadam Al Hasan.

“Aku disuruh mengantarkan kedua tamu ini kemari,” kata teman itu. AlHusain melihat tamunya. Ternyata ia pun masih mengenal ibu tersebut. AlHusain segera menyambutnya dengan penuh hormat. “Mari, silakan masuk!Alhamdulillah, akhirnya Allah mempertemukan kita kembali.”

“Allah Mahabesar!” jawab si ibu.

Setelah berbincang-bincang, sebelum minta diri, Al Husain memberi ibu tersebut seribu dinar uang dan beberapa ekor domba.

“Sungguh Anda sangat mulia,” kata si ibu. “Semoga Allah yang membalas semua kebaikan ini,” tambah suaminya.” Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam!” jawab Al Husain.

Mereka berdua mohon diri, dan bersama kadam Al Hasan pergi ke rumah Ja’far.

Tak beza dengan Al Hasan dan Al Husain, Ja’far bin Abdullah punmenyambut kedua tamunya itu dengan baik. Ternyata, ia pun masihmengenal si ibu tua.

“Astaga… bagaimana kabar kalian!” tanya Ja’far setelah membalas salam keduanya.

“Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami,” kata si suami. “DanMahabesar Allah yang telah mempertemukan kita kembali,” kata si isteri.

Setelah lama mereka berbincang-bincang, Ja’far memerintahkan kadamnyamenyiapkan beberapa ekor domba, sedangkan ia sendiri masuk mengambiluang. Ia pun memberi ibu tersebut uang seribu Dinar dan beberapa ekorDomba. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Ja’far dan bersyukurkepada Allah SWT, mereka pun memohon pulang.

Suami isteri itukemudian kembali ke desanya dengan bekal tiga ribu dinar uang danbeberapa ekor domba. Mereka menjadi orang yang terkaya di desanya.

Kedermawanan Al Hasan as itu sesuai dengan sabda Nabi s.a.w.:”Kepada Al Hasan aku wariskan kesabaran dan kedermawananku.”

Sejarah mencatat, bahwa setelah Imam Ali bin Abi Thalib as wafat, orangramai membaiat Al Hasan as sebagai Khalifah yang baru. Pada masa itu,keadaan kaum Muslim masih belum bersatu benar. Pemberontakan telahterjadi sejak Ali bin Abi Thalib a.s menjadi Khalifah.Berontakan-berontakan dengan beberapa kelompok kaum Muslimin – yangmemerangi Imam Ali a.s dengan alasan menuntut balas atas terbunuhnyaKhalifah Utsman bin Affan tak lagi dapat dihindari. Di antara orangyang gigih menuntut balas atas kematian Utsman, adalah Mu’awiyah binAbi Sufyan. Ia yang pada masa pemerintahan Utsman menjadi gubenur diSyam – sudah sejak beberapa waktu sebelumnya menyiapkan tentara. Utsmanadalah kerabatnya dari kalangan Bani Umayyah. Dengan tak memberikesempatan kepada Imam Ali untuk menyelidiki kenapa terbunuhnya Utsman,Mu’awiyah berangkat memerangi Imam Ali. Sebenarnyalah, Mu’awiyah sangatmenginginkan jabatan Khalifah. Karena ia sadar bahwa kaum Musliminbakal memilih Ali bin Abi Thalib, maka ia buru-buru memerangi Imam Alias dengan dalil menuntut balas atas terbunuhnya Utsman. Dalampeperangan dengan Imam Ali itu, Mu’awiyah dan pengikutnya terdesak.Maka selamatlah mereka dari kehancuran.

Namun demikianpemerintahan Imam Ali ternyata berakhir dengan peristiwa pembunuhanatasnya, ketika beliau sedang memimpin shalat Subuh. Suasana negaramenjadi tidak menentu sepeninggal Imam Ali. Dalam keadaan kacau itulahAl Hasan dibaiat. Mu’awiyah tak tinggal diam mendengar pembaiatan atasAl Hasan as. Ketika mulai menjabat sebagai Khalifah, Al Hasan yangsadar akan apa yang bakal dilakukan oleh Mu’awiyah, segera menulissurat kepada Mu’awiyah, mengingatkan akan pentingnya persatuan, danmeminta Mu’awiyah untuk juga membaiatnya. Suarat itu ditulis dengankata-kata yang baik. Tetapi Mu’awiyah segera membalas surat Al Hasan.Mu’awiyah yang pada waktu itu juga mengangkat diri sebagai Khalifah,menyatakan bahwa ia lebih mempu dan lebih berhak menjadi Khalifahdaripada Al Hasan as. Mu’awiyah tak lupa menawarkan “suap” kepada AlHasan as.

Singkat cerita, keadaan semakin dekat denganpertelingkahan antara Al Hasan dengan Mu’awiyah. Dan Mu’awiyah mulaimencari pengaruh. Ia membujuk setiap orang dan kepala-kepala sukudengan bujukan wang. Tak sedikit orang yang karena bujukan duniawi ituakhirnya berpihak kepada Mu’awiyah. Setelah merasa kuat, Mu’awiyahkemudian menyiapkan pasukan dari Syam menuju Kufah.

Al Hasana.s mengetahui semua rencana dan persiapan Mu’awiyah. Dengan cepat iamengumpulkan penduduk Kufah, yang semuanya berpihak dan memaksa diauntuk menjadi Khalifah. Tapi, ternyata pengikut Al Hasan a.s tak cukupsetia seperti pengikut Mu’awiyah. Setelah pecah pertempuran, panglimapasukan Al Hasan sendiri belot, menjadi pengikut Mu’awiyah, karenaimbuhan wang satu juta dirham.

Berita pembelotan panglimaperang Al Hasan a.s itu segera tersebar. Perajurit lainnya yangmendengar berita itu kemudian menjadi lalai. Dengan membabi buta,mereka bahkan menyerang kemah Khalifah Al Hasan sendiri. Merekamerampas harta benda Al Hasan a.s yang ada dikemah tersebut. Salahseorang dari mereka, Al Jarrah bin Asad, bahkan menyerang Al Hasansehingga menimbulkan luka-luka pada tubuh beliau.

Al Hasanberkata kepadanya, dan perkataannya itu juga ditujukan kepada yanglain: “Dulu kalian membunuh ayahku. Kini kalian menyerang dan berusahauntuk membunuh diriku.”

Nampaknya, Al Hasan sudah benar-benartak dapat mempercayai pengikutnya sendiri. Orang yang benar-benar setiakepadanya terlalu sedikit untuk dapat meneruskan peperangan. Denganpertimbangan itu, dan mengingat pentingnya keutuhan dan persatuan umat,Al Hasan a.s berniat mengakhiri perang yang jauh tak seimbang, karenahal itu hanya akan menambah banyaknya jumlah korban yang jatuh.

Namun Al Hasan tidak semudah itu melepaskan jabatan dan membiarkanMu’awiyah berkuasa semaunya. Sebelum menyerahkan kekhalifahan kepadaMu’awiyah, terlebih dahulu ia mengadakan perjanjian. Di antara isiperjanjian yang panjang tersebut, salah satu bagiannya menyebutkan,bahwa sepeninggal Mu’awiyah, kepemimpinan umat akan diserahkan kembalikepada kaum Muslimin untuk memilih sendiri pemimpin yang merekakehendaki. Di sinilah tampak bagaimana Al Hasan benar-benarmemperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Pasal itu akhirnya dilanggaroleh Mu’awiyah yaitu dengan mengangkat putranya, Yazid, sebagaipengganti dirinya, sementara kaum Muslimin tak dapat berbuat apa-apa dibawah ancaman pedang dan sebahagiannya lagi luluh karena bujukan wangdan jabatan.

Setelah dicapai kesepakatan dengan Mu’awiyah binAbu Sufyan, sebelum meninggalkan Iraq untuk menuju Madinah, Al Hasansempat menyampaikan pesan dan kesannya untuk penduduk Iraq. Ia antaralain berkata:

“Wahai penduduk Iraq, ketahuilah, bahwa ada tigahal yang menyebabkan aku tak lagi berani menggantungkan diriku padakalian dan tidak dapat mempercayai kalian. Pertama, kalian telahmembunuh ayahku; kemudian kalian telah berusaha untuk membunuh aku; danyang terakhir, kalian telah menyerang dan merampas barang-barang dikemahku. Aku yakin, bahwa orang yang menggantungkan nasibnya kepadakalian, pasti akan ditimpa kekalahan…”

Setelah itu, Al Hasanmeninggalkan Kufah menuju ke Madinah, Konon, penduduk Kufah menangisiperpindahan Al Hasan. Namun rupanya benarlah kata pepatah:”Sekalilancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.” Al Hasan tak lagidapat mengubah pendiriannya.

Telah bulat tekad Al Hasan a.suntuk meninggalkan Kufah, betapapun orang menahannya. Ia kemudian hidupdi Madinah, menekuni ibadah, mendalami ilmu, dan selalu mengisiwaktunya dengan amal-amal yang dapat mendekatan diri kepada Allah SWT.Banyak waktu dihabiskannya di Masjid Rasulullah dan membantu setiaporang yang kesusahan.

Al Hasan a.s dikenal sebagai orang yangtak memzeda-bezakan pangkat dan kedudukan. Suatu hari, sekelompok orangmiskin mengundangnya untuk makan bersama. Al Hasan duduk, makan bersamamereka meski hanya bersantap dengan sepotong roti kering. Semua itu ialakukan dengan sepenuh hati, tanpa bersifat perasaan terpaksa sedikitpun. Setelah itu, ia ganti mengundang orang-orang tersebut untuk makandirumahnya. Atau pada kali yang lain, ia memenuhi undangan anak-anakkecil. Begitulah hari-hari Al Hasan di Madinah.

Sampaiketetapan Allah datang kepadanya. Hari itu, 28 Safar tahun 50 Hijriyah,Al Hasan merasakan sesuatu yang tidak enak pada tubuhnya. Ia terbaringlemah. Al Husain a.s, adik kandungnya, duduk disamping tubuh kakaknya.Ia merasa hairan mengetahui sakit kakaknya yang sangat mendadak itu.Rupanya, Al Hasan a.s telah diracuni.

“Katakan, siapakah yang telah meracunimu?” tanya Al Husain.

“Tiga kali sudah aku diracuni orang, namun yang sekali ini sungguh luar biasa!” kata Al Hasan as.

“Katakanlah, siapakah orang yang telah meracunimu itu!” pinta Al Husain a.s mendesak.

Rupanya, Al Hasan sengaja tak mau menyebutkan nama orang yang telahmeracuninya, meskipun Al Husain mendesak menanyakan hal tersebut.

Tak ada catatan yang pasti tentang orang yang meracuni Al Hasan.Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa Al Hasan diracuni oleh isterinyasendiri yang bernama Ja’dah binti Asy’ats. Terbujuk oleh rayuanMu’awiyah untuk dikawinkan dengan putranya yang bernama Yazid, ditambahimbuhan seratus ribu dinar, Ja’dah terpikat untuk membunuh Al Hasan.Diceritakan, bahwa Ja’dah kemudian menerima wang sebesar seratus ribudinar itu, namun Mu’awiyah menolak untuk mengawinkan dia dengan Yazid.Ketika ditanya tentang alasannya tidak mengawinkan Ja’dah dengan Yazid,Mu’awiyah berkata: “Bagaimana mungkin aku berani mengawinkan dia dengananakku? Apabila ia telah tega meracuni cucu Rasulullah s.a.w, maka apapula yang akan dia lakukan terhadap puteraku, Yazid?” Ja’dah tertegundan baru sadar setelah semuanya terjadi.

Jenazah Al Hasan asdimakamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam neneknya, Fatimah bintiAsad. Kaum muslimin berkabung mendengar berita wafatnya Al Hasan a.s.Masih jelas dalam ingatan mereka, betapa Al Hasan sangat menyerupaiNabi hampir dalam semua hal. Kerinduan orang kepada Nabi yang biasanyaterobati dengan hadirnya Al Hasan a.s kini tak mungkin dinikmati lagi…..